TERUNGKAP Siswi di Pangkalpinang Open BO dan Jual Temannya, di Beltim DL Pasang Tarif Rp800 Ribu
Praktik prostitusi online atau yang dikenal dengan Open BO menyasar siswi SMP dan SMA di Pangkalpinang. Seluruh kepala sekolah akan dipanggil
Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Teddy Malaka
Terkait adanya indikasi jejaring prostitusi anak di Belitung Timur, Heryono mengatakan akan melakukan langkah-langkah lebih lanjut dan koordinasi dengan berbagai pihak.
“Selanjutnya tentang dugaan adanya prostitusi anak kami akan bekerjasama dengan UPTD PPA dan pihak-pihak terkait untuk menelusurinya,” kata Heryono sembari meminta kepada masyarakat agar juga berkontribusi terhadap informasi semacam ini.
Jika menemukan adanya kegiatan mencurigakan segera laporkan untuk bisa ditindaklanjuti.
35 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang
Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung mencatat hingga Agustus 2022 terdapat puluhan orang yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) alias human trafficking.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kota Pangkalpinang, Eti Fahriaty mengungkapkan, setidaknya terdapat 35 orang di daerah itu yang menjadi korban TPPO.
Dimana mereka dipekerjakan untuk menyediakan jasa bagi para pria hidung belang di kawasan lokalisasi. Saat ini puluhan orang tersebut telah dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing pada Juli 2022 lalu.
"Iya yang kemarin itu (Pemulangan 35 orang WPS) yang baru kami selesaikan kemarin. Ini termasuk TPPO," kata dia kepada Bangkapos.com, Kamis (25/8/2022).
Eti mengatakan, kasus TPPO ini disebabkan oleh ego sektoral hingga buruknya perekonomian masyarakat. Bahkan rekrutmen terang-terangan melalui media sosial turut memperburuk kondisi ini.
Pasalnya dari 35 orang tersebut awalnya, dijanjikan pekerjaan yang disebar melalui media sosial. Ternyata, pekerjaan tersebut hanya kedok saja, kenyataan mereka dipaksa untuk menjadi penyedia jasa bagi pria hidung belang.
Sehingga para korban yang memang membutuhkan pekerjaan untuk menstabilkan ekonomi keluarga, malah terjebak dalam berbagai perjanjian.
Hal itu membuat mereka tak dapat berkutik. Terlebih dengan kontrak kerja yang isinya sangat kontradiktif sekali dengan harapan mereka.
"Awalnya mereka itu akan dipekerjakan sebagai pemandu lagu namun justru setelah tiba berbeda. Triknya pengelola meminjamkan uang dengan kontrak segala macam, sehingga mereka tidak bisa kembali lagi. Dan kalau mau keluar harus menyetorkan sejumlah uang," beber Eti.
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto/TeddyMalaka/DeddyQurniawan/BryanBimantoro)
