Berita Pangkalpinang

Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja, Begini Kata Akademisi

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Penulis: Riki Pratama | Editor: Novita
Istimewa
Dosen Hukum Tata Negara (HTN) FH UBB, Muhammad Syaiful Anwar. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Sebelumnya, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diputuskan inskontitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dan memerintahkan pemerintah melakukan penyempurnaan.

Alih-alih menyempurnakan UU yang cacat tersebut, pemerintah justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

Untuk klaster ketenagakerjaan, ada sejumlah pasal yang kontroversi. Di antaranya, pekerja dapat terus berstatus PKWT.

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) FH Universitas Bangka Belitung (UBB), Muhammad Syaiful Anwar, menjelaskan berkaitan, letak inskonstisionalnya berada pada pemilihan kebijakan yang menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Ia menjelaskan, salah satu syarat Perppu yang secara hukum diakui, yakni adanya kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum.

"Dikeluarkannya Perppu tersebut, menilai tidak ada kegentingan memaksa sebagaimana ketentuan pasal 22 ayat 1 UUD 1945 yang bisa dijadikan alasan hukum oleh Presiden dalam mengeluarkan Perppu. Alasan dampak perang Rusia-Ukraina sebagaimana disampaikan pemerintah dinilai tak relevan," kata Syaiful Anwar kepada Bangkapos.com, Selasa (3/1/2023).

Walaupun memiliki dampak, lanjutnya, namun tidak secara meluas atau bisa dikatakan tidak berimplikasi langsung.

Presiden harus memiliki langkah cermat, tepat, efektif dan terpadu, sehingga tidak ada salah langkah dalam membuat pijakan kebijakan yang bedampak luas, seperti Undang-undang Cipta Kerja tersebut.

"Terkait Perppu tersebut, bisa dilakukan political review yang dilakukan oleh DPR dengan melakukan tindakan uji terkait isi atau materi Perppu Cipta Kerja tersebut oleh DPR," ucapnya.

Ia menyebutkan, putusan MK terkait UU Cipta Kerja ini, diharapkan pemerintah dan DPR segera memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja tersebut.

"Kurang lebih selama dua tahun, sehingga selama dua tahun tersebut diharapkan adanya perbaikan secara komprehensif terkait isi yang berkaitan dengan pembentukan UU Cipta Kerja tersebut," terangnya.

Menurutnya, yang menjadi titik baliknya adalah berkaitan erat dengan cacat konstitusional tersebut beririsan dengan bagaimana pemerintah dan DPR menanggapi putusan MK itu.

"Jika melihat perkembangan sekarang, Perppu dijadikan sebagai batu loncatan terkait dengan keabsahan UU Cipta Kerja pascaputusan MK tersebut. Jika diterima oleh DPR, maka akan menjadi UU baru terkait Cipta Kerja jilid dua. Jika ditolak, maka akan kembali ke UU Cipta Kerja jilid 1 dan tetap menggunakan aturan tersebut," lanjutnya.

Dia menjelaskan, implikasi hukum terkait Perppu Cipta Kerja, secara administrasi negara, Perppu ini muncul sebagai alat bantu proses kebijakan berbasis hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang secara hukum setara UU dalam keadaan tertentu kegentingan memaksa ataupun kekosongan hukum.

"Yang menarik adalah implikasi Perppu itu sendiri, dalam Pasal 185 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjelaskan bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2O20 Nomor 245. Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," terangnya.

"Jadi secara prinsip UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah tidak berlaku dan dicabut oleh karena ini digantikan dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut. Dalam Pasal 186 juga menyebutkan, bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," lanjutnya.

Hal tersebut, kata Syaiful, bahwa Perppu ini berlaku sejak diundangkan, sehingga berdampak pada seluruh aturan yang menjadi irisan terkait isi materiil Perppu Cipta Kerja tersebut.

"Terkait keabsahan aturan turunan, termasuk yang dilakukan perusahaan terhadap pekerja, harus menyesuaikan dengan Perppu tersebut. Pemerintah harus segera membuat aturan turunan dari Perppu dan/atau UU jika disahkan oleh DPR. Yang menjadi permasalahan utama adalah dalam putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020," imbuh dia.

Dalam putusan tersebut, menurutnya, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan.

"Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," tegasnya.

"Hal ini berdampak juga pada Perppu itu sendiri, dimana UU 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja) sudah dicabut atau sudah tidak berlaku karena digantikan oleh Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut," lanjunnya.

Kemudian, berkaitan apakah sah aturan turunan berkaitan dengan aturan perusahaan kepada pekerja, Syaiful mengatakan, tetap menggunakan aturan yang sekarang berlaku, sampai ada aturan turunan yang diberlakukan oleh perusahaan kepada pekerjanya berdasarkan aturan turunan, aturan pelaksanaan.

"Karena, jika perusahaan menggunakan Perppu yang sekarang, maka akan terjadi banyak gejolak. Karena itu perlu adanya sosialisasi yang cukup agar terjadi kesepahaman antara pemerintah, perusahaan dan pekerja sehingga akan mendapatkan kesepakatan win-win solution terkait pascadikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut," tuturnya. (Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved