Bangka Pos Hari Ini

Kenaikan Harga BBM Berpotensi Sulut Keresahan, Ombudsman Sarankan Harga Pertalite Jangan Naik

Berdasarkan kajian cepat yang dilakukan Ombudsman, mayoritas pembeli di SPBU merupakan pengguna pertalite dan solar dengan angka di atas 70 persen.

Editor: Novita
Bangkapos.com/Sela Agustika
Pengendara antre BBM jenis pertalite di SPBU Ahmad Yani, Pangkalpinang, Selasa (23/8/2022). Ombudsman menyarankan pemerintah mengurungkan wacana menaikkan harga BBM bersubdisi pertalite dan solar. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Ombudsman Republik Indonesia menyarankan pemerintah mengurungkan wacana menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar.

Berdasarkan kajian cepat yang dilakukan Ombudsman, mayoritas pembeli di SPBU merupakan pengguna pertalite dan solar dengan angka di atas 70 persen.

"Opsi menaikkan harga BBM bersubsidi bukanlah pilihan yang tepat dan bijak saat ini," ujar Anggota Ombudsman, Hery Susanto, dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (25/8/2022).

Sebagai informasi, Ombudsman melakukan kajian cepat terkait pembatasan pembelian BBM bersubsidi, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Survei dilakukan dengan mewawancarai 781 responden di 66 SPBU yang tersebar di 31 provinsi. Responden hanya diambil dari SPBU yang menerapkan MyPertamina.

Ombudsman juga hanya memilih pengendara mobil pribadi di bawah 1.500 cc, motor di bawah 250 cc, pengendara angkutan barang, dan angkutan umum. Survei dilakukan pada 8-12 Agustus dengan metode purposive random sampling.

Hery mengatakan, kenaikan harga BBM akan menyulut keresahan masyarakat. Jumlah pengguna pertalite dan solar yang mendominasi pembelian BBM di SPBU juga penting diperhatikan.

Pihaknya memprediksi, jika harga pertalite naik menjadi Rp10.000 per liter akan terjadi inflasi hingga 0,97 persen.

"Oleh karena ini pemerintah diminta tidak menaikkan harga BBM bersubsidi," kata Hery.

Sementara itu, temuan Ombudsman menyimpulkan bahwa mayoritas pembeli BBM di SPBU merupakan masyarakat menengah bawah. Sebanyak 82 persen dari seluruh responden memiliki penghasilan kurang dari Rp500 ribu hingga Rp4,5 juta.

Sebelumnya, pemerintah mengatakan membuka peluang menaikkan harga pertalite dan solar subsidi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah sedang merancang skema menyesuaikan harga guna mengurangi beban subsidi.

Menurut Luhut, APBN menanggung subsidi dan kompensasi energi hingga Rp502 triliun. Jika tidak ada penyesuaian kebijakan, tanggungan tersebut bisa meningkat hingga lebih dari Rp550 triliun pada akhir tahun nanti.

"Pemerintah masih menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat," ujar Luhut dalam keterangan resmi, Minggu (21/8/2022).

Kuota Subsidi Habis September

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan pertalite yang ditargetkan dalam APBN tahun ini akan habis pada bulan Oktober.

"Kalau kita asumsikan volume konsumsi (BBM) mengikuti selama delapan bulan terakhir, kuota akan habis di bulan Oktober, kalau konsumsinya tetap sama" ujar Sri Mulyani dikutip dari Antara, Sabtu (27/8/2022).

"Setiap bulan (konsumsinya) 2,4 juta kl. Kalau ini diikuti, bahkan akhir September ini habis untuk (kuota) pertalite," ujarnya.

Menurut dia, bersamaan dengan itu, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun tahun ini, juga akan habis pada Oktober. Dengan demikian, tentunya akan diperlukan anggaran subsidi dan kompensasi energi tambahan untuk menambal sisa waktu yang ada hingga akhir tahun.

"Yang terjadi sekarang, dengan pemulihan ekonomi, konsumsi dan subsidi yang masih tinggi, konsumsi solar dan pertalite diperkirakan jauh melampaui apa yang ada di APBN," ujar Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, perkiraan ini didasarkan pada data realisasi konsumsi bahan bakar jenis ini selama tujuh bulan awal tahun ini, di mana telah jauh melampaui separuh target APBN.

Ia menjelaskan, realisasi konsumsi solar pada Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota. Dengan itu, dia memproyeksi konsumsi solar akan mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115 persen dari kuota hingga akhir tahun.

Sekadar diketahui, kuota penyaluran solar bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 15,10 juta kiloliter. Sri Mulyani menambahkan, realisasi konsumsi pertalite pada Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota.

Atas dasar itu, dia memproyeksi konsumsi pertalite akan mencapai 29,07 juta kiloliter atau 126 persen dari kuota pada akhir tahun. Kuota penyaluran pertalite bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter.

Banyak Dinikmati Orang Kaya

Bendahara Negara itu mengatakan, pada dasarnya konsumsi pertalite dan solar yang sudah hampir memenuhi batas kuota itu, lebih banyak dinikmati orang kaya. Artinya, hanya sedikit dari anggaran subsidi dan kompensasi BBM yang dinikmati oleh orang miskin.

Sri Mulyani menjelaskan, dari anggaran subsidi BBM dan kompensasi energi tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp502,4 triliun, di antaranya mencakup alokasi untuk pertalite sebesar Rp93 triliun dan alokasi untuk solar Rp143 triliun.

Sayangnya, anggaran pertalite dan solar itu malah lebih banyak dinikmati oleh orang kaya, sebab banyak orang dengan daya ekonomi yang mampu lebih memilih mengonsumsi BBM bersubsidi.

"Solar dalam hal ini dari Rp143 triliun itu sebanyak 89 persen atau Rp127 triliunnya yang menikmati adalah dunia usaha dan orang kaya," kata Sri Mulyani.

Begitu pula dengan pertalite, dari anggaran Rp93 triliun yang dialokasikan, sekitar Rp 83 triliun dinikmati oleh orang kaya. Masyarakat yang memang berhak mendapat subsidi dan kompensasi energi hanya menikmati sedikit.

"Dari total pertalite yang kita subsidi itu Rp83 triliunnya dinikmati 30 persen terkaya," ucap Sri Mulyani.

Ia menyebutkan, jika barang yang disubsidi pada akhirnya dikonsumsi oleh orang kaya, sama saja artinya negara malah memberikan subsidi kepada mereka yang tidak berhak alias tidak tepat sasaran.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membuat kebijakan yang mendorong konsumsi pertalite dan solar bisa tepat sasaran. Terlebih-lebih, anggaran subsidi dan kompensasi energi bisa bertambah Rp198 triliun jika tidak ada kebijakan pengendalian dari pemerintah.

"Memang, orang-orang yang tidak mampu dan miskin tetap juga menikmati barang itu namun porsinya kecil. Ini yang perlu untuk kita pikirkan nambah ratusan triliun, berarti kita menambah (subsidi) yang sudah mampu makin banyak lagi," tutur Sri Mulyani.

Pertimbangkan opsi lain Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, pemerintah mempertimbangkan sejumlah opsi di samping menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yakni pertalite dan solar, untuk mencegah pembengkakan subsidi BBM. Ma'ruf mengatakan, opsi lain yang sedang digodok pemerintah adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi hingga menambah nilai subsidi BBM.

"Sekarang ini memang ada beberapa opsi sedang dipikirkan, apakah menaikkan harga, apakah membatasi, atau menambah subsidinya," kata Ma'ruf setelah meninjau penanaman sawit di Kampar, Kamis (25/8/2022).

Kendati demikian, Ma'ruf mengakui penambahan nilai subsidi bakal mengganggu APBN. Sebab, subsidi yang sudah disiapkan pemerintah pun kini membengkak akibat lonjakan harga energi di tingkat global. Oleh karena itu, jika penambahan subsidi membahayakan APBN, opsi akan terbatas pada menaikkan harga BBM bersubsidi atau membatasi konsumsi BBM bersubsidi.

"Kalau ini membahayakan APBN, apakah dinaikkan atau tidak dinaikkan tetapi dibatasi penggunaannya. Ini opsi-opsi yang sekarang lagi dibicarakan oleh pemerintah," ujar Ma'ruf.

Ia pun meminta publik bersabar menunggu keputusan pemerintah mengenai isu kenaikan harga BBM bersubsidi yang mencuat beberapa waktu terakhir.

"Tunggu saja, mudah-mudahan nanti ada solusi buat masyarakat, buat pemerintah, buat bangsa dan negara," tutur Ma'ruf.

Pendaftar MyPertamina Meningkat

Kabar mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, yakni pertalite dan solar, belum ada kepastian, tetapi isunya makin hari makin gencar.

Di tengah tingginya isu tersebut, PT Pertamina (Persero) juga mencatat peningkatan jumlah masyarakat yang mendaftarkan mobilnya agar mendapat QR code supaya tetap bisa menikmati pertalite dan solar.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, mengatakan, sejak pendaftaran dibuka pada awal Juli 2022, jumlah pendaftar terus mengalami peningkatan.

"Yang mendaftar (sampai saat ini) sudah di atas 800.000 ribu kendaraan," ujar Irto saat dihubungi Kompas. com, Kamis (25/8/2022).

Dari keseluruhan jumlah tersebut, Irto menjelaskan, mayoritas masih didominasi mobil dengan kapasitas mesin 1.500 cc ke bawah untuk segmen pengguna pertalite. Sementara itu, untuk perbandingan antara mobil pengguna solar dan pertalite yang mendaftar, komposisinya diklaim masih lebih banyak pertalite.

"Untuk konsumen pertalite itu 86 persen mobil di bawah 1.500 cc. Kalau perbandingan dengan solar dan pertalite, 30 persen itu untuk solar dan 70 persen pertalite, data masih terus bergerak," kata Irto.

Saat ditanya sudah berapa banyak pendaftar yang mendapatkan QR code untuk membeli BBM subsidi, dan apakah nantinya pendaftaran ditutup pada September 2022, Irto enggan memberikan keterangan lebih lanjut.

"Belum diputuskan, masih fokus ke pendaftaran dan sosialisasi," ucapnya. (Kompas. com)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved