Ramadhan 2023

Cara Membayar Utang Puasa Ramadhan dengan Fidyah, Bolehkah Menggunakan Uang Tunai?

Selain mengqada atau mengganti utang puasa Ramadhan dengan puasa, ada alternatif lain bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, yakni membayar fidyah.

Editor: fitriadi
Baznas
Ilustrasi fidyah untuk bayar utang puasa Ramadhan. 

Berikut tata cara membayar fidyah utang puasa Ramadan yang dihimpun dari sejumlah sumber:

Tata Cara Membayar Fidyah

Jika dalam keseharian masih belum bisa membayar utang dengan puasa qodho, ada alternatif lain yakni membayar fidyah.

Fidyah adalah memberi makan orang miskin seharga apa yang ia makan sehari-hari.

Namun, jika tidak bisa memberikan makanan bisa menggantinya dengan uang tunai.

Dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama, besaran membayar fidyah sudah ditentukan sebagaimana disebutkan dalam hadist.

Untuk dapat mengetahui berapa besar fidyah bagi tiap orang miskin yang harus diberi makan tersebut, dapat dilihat pada beberapa nash hadits yang digunakan sebagai rujukan:

Dalam hadits riwayat Daruquthniy dari Ali bin Abi Thalib dan dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah SAW kepada seorang lelaki yang melakukan jimak atau berhubungan badan dengan istrinya di suatu siang di bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Dalam hadits menyebutkan bahwa karena laki-laki tersebut tidak mampu melakukan itu maka ia harus membayar denda 1 araq (sekeranjang) berisi 15 sha' kurma.

Satu sha' terdiri dari 4 mud, sehingga kurma yang diterima oleh lelaki itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60 orang miskin (untuk mengganti puasa dua bulan).

Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6 Kg atau 3/4 Liter.

Oleh sebab itu, besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.

Berbagai pendapat lain yang juga menyatakan besarnya fidyah dengan menggunakan sebuah nash hadits sebagai rujukan yang dianggap lemah.

Lantaran hadits yang digunakannya telah dinilai oleh Muhhadditsin (para penyelidik hadits) sebagai hadits dha'if.

Sedangkan yang menggunakan dasar qiyas (analogi) pun, dianggap lemah lantaran bertentangan dengan nash hadits.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved