Idul Adha 2023

Mengapa Idul Adha Bisa Disebut Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji? Ini Penjelasannya

Idul Adha memang menandai dua perayaan rutin umat Islam, yaitu ibadah kurban dan penyelenggaraan ibadah haji dan ibadah kurban

Bangkapos.com/Riki Pratama
Mengapa Idul Adha Bisa Disebut Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji? Ini Penjelasannya,Idul Adha memang menandai dua perayaan rutin umat Islam, yaitu ibadah kurban dan penyelenggaraan ibadah haji dan ibadah kurban 

BANGKAPOS.COM- Menyambut Idul Adha 2023 yang akan datang sebentar lagi, ada sejumlah hal yang perlu dipahami terkait sejarah perayaan umat Islam satu ini.

Idul Adha merupakan hari raya Islam yang identik dengan penyembelihan hewan kurban.

Oleh sebab itu banyak yang menyebut hari raya Idul Adha adalah hari raya kurban.

Tak cuma itu istilah Idul Adha juga kerap kali disebut dengan Lebaran Haji.

Idul Adha memang menandai dua perayaan rutin umat Islam, yaitu ibadah kurban dan penyelenggaraan ibadah haji dan ibadah kurban.

Itulah sebabnya, Idul Adha sering disebut dengan lebaran haji karena perayaannya bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Namun Anda tentu ingin mengetahui sejarah mengapa Idul Adha bisa disebut sebagai hari raya Kurban dan Lebaran Haji.

Berikut penjelasan sejarahnya.

Idul Adha bisa disebut sebagai hari raya kurban dan lebaran Haji bermula dari pengorbanan Nabi Ibrahim.

Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU), perintah berkurban bagi yang mampu bermula dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail, dalam menunaikan perintah Allah.

Saat Nabi Ismail beranjak remaja, Nabi Ibrahim bermimpi mengorbankan putra kesayangannya untuk disembelih. Nabi Ismail sendiri merupakan anak pertama Nabi Ibrahim yang lahir setelah penantian panjang. Nabi Ibrahim pun bingung menyikapi mimpinya.

Namun, ia tak lantas mengingkari mimpi tersebut. Nabi justru memilih merenungi mimpi tersebut dan memohon petunjuk kepada Allah.

Malam selanjutnya, mimpi yang sama kembali mendatangi malam Nabi Ibrahim, begitu pula dengan malam ketiga.

Setelah mimpinya yang ketiga, barulah Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan bahwa mimpi itu benar-benar perintah dan harus dilaksanakan.

Nabi Ibrahim adalah orang yang patuh, dia menaati perintah Allah SWT meski harus mengorbankan anak yang telah lama dinantikannya. Allah SWT kemudian berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 120 yang artinya:

Sumber: bangkapos
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved