BANGKAPOS HARI INI

Nasib PIP di Laut Desa Rias Ditentukan Hari Ini, Riza: Saya Tarik Kalau Ilegal

Pemkab sendiri meminta waktu untuk menyelesaikan ini. Pasalnya Riza tidak mau nelayan dihukum karena konflik antara penambang dan nelayan.

Editor: khamelia
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid didampingi sejumlah wakil ketua dan anggota DPRD setempat saat mendengar keluh kesah nelayan di Pantai Batu Perahu, Senin (29/5/2023). Kegiatan itu dilakukan terkait aktivitas pertambangan di perairan Toboali. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Bupati Bangka Selatan (Basel), Riza Herdavid, Senin (29/5) pagi menemui ratusan warga dan nelayan yang berkumpul di pesisir Pantai Batu Perahu, Kelurahan Tanjung Ketapang, Kecamatan Toboali.

Ikut hadir dalam pertemuan tersebut Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), di antaranya Kapolres Basel, Dandim 0432/Basel, Kapolsek Toboali, serta anggota DPRD. 

Kehadiran orang nomor satu di Basel itu untuk berdiskusi, mendengar keluhan warga dan nelayan
yang sepekan terakhir menggelar aksi damai menolak beroperasinya ponton isap produksi (PIP) mitra PT Timah Tbk di perairan laut Rias dan sekitarnya.

Diketahui beberapa hari sebelumnya, ratusan nelayan di Desa Rias, Kecamatan Toboali, kembali menggelar aksi penolakan, Selasa (23/5) malam.

Para nelayan bahkan menggunakan kapal motor menuju ke tengah laut untuk menolak adanya rencana aktivitas penambangan timah di perairan laut Desa Rias.

Tak tanggung-tanggung, beberapa kelompok nelayan mulai dari Batu Perahu, Tanjung Ketapang, Dusun Mempunai, dan Dusun Gusung Desa Rias ikut dalam aksi tersebut.

Hal itu dilakukan sebagai aksi protes setelah terdapat dua peralatan tambang PIP di lokasi itu yang sudah ada sejak, Selasa (23/5) pagi.

Aksi protes berlanjut, Kamis (25/5) petang. Ratusan masyarakat mendatangi Kantor Bupati Basel.
Beberapa spanduk orasi turut dibawa oleh masyarakat.

Spanduk tersebut berisi penolakan beroperasinya PIP di perairan laut Rias.

Ilegal ditarik

Di hadapan ratusan nelayan, Senin (29/5) kemarin, Riza Herdavid menegaskan siap menarik PIP milik
mitra PT Timah Tbk yang beroperasi di wilayah perairan Toboali.

Bahkan dia berjanji akan turun langsung bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) untuk menarik
PIP dengan percuma. 

Para nelayan pun, kata Riza tak perlu lagi repot-repot menggelar aksi damai di laut. Asalkan, hasil audiensi yang dilakukan hari ini, Selasa (30/5) terbukti aktivitas pertambangan yang dilakukan mitra PT Timah tersebut ternyata ilegal.

“Kalau itu ilegal tidak perlu diminta, langsung saya yang menarik sampai ke darat. Tapi lagi-lagi hasil audiensi besok (hari ini,red) yang menentukan, itu legal atau ilegal,” tegas Riza.

Ia mengaku, sebagai kepala daerah tidak bisa serta merta melakukan penarikan PIP. Sebab, kewenangan yang dimiliki pemerintah kabupaten terbatas.

“Permasalahan perizinan pertambangan merupakan kewenangan pemerintah pusat dan Provinsi Babel.
Kabupaten hanya diberikan surat pemberitahuan PT Timah akan melakukan penambangan,” ungkapnya.

Lanjut Riza, apabila hasil audiensi nantinya aktivitas pertambangan di perairan Toboali jelas legal, maka pihaknya hanya bisa menyampaikan aspirasi para nelayan untuk dibawa kepada para pengambil kebijakan, sehingga ada jalan terbaik.

“Kalau tingkat kelegalan jelas, kami cuma bisa menyampaikan aspirasi. Tidak bisa bertindak dan mengambil keputusan,” ucapnya.

Maka dari itu, Riza meminta pengertian kalangan nelayan. 

“Tapi ini masalah hukum, saya kepala daerah harus menaati aturan hukum. Tolong dipahami kondisi,
situasi serta batas wewenang saya. Saya bukan takut, tetapi kita negara yang memiliki aturan hukum. Jadi kami harus mengikuti aturan yang ada,” katanya.

Gelar audiensi

Usai pertemuan Riza kepada awak media mengatakan, dirinya sengaja menemui para nelayan. Hal ini sebagaimana janjinya beberapa waktu lalu kepada para nelayan. Terutama untuk melakukan komunikasi dengan penentu kebijakan pertambangan timah.

Menurutnya, berdasarkan hasil pertemuan pihaknya telah mengambil langkah konkret, akan menggelar audiensi dengan seluruh stakeholder terkait dalam penentuan kebijakan pertambangan timah.

“Mulai dari PT Timah Tbk, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung maupun jajaran Forkopimda yang ada di
tingkat provinsi,” bebernya.

Auidensi ini, menurut Riza diambil untuk mencari jalan terbaik untuk kedua belah pihak. Baik itu nelayan maupun kalangan penambang supaya tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.

Terutama dalam mengantisipasi konflik antara nelayan dan penambang yang kerap terjadi di Bangka Selatan. Sebab itu, dia meminta nelayan untuk bersabar.

“Besok jam 8.00 WIB (hari ini,red) kita lakukan audiensi terbuka untuk dicarikan solusi terbaik atas tuntutan kawan-kawan nelayan,” papar Riza.

Sambung Riza, para nelayan sendiri mendesak adanya berkas dokumen perizinan aktivitas pertambangan timah yang dilakukan mitra PT Timah di perairan Toboali. Pemkab Basel sendiri telah menerima fotokopi soal data tersebut.

Mirisnya, berkas itu bukanyang diharapkan oleh para nelayan. Oleh sebab itu, pihaknya masih akan melakukan cross check atau mengkaji ulang soal legalitas PIP.

Pemkab sendiri meminta waktu untuk menyelesaikan ini. Pasalnya Riza tidak mau nelayan dihukum karena konflik antara penambang dan nelayan.

“Bukan berarti legal nelayan juga setuju, legal juga mereka tidak setuju. Tetapi kalau posisinya ilegal dan
sudah bergerak, nelayan pasti marah. Jadi ini kita cross check sesuai permintaan nelayan,” ucap dia.

Meskipun demikian kata Riza, sebagai kepala daerah dia bersifat netral. Tidak pro kepada nelayan maupun penambang, melainkan berada di tengah.

“Kita bagaimana memberikan solusi terbaik kedua belah pihak. Agar produksi nelayan stabil dan tidak ada
yang dirugikan,” imbuhnya.

Sambung Riza, pemerintah kabupaten sendiri belum dapat menentukan langkah strategis terkait permasalahan yang sedang terjadi. Dapat diambilnya kebijakan masih menunggu hasil audiensi yang
akan dilakukan hari ini.

Dari hasil audiensi itulah nantinya dapat diketahui langkah apa saja yang akan diambil. Bahkan pihaknya
turut mengajak DPRD Bangka untuk menyuarakan nasib para nelayan.

“DPRD juga kita ajak untuk menyuarakan suara nelayan ini. Supaya perizinan dicabut atau segala macam.
Karena kita memperjuangkan hak-hak nelayan tanpa mengesampingkan penambang. Karena sebagai Bupati harus berdiri di tempat yang seadil-adilnya,” paparnya.

Walaupun begitu politisi PDI-P ini meminta masyarakat untuk tidak ‘masuk angin’ dan tetap konsisten dalam menyuarakan hak nelayan.

Oleh karena itu, pihaknya masih tetap mengikuti peraturan yang berlaku.

Riza sendiri berharap masyarakat mau bersamasama memperjuangkan nasib nelayan.

“Kalau saya berjuang sendirian tidak bisa, karena terkait kelegalan,” pungkas Riza.

Nelayan desak kepastian

Sementara kalangan nelayan memastikan tuntutan mereka terhadap aktivitas pertambangan timah di perairan Toboali belum terpenuhi. Pasalnya sejauh ini mereka sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun perihal legalitas aktivitas PIP di perairan itu.

Ketua Nelayan Batu Perahu, Joni Zuhri mengatakan, sejak dilakukannya aksi damai sejak pekan kemarin pihaknya belum mendapatkan informasi apa pun terkait tuntutan
mereka. Di mana nelayan mendesak adanya dokumen asli ataupun salinan legalitas aktivitas pertambangan timah di perairan Toboali.

Mulai dari Surat Perintah

Kerja (SPK), izin pemanfaatan ruang laut hingga izin lokasi.

“Sampai saat ini tidak ada informasi apa pun, baik salinan ataupun dokumen asli yang kita ketahui dari PT
Timah. Intinya masyarakat dan bupati tidak ada yang menerima salinan dokumen perizinan SPK, izin pemanfaatan ruang laut, ataupun izin lokasi,” kata dia kepada Bangka Pos, Senin (29/5).

Joni memaparkan, pemanfaatan ruang laut sejatinya harus dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan, dan
Perikanan (KKP). Sedangkan di Kabupaten Bangka Selatan tidak pernah diterbitkan izin tersebut. Hanya saja terdapat beberapa daerah yang telah memiliki izin pemanfaatan ruang laut. Layaknya di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah.

Tak hanya itu, untuk alat pertambangan jenis PIP tidak direkomendasikan untuk dikeluarkan Persetujuan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Namun hanya Kapal Isap Produksi (KIP) dan kapal keruk yang direkomendasikan.

“Untuk jenis alat pertambangan PIP tidak direkomendasikan untuk diterbitkan PPKPRL. Itu hanya untuk
KIP dan kapal keruk. Jangan sampai kita dibodohi, tidak ada kopian salinan SPK,” terang Joni.

Mengenai audiensi terbuka yang akan digelar, Selasa (30/5), ia menyambut baik. Di mana Pemkab Basel akan mengundang pihak yang berkompeten terkait perizinan pertambangan timah.

“Jangan kami disuguhkan dengan katanya berizin. Walaupun masalah perizinan bukan tuntutan utama kita. Belum tentu legal itu kami terima. Apa pun risikonya kami akan tetap melawan. Karena kita merasa ada ketimpangan penerapan aturan hukum terhadap nelayan,” tegas Joni. (Bangkapos.com)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved