Bangka Pos Hari Ini

Bupati Sanem Dukung Warga Tuntut 20 Persen Kebun Plasma dari HGU Perkebunan Sawit

Massa menuntut 20 persen kebun plasma untuk masyarakat di dalam lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan

Bangka Pos
Bangka Pos Hari Ini, 11 Juli 2023 

BANGKAPOS.COM, BELITUNG - Bupati Belitung, Sahani Saleh tak kuasa menahan emosinya tatkala menemui ratusan pengunjuk rasa di halaman Kantor Bupati Belitung, Senin (10/7).

Bahkan raut wajah pria yang akrab disapa Sanem ini tampak tegang dan suaranya lantang saat berpidato di hadapan massa yang berasal dari lima desa di Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung.

Massa dari Desa Cerucuk, Kembiri, Membalong, Perpat, Simpang Rusa dan Lassar yang terkena area
perkebunan sawit dari PT Foresta Lestari Dwikarya ini datang untuk mengadukan nasibnya ke Bupati Sanem

Massa menuntut 20 persen kebun plasma untuk masyarakat di dalam lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Sanem pun dengan tegas mengatakan akan memperjuangkan tuntutan masyarakat itu.

“Kalau tidak dipenuhi 20 persen, bawakan sinso (gergaji mesin), kite tetak (potong) semuanya (pohon sawit perusahaan) aku mimpin e. Jadi kalau PT Foresta dak berik, kita potong pakai sinso,” tegas Sanem.

Tak ayal ungkapan Sanem disambut riuh teriakan dan tepuk tangan ratusan pengunjuk rasa yang memadati halaman kantor Bupati Belitung. Sanem mengungkapkan PT Foresta Lestari Dwikarya memiliki lahan HGU seluas 12.232,43 hektare. Di mana sekitar 1.000 hektare di antaranya, izinnya telah berakhir pada 31 Desember 2018 lalu.

“Yang izin HGU baru, sekitar 12.000 hektare yang habis sekitar 1.000 hektare. Sisa 11.000 sekian hektare belum habis izinnya,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung Destika Efenly menambahkan lahan PT Foresta Lestari Dwikarya yang masih ada HGU sekitar 11.000 hektare yang berakhir tahun 2036.

“Yang mengeluarkan HGU bukan kabupaten, kalau luasan sudah 200 hektare sudah di kementerian,” tandasnya.

Sebelumnya Koordinator Lapangan Martoni saat berorasi mengatakan aksi ini merupakan buntut polemik antara masyarakat dengan perusahaan sawit yang beroperasi di Kecamatan Membalong.

“Kami merasa hak kami diinjak-injak PT Foresta Lestari Dwikarya. Sudah 30 tahun kami diam, sekarang kami memperjuangkan hak-hak kami,” ungkapnya.

Dalam aksinya massa yang berunjuk rasa membawa sejumlah spanduk. Spanduk bertuliskan sejumlah tuntutan, terutama meminta perusahaan mengeluarkan 20 persen lahan untuk kebun plasma dari HGU.

“Kami tidak punya lahan di luar HGU, maka kami berharap agar perusahaan mengeluarkan 20 persen
untuk kebun plasma di HGU. Kami menuntut jawaban hari ini karena kami sudah beri tenggat waktu,
sudah cukup waktu yang kami berikan kepada perusahaan,” ucapnya.

Lanjut ke DPRD

Usai berunjukrasa di Kantor Bupati Belitung dan bertemu Bupati Sanem, massa dengan berjalan kaki melanjutkan aksinya menuju Kantor DPRD Belitung.

Setiba di halaman Gedung DPRD Belitung, massa langsung melakukan demonstrasi. Aksi massa mendapat pengawalan ketat dari ratusan aparat kepolisian.

Dalam orasinya, massa kembali menyampaikan tuntutan meminta agar perusahaan mengeluarkan 20 persen lahan sawit dari HGU.

Tak hanya itu, perwakilan pendemo dalam orasinya juga meminta pemerintah mengusut tuntas perusahaan, termasuk perizinan dari PT Foresta Lestari Dwikarya.

“Sebanyak 12 ribu hak guna usaha (HGU) PT Foresta, masa hanya 1.000 lebih yang habis, itu pun sudah lima tahun,” kata koordinator lapangan, Martoni.

Orasi Martoni langsung disambut sorakan massa pendemo yang mengatakan ‘Foresta Merampok’.

“Harapan kami kepada DPR, jangan kalian cuma duduk manis di dalam kantor, perhatikan masyarakat kami, bentuk pansus. Jangan kemarin kalian bilang ingin membentuk pansus
tapi sampai sekarang belum ada juga,” ucapnya.

“Bebulak! (Bohong!),” sorak massa.

Orator lainnya mengatakan pada 5 Desember 2022 lalu di ruang Banmus DPRD Kabupaten Belitung, pernah dilaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) antara perwakilan masyarakat dengan pihak perusahaan dan pemerintah. Di situ dikatakan bahwa akan dibentuk pansus.

“Mana bukti dan janjinya. Yang kami perlukan adalah bukti, bukan janji,” ucapnya.

Diteriaki massa Pantauan Pos Belitung, tampak Ketua DPRD Belitung Ansori beserta sejumlah anggota DPRD Belitung menemui ratusan demonstran.

Namun saat menyampaikan sambutan, Ansori justru diteriaki massa berbohong, lantaran sempat menjanjikan untuk membentuk pansus penyelesaian polemik tersebut.

“Usa bebulak pak, usa bebulak (jangan berbohong),” teriak pendemo di Halaman Kantor DPRD Belitung.

Situasi jadi memanas, bahkan harus ditengahi anggota DPRD Syamsir yang meminta demonstran
untuk mendengarkan Ketua DPRD Belitung, berbicara.

Sempat terpotong interupsi demonstran, Ansori pun melanjutkan kembali orasinya. Ia bahkan mengatakan kepada masyarakat bahwa dirinya pun berasal dari Kecamatan Membalong.

Menurutnya, memperjuangkan hak masyarakat terutama sesuai tuntutan permintaan 20 persen lahan dari HGU perusahaan sawit tersebut terus diupayakan.

“Bukan hanya hari ini, sudah lima bulan yang lalu. Sudah sampai, desa dan BPD sudah datang, kita masih bantu juga,” kata Ansori.

Massa kepada Ansori lantas mempertanyakan pembentukan pansus yang tak kunjung terbentuk.

“Kalian pikir Pansus itu gampang,” ujar Ansori yang disambut teriakan massa.

“Bukan tidak mau Pansus, semua mekanisme kita jalani, emang mau Pansus hari ini bisa langsung Pansus, ada mekanisme yang harus dijalani sesuai mekanisme dan tata tertib DPRD. Itu pun hasilnya bisa satu tahun, paling cepat enam bulan,” ucapnya.

Koordinator lapangan aksi, Martoni kemudian mempertanyakan soal kejelasan izin HGU PT Foresta Lestari Dwikarya.

“Kami ingin tahu dari 12 ribu HGU di Membalong, massa hanya 1.000 yang selesai izinnya. Kami menuntut 20 persen, bukan hanya kami tapi pemerintah juga dibohongi,” beber Martoni.

Ketua DPRD Belitung, Ansori kemudian meminta 10 perwakilan massa untuk mengikuti audiensi yang dihadiri pihak perusahaan dan OPD terkait di Ruang Banmus DPRD.

Tidak relevan

Kuasa Direksi PT Foresta Lestari Dwikarya, Fitrizal Zakir mengatakan, pihaknya telah berlaku sesuai aturan. Hal itu disampaikannya ketika audiensi dengan perwakilan massa dan anggota DPRD di Ruang Banmus DPRD Belitung.

Ia menyebutkan tuntutan massa meminta lahan 20 persen dari HGU berdasarkan surat edaran yang mengacu pada aturan lama, adalah tidak relevan.

Menurut Fitrizal, surat edaran yang disampaikan massa mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Agraria nomor 7 tahun 2017. Permen tersebut sudah dicabut dan tidak berlaku lagi setelah
diterbitkannya Permen Agraria nomor 18 tahun 2021.

“Artinya, apa yang kami sampaikan bahwa saat ini dalam proses merealisasikan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seperti yang diamanatkan Permen terbaru. Tahapannya
pun sudah kami lakukan, sudah 1.400 hektare yang kami identifikasi, tinggal nanti sosialisasi yang harus didampingi dinas perkebunan untuk menjelaskan tahapan yang harus dipenuhi termasuk legalitas,” jelasnya.

Ia juga memaparkan, PT Foresta Lestari jauh hari sebelumnya sudah berkeinginan membangun kebun mitra, plasma untuk masyarakat.

Lanjut Fitrizal, adanya UU Ciptaker yang baru mengenai kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, terakhir diatur dalam Permentan 18 tahun 2021, bahwa untuk memfasilitasi kebun masyarakat sekitar diatur sedemikian rupa.

“Kami PT Foresta sudah melakukan tahapan awal implementasi Permentan, dalam tahap persiapan. Jadi kami sudah memetakan 1.400 hektare lahan yang diajukan masyarakat untuk dibangun kebun plasma dengan pola full manage, semua dikelola masyarakat dengan status lahan dimiliki
masyarakat,” ujarnya.

Hingga akhir pertemuan yang berlangsung alot tersebut, pihak perusahaan enggan memberikan kepastian atas tuntutan massa yang meminta lahan 20 persen dari HGU untuk menjadi kebun masyarakat.

Ancam tutup akses

Massa yang tak puas mengancam menutup akses menuju perusahaan yang tersebar di enam desa yaitu Desa Cerucuk, Kembiri, Membalong, Perpat, Simpang Rusa dan Lassar.

Penutupan akses tersebut akan dilakukan selama tiga hari sampai perusahaan mengabulkan tuntutan mereka.

“Sekarang tinggal perusahaan yang belum setuju atau memberikan kejelasan. Oleh karena itu sembari menunggu terpaksa kami dari enam desa menutup akses ke perusahaan,” ujar

Koordinator Lapangan, Martoni kepada Pos Belitung. Ia mengatakan penutupan akses masuk sementara ini memang hanya dilakukan selama tiga hari. Tapi jika perusahaan tak kunjung
memenuhi tuntutan, maka massa akan melakukan aksi lanjutan.

"Apabila mereka tetap tidak mau, harapan kami kepada Bapak Bupati supaya mencabut izin HGU
mereka,” katanya.

Sebab, dia menilai pihak perusahaan sulit berkoordinasi dan dianggap tidak mementingkan keinginan masyarakat.

Sementara ditemui awak media setelah pertemuan di Ruang Banmus, Fitrizal enggan berkomentar.

Ia juga tak memberi respon terhadap ancaman masya rakat yang akan menutup akses ke perusahaan selama tiga hari (del/dol)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved