SPSI Bangka Belitung Setuju Penyesuaian UMP 2023, Ternyata ini Alasannya

Analisanya memang secara akademis, sehingga penyesuaian sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Kita sudah mengalami, tidak ada penyesuaian karena...

Tribun Jakarta/Pixabay
Ilustrasi UMP 2023 naik 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Penghujung tahun 2022 sudah di depan mata. 

Memasuki akhir tahun 2022, para pekerja tentunya menunggu keputusan terkait upah minimum provinsi ( UMP ). 

Kenaikan UMP merupakan kabar menggembirakan bagi para pekerja, termasuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ( Babel ).

Di Bangka Belitung, dikabarkan, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bangka Belitung (Babel) sudah mengantongi angka besaran UMP 2023 setelah dilakukan pembahasan pada Selasa, (22/11/2022).

Adapun besaran UMP Tahun 2023 Bangka Belitung baru akan diumumkan paling lambat 28 November 2022.

Baca juga: Dosen STIE Pertiba Pangkalpinang ini Sebut UMP 2023 Mestinya Naik 7-8 Persen, Ternyata ini Alasannya

Baca juga: Inilah Daftar UMP 2023, Tiga Provinsi Ini Resmi Naik hingga 5 Persen, UMP Bangka Belitung?

Baca juga: Kematian Prada Indra Wijaya di Papua Disebut-sebut Mirip Kisah Brigadir J, Inilah Kejanggalannya

Pengumuman angka besaran UMP rencananya akan disampaikan langsung Penjabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin

Namun, ada bocorkan kenaikan UMP Provinsi Bangka Belitung berkisar di angka 4,89 Persen.

Terkait kenaikan UMP, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bangka Belitung (Babel), sebelumnya menolak besaran kenaikan UMP 2023 yang akan diumumkan paling lambat pada 28 November 2022.

Saat itu, SPSI Bangka Belitung menolak karena UMP 2023 menurut kabar hanya naik 4,8 persen dari UMP 2022 .

SPSI Bangka Belitung menilai kenaikan UMP 2023 seharusnya minimal 10 persen jika mempertimbangkan kondisi ekonomi, inflasi dan daya beli buruh atau pekerja saat ini.

Tetapi Ketua SPSI Babel, Darusman mengatakan, mereka telah menyetujui berkaitan perhitungan UMP berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022.

"Intinya pemerintah mengacu ke Permenaker 18 tahun 2022. Artinya, kami sebagai serikat pekerja intinya tidak menolak itu. Di situ ada variabelnya, faktor pengali, itu ada rumus baru namanya alfa, berdasarkan penilian BPS, per kapita, kesempatan kerja, sektor paling dominan di mana. Di Babel perkebunan sawit ditambah sektor non sawit, seperti pariwisata," kata Darusman kepada Bangkapos.com, Jumat (25/11/2022).

Karena alasan itu, kata Darusman pemerintah melakukan perhitungan secara akademis, sehingga terjadi penyesuaian atau kenaikan UMP 2023, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Analisanya memang secara akademis, sehingga penyesuaian sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Kita sudah mengalami, tidak ada penyesuaian karena menggunakan penghitungan PP 36 karena tidak mengakomodir, tidak bisa disesuaikan. Makanya, pemerintah memunculkan Permenaker 18 itu, sehingga nilainya jauh lebih baik," katanya.

Baca juga: Warga Sempan ini Tewas Dikeroyok Buaya Kolong, Buaya Betina Penerkam Korban Keluarkan Potongan ini

Baca juga: Bongkar Kasus Tewasnya Brigadir J, Rekaman CCTV Komplek Polri Disebut Jadi Bukti Paling Penting

Baca juga: Bocah Indonesia ini Digandeng Ronaldo di Piala Dunia 2022, Sang Ayah Ternyata Disebut dari Sukoharjo

Darusman, juga berharap UMP 2023 terjadi penyesuaian angka di atas 7,5 persen diputuskan oleh pemerintah daerah nantinya.

"Kita berharap angka itu di atas 7,5 persen harapan kita. Dasarnya kemarin berharap 10 persen, karena menteri sudah mematok,  disesuikan daerah masing berdasarkan pertumbuhan seperti apa," jelasnya.

Lebih jauh, ini mengatakan kenaikan UMP 2023 nanti, tentunya telah diharapkan sejumlah para pekerja, karena sudah lebih baik ketimbang tahun sebelumnya.

"Artinya sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Tetapi kalau kita bandingkan dua tahun tidak naik kemarin seharusnya akumulasi kita UMP kita sudah mencapai Rp 3,6 juta sekian dan tidak heran di DKI itu mencapai Rp5 juta, itu kalau tidak ada Omnibuw Law," katanya.

Sementara disinggung berkaitan dengan, Apindo yang tidak setuju dengan formula penghitungan melalui Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022, tidak menjadi persoalan agar dapat diterapkan.

"Tidak ada pengaruh, Apindo boleh tidak setuji, kami juga pernah tidak setuju dan pemerintah memaksakan tetap berlaku tahun kemarin. Pemberlakukan tidak mesti disetuji, karena unsurnya telah terpenuhi. Tanpa Apindo tetap bisa berlaku. Karena tidak semua perusahan/pengusaha menjadi anggota Apindo dan tidak semua buruh juga anggota SPSI," tegasnya.

Apindo Menolak

Sementara, sikap Apindo Bangka Belitung masih sama, mereka menolak karena penetapan formula UMP 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022.

Apindo menginginkan tetap menggunakan aturan lama yaitu, PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan upah minimum.

Baca juga: Pilu Seorang Ibu di Tuban, Nekat Jual Ginjal Demi Lunasi Utang Judi Anak, Putranya Malah Kabur

Baca juga: Kejagung Buka Suara Soal Jaksa Erna Tak Hadir Lagi di Sidang Putri Candrawathi

Baca juga: Bisa Dibaca Menjelang Tidur, ini 2 Doa Dahsyat Agar Terhindar dari Mimpi Buruk

Baca juga: 5 Doa Agar Terlihat Cantik, Bercahaya dan Menarik, Aura Wajah Kamu Terpancar Setiap Hari

Baca juga: Bacaan Doa Ketika Terbangun Malam Hari Lengkap Arab, Latin dan Artinya

Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) Bangka Belitung (Babel), Nuradi Wicaksono, mengatakan, sikap mereka masih sama berkaitan pada penetapan UMP 2023 yang mennggunakan Permenaker Nomor 18 tahun 2022.

"Sama dan menolak jika masih mengunakan Permenaker 18 tahun 2022. Dpn Apindo dan kadin indonesia jelas sikapnya menolak dan sedang menyiapkan uji materiil atas permenaker tersebut. Jika hasil penetapan UMP mengacu Permenaker maka sikap kami menolak dengan perhitungan tersebut," kata Nuradi, kepada wartawan, Jumat (25/11/2022).

Menurut Nuradi, alasan penolakan karena telah menabrak aturan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021 tentang pengupahan, tentu otomatis akan menjadi permasalahan hukum.

"Sekedar informasi, terkait UMP 2023 yang menggunakan perhitungan berdasarkan formula permenaker. Yang baru saja diterbitkan oleh Menteri Ketenagakerjaan maka sikap DPP Apindo Babel, jelas menolak dan tetap akan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 36 yang menjadi turunan dari Undang-undang cipta kerja,"kata Nuradi.

Ia menambahkan, apabila UMP 2023 tetap dipaksakan menggunakan formulasi Permenaker, maka akan dapat dipastikan investasi menurun dan kesempatan kerja bagi sumber daya manusia (SDM) semakin sulit.

"Ini dapat meningkatnya angka pengangguran, dan tidak terbantahkan iklim hubungan industrial yang harmonis dan kondusif, akan sulit tercipta dan ini menjadi peluang terbuka bagi TKA asing yang tentunya akan mendaptkan tempat di perusahaan karena lebih efisien dan efektif," tegasnya.

Nuradi, menjelaskan pihaknya saat ini sedang membahas terkait upaya uji materi di Mahkamah Agung. "Kami sekarang sedang membahas diinternal dan sudah masuk dalam agenda Apindo pusat akan melakukan uji materi ke Mahkamah Agung terkait permenaker ini," ujarnya.

Selain itu, sambung Nuradi Apindo Babel juga bakal mengambil sikap, apabila Gubernur Babel tetap menggunakan Permenaker nomor 18 dalam menetapkan UMP 2023.

"Untuk DPP Apindo Babel tentunya jika perhitungan UMP 2023 tetap dipaksakan mengunakan formulasi Permenaker 18 dan disahkan gubernur maka besar kemungkinan kami akan melakukan langkah hukum ke PTUN. Ya kita liat hasil hari ini, karena dewan pengupahan hari ini rapat dan akan menghasilkan seperti apa guna rekomendasi ke gubernur," tegasnya.

Lebih ia mengatakan, sikap Apindo Babel jelas dilakukan, karena apabila menabrak aturan yang lebih tinggi yaitu PP 36 tentu otomatis akan menjadi permasalahan hukum.

"Kami tidak akan terapkan dan ikuti perhitungan UMP 2023 yang tidak tepat tersebut. Karena ada penyesuaian formula UMP, maka batas akhir pengumuman upah minimum juga akan diperpanjang," ujarnya.

Idealnya UMP Babel

Sebelumnya, Dosen STIE Pertiba Pangkalpinang, Suhardi menilai idealnya UMP 2023 bisa naik capai 8 persen.

"Tentu dengan mempertimbangkan angka inflasi September 2021 dibanding September 2022 sebesar 6,67 persen dan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 4,85 persen, UMP Babel 2023 idealnya mengalami penyesuaian sebesar 7-8 persen," kata Suhardi, Selasa (22/11/2022).

Dia menjelaskan jika merujuk pada angka UMP tahun 2022 yang hanya naik sebesar 1,08 persen angka ini sebenarnya angka kumulatif, apalagi tahun 2021 tidak ada kenaikan UMP atau sama dengan tahun 2020.

"Sedangkan angka kisaran inflasi 2020-2022 sebesar 9,96 dengan rincian inflasi untuk tahun september 2020 to september 2021 sebesar 3,29 dan inflasi september 2021 to september 2022 sebesar 6,67 persen," katanya.

Pemerintah sendiri melalui permenaker nomor 18 tahun 2022, telah menetapkan formulasi yang akan menjadi dasar perhitungan upah tahun 2023, yang berlaku pada 1 januari 2023.

"Penyesuaian upah dengan menggunakan formulasi dalam permenaker tersebut dikatakan pemerintah telah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam menjaga atau mendongkrak daya beli masyarakat dengan tetap memperhatikan kelangsungan bekerja dan berusaha," katanya.

Lebih lanjut alasan penyesuaian tersebut dikatakan bahwa upah minimum tahun 2022 tidak seimbang dengan laju kenaikan harga-harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli pekerja.

Berapa idealnya UMP 2023 Babel?

Untuk Upah Babel tahun 2023, berdasarkan perhitungan dengan formulasi upah permenaker Nomor 18 Tahun 2022, sebagai berikut.

"Jika menggunakan angka alpha sebesar 0,1 maka upah akan mengalami penyesuaian sebesar Rp 233.602,00 atau sebesar Rp3.498.486,00 atau naik sebesar 7,15 persen; sedangkan jika menggunakan angka alpha 0,2 maka upah akan mengalami penyesuaian sebesar Rp 249.437,00 atau menjadi sebesar Rp3.514.321, atau naik menjadi 7,64 persen.

Namun jika menggunakan alpha sebesar 0,3, maka upah babel tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar Rp 265.272 atau menjadi sebesar Rp 3.530.156,00 atau naik sebesar 8,13 persen," kata Suhardi.

Pengamat Sebut UMP yang Ditetapkan Gubernur Tetap Berlaku Meski Ada Penolakan

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, Darwance, mengatakan, dalam konstruksi hukum, gubernur merupakan pejabat tata usaha negara, sehingga keputusan yang ia keluarkan pun termasuk keputusan tata usaha negara.

Kemudian, secara normatif, misalnya  merujuk kepada ketentuan yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, hanya disebutkan bahwa UMP itu wajib ditetapkan oleh gubernur, termasuk mengatur soal penyesuaian nilai upah minimum. 

"Dalam peraturan ini disebutkan pula bahwa penyesuaian nilai upah minimum itu dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi yang hasilnya dijadikan sebagai rekomendasi kepada gubernur melalui dinas di bidang ketenagakerjaan," kata Darwance kepada Bangkapos.com, Jumat (25/11/2022).

Dewan pengupahan ini, dikatakan Darwance, salah satu unsur keanggotannya berasal dari organisasi pengusaha dan juga serikat pekerja/ serikat buruh.

"Bila dilihat dari mekanisme yang ada sekarang, penentuan besaran UMP betul-betul ada di pihak gubernur, sementara hasil perhitungan dewan pengupahan hanya bersifat rekomendasi. Sekalipun hanya rekomendasi, seharusnya tetap dijadikan sebagai pertimbangan utama sebab rekomendasi inikan objektif, berdasarkan hasil kajian dengan formula yang sudah ditetapkan," katanya.

"Cuma sekali lagi kalau bicara normatifnya, jika ada yang tidak setuju, katakanlah tidak menandatangi, secara yuridis tidak lantas membuat UMP itu menjadi lemah, legalitas dan kekuatannya menjadi tidak ada. Jadi, UMP yang sudah ditetapkan tetap sah berlaku," lanjuntya. 

Menurutnya, UMP itu ditetapkan dengan keputusan gubernur.

Dalam konstruksi hukum, gubernur merupakan pejabat tata usaha negara, sehingga keputusan yang ia keluarkan pun termasuk keputusan tata usaha negara. 

"Oleh sebab itu, sesuai ketentuan yang berlaku, bila ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan gubernur soal UMP, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara,"

Dikatakannya, inilah salah satu mekanisme yang berlaku saat ini dan dapat dipilih sebagai salah satu alternatif. 

"Ini kalau yang dipersoalkan adalah keputusan soal UMP. Cuma kalau yang dipersoalkan itu adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, ini berbeda sebab bukan keputusan tetapi peraturan (regeling), jalurnya judicial review," katanya.

(*/Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved