Idul Fitri 2023

Pusat Astronomi Internasional Prediksi Idul Fitri Jatuh Pada Sabtu 22 April 2023

IAC menyatakan tidak ada kemungkinan untuk melihat bulan sabit Syawal pada 20 April. Karenanya Idul Fitri bisa jatuh pada Sabt

Editor: fitriadi
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Ilustrasi pemantauan hilal Idul Fitri 1 Syawal. Pusat Astronomi Internasional (IAC) memprediksi Idul Fitri bisa jatuh pada hari Sabtu, 22 April 2023. 

Sidang isbat mengadopsi dua metode yakni hisab dan rukyatul hilal. Keputuusan akan diambil dari informasi awal berdasarkan hasil hisab atau perhitungan secara astronomis.

Hasil hisab tersebut kemudian akan dikonfirmasi lagi lewat hasil lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.

Dalam penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal 2023, pemerintah dan NU menggunakan kriteria yang mengacu pada kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021.

MABIMS adalah kumpulan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura guna mengusahakan unifikasi kalender Hijriah. Di Indonesia, kriteria tersebut diterapkan pada tahun 2022 lalu.

Melansir NU Online, ketinggian hilal pada tanggal 29 Ramadhan 1444 H meskipun sudah di atas ufuk saat matahari terbenam, tetapi masih di bawah kriteria minimum imkanur rukyah (visibilitas) atau kemungkinan hilal dapat terlihat yaitu 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Ketua Lembaga Falakiyyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sirril Wafa mengatakan, perbedaan itu perlu disikapi dengan saling memahami satu sama lain. Kesalingpahaman ini, bisa tumbuh dengan mengetahui akar perbedaannya.

“Karena perbedaan Indonesia seperti ini sudah berkali berulang dan menjadi tidak asing lagi bagi umat Islam,” ujar Sirril dalam laman resmi NU Online, Kamis (13/4/2023).

“Maka saatnya masing-masing anggota kelompok yang berbeda memahami akar perbedaannya, dan tidak ambil sikap apriori. Sebab dengan mengetahui duduk persoalannya, diharapkan satu sama lain bisa saling memahami,”sambungnya.

Sirril menambahkan, Ia tidak mau perbedaan tersebut seakan-akan menjadi identitas yang justru malah diperdebatkan.

“Jangan sampai perbedaan ini mengkristal menjadi identitas permanen,” tuturnya.

Menurutnya, jika masing-masing sudah bisa saling memahami perbedaan, mereka harus menemukan satu titik kesamaan sehingga tidak timbul ego kelompok sendiri.

“Kalau semua bisa paham bahwa perbedaan ini sejatinya bukan termasuk masalah pokok, tapi hanya pada tingkat persoalan cabang atau furu'iyah, yang pada dasarnya teks-teks agama atau nash yang menjadi rujukan adalah sama," imbuhnya.

"Maka harus ada upaya peningkatan pemahaman lanjutan yang memungkinkan pencarian solusi untuk sama-sama bergerak menuju titik temu tanpa tonjolkan ego golongan,” pungkasnya.

Hargai Perbedaan

Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah akan ditentukan secara nasional oleh pemerintah pada Kamis 20 April 2023.

Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang isbat (penetapan) 1 Syawal 1444 H pada hari itu.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, dalam kalender hijriyah, tanggal 20 April 2023 merupakan tanggal 29 Ramadhan 1444 H.

"(Sidang) isbat (penetapan 1 Syawal 1444 H) itu tanggal 20 April, hari Kamis, tanggal 29 Ramadhan," kata Kamaruddin saat ditemui di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (6/4/2023), seperti diberitakan Kompas.com.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan 1 Ramadhan 1444 H atau awal puasa Ramadhan 2023 jatuh pada 23 Maret 2023.

Dalam sidang isbat nantinya, Kemenag akan mengundang sejumlah pihak mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi-organisasi masyarakat (ormas) Islam untuk menentukan 1 Syawal 1444 Hijriah.

Kamaruddin meminta masyarakat menghargai apabila ada beberapa pihak yang menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1444 H berbeda.

"Jadi kita masih menunggu hasil sidang isbat. Kita tahu di Indonesia ini kan, ya itu lah Indonesia itu demokratis banget. Pemerintah memutuskan Lebaran besok, tapi ada (beberapa pihak) Lebaran besoknya lagi atau belum mengikuti pemerintah, enggak ada masalah," ujar Kamaruddin.

Menurutnya, pemerintah juga menghargai segala perbedaan pendapat antar pihak. Sebab, Indonesia merupakan negara demokratis yang menghargai segala perbedaan pendapat.

Hal ini, kata Kamaruddin, berbeda dari beberapa negara lain yang menganut keputusan hakim atau keputusan negara harus diikuti oleh semua pihak.

"Di Saudi atau di Malaysia atau di negara-negara lain karena ada kaidah agamanya istilahnya bahwa keputusan hakim, keputusan negara, itu menghilangkan perbedaan. Kalau negara sudah mutusin begitu, semua harus ikut. Itu kaidahnya," katanya.

"Tapi, karena kita bukan negara agama, kita negara demokrasi yang religius, ya kita enggak bisa maksa karena itu keyakinan," ujar Kamaruddin melanjutkan.

(Bangkapos.com/Kontan.co.id/Adi Wikanto/Kompas.com/Diva Lufiana Putri/Fika Nurul Ulya/Alinda Hardiantoro)

Sumber: bangkapos.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved