Tribunners
Strategi Pelestarian Lakso sebagai Warisan Budaya Khas Bangka Selatan
Lakso Kota Toboali atau dikenal juga dengan lakso urang Habang ini populer pada tahun 1940
Oleh: Dwikki Ogi Dhaswara, S.Sos. - Pamong Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan
"Memasak adalah semua tentang manusia. Makanan mungkin satu-satunya hal universal yang memiliki kekuatan untuk menyatukan semua orang. Tidak peduli budaya apa, di mana pun di seluruh dunia, orang makan bersama." -Guy Fieri.
KOTA Toboali merupakan daerah yang mengalami persentuhan budaya luar semenjak lama. Sumber daya alam seperti lada dan timah, mengantarkan ibu kota Kabupaten Bangka Selatan ini menjadi wilayah yang makmur. Selain itu, Kota Toboali juga memiliki keragaman makanan yang merupakan perpaduan dari ragam budaya masyarakat.
Salah satu makanan tersebut adalah lakso. Makanan tradisional lakso merupakan salah satu makanan khas Melayu Bangka yang sudah ada 120 tahun secara turun-temurun, khususnya di Kota Toboali. Lakso biasa dinikmati sebagai kuliner khas Kota Toboali dengan kuah santan yang menggunakan bumbu-bumbu rempah yang khas, dicampur dengan ikan dan ditaburi dengan bawang goreng. Lakso mudah ditemui di Kota Toboali, biasa dijual dengan sebutan satu cap yang berarti satu porsi lakso beserta kuahnya.
Seporsi lakso yang berkuah hangat memang membuat selera siapa pun yang menyantapnya jadi bersemangat sebelum beraktivitas. Apalagi lakso bisa dijajakan dengan harga yang ekonomis sehingga bisa disantap semua kalangan masyarakat. Tak mengherankan bila masyarakat Toboali sangat menyukai lakso. Cita rasa lakso juga kerap menggugah rasa penasaran para wisatawan yang ingin mencicipinya.
Lakso merupakan makanan yang harus mendapatkan perhatian lebih oleh setiap elemen masyarakat. Dampak modernisasi dapat memungkinkan akan adanya perubahan nilai budaya ke depan. Hal ini harus diwaspadai oleh setiap masyarakat akan arus globalisasi yang membawa budaya-budaya luar. Unsur tradisional dalam pembuatan lakso sudah menjadi keunikan tersendiri, ditambah dengan bumbu rempah-rempah yang menguatkan kualitas rasa menjadi idaman banyak orang.
Sejarah
Menurut keterangan maestro di Kota Toboali yang ditemui, bahwa lakso sudah ada sejak 3 generasi di atasnya yang diturunkan secara temurun dari kakek neneknya sekitar 120 tahun yang lalu, bahkan lebih. Lakso merupakan makanan dari perpaduan budaya Tionghoa dan Melayu yang ada di Bangka Belitung, khususnya Kota Toboali. Lakso lahir dari kebiasaan mengonsumsi mi dari orang-orang Tionghoa Bangka yang bertempat tinggal di Toboali yang mereka sebut miyan. Lakso sudah menjadi jajanan atau kuliner khas Kota Toboali. Hingga saat ini sudah diwariskan secara turun-temurun.
Lakso Kota Toboali atau dikenal juga dengan lakso urang Habang ini populer pada tahun 1940. Pembuatan lakso pada saat itu dijadikan sebagai mata pencarian utama. Dahulunya lakso pertama kali dibuat menggunakan kain dan batok kelapa, dengan cara diperas menggunakan kain yang melapisi batok kelapa yang dilubangi agar pembuatan mi laksonya tersaring halus. Pembuatan ini menggunakan cara yang tradisional, hingga kini dalam perkembangan zaman lakso terbuat dari kayu dan kaleng susu disebut dengan sangka.
Sejak dahulu, lakso dihidangkan dengan kuah santan berwarna putih kekuningan serta terasa gurih dan segar karena dicampur ikan yang sangat khas di Kota Toboali, yaitu ikan parang-parang. Ikan ini selalu menjadi pilihan utama untuk dijadikan sebagai kuah ikan di kuliner tradisional di Kota Toboali, di antaranya mi kuah ikan, empek-empek, kemplang, hate ikan, dan makanan lainnya.
Pelestarian
Lakso yang sudah menjadi jajanan atau kuliner khas Kota Toboali memiliki perbedaan dengan jenis laksa yang ada di Indonesia. Ada aneka jenis laksa di Indonesia. Meski bahan dasarnya sama, namun ada cita rasa mandiri dari kekayaan laksa.
Lakso di Kota Toboali atau dikenal dengan lakso urang Habang memiliki cita rasa kuah yang khas yang membuat perbedaan dengan jenis kuah laksa lainnya. Kuah lakso terbuat dari ikan parang-parang ditambah bumbu-bumbu khas lainnya. Hal ini membuat kuah lakso menjadi kental dan membuat cita rasa yang mandiri.
Dalam pelindungannya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan melalui Bidang Pembinaan Kebudayaan tahun 2023 melakukan upaya pelindungan dengan melakukan pencatatan lakso toboali sebagai pengetahuan tradisional dengan domain kemahiran membuat kerajinan tradisional, makanan/minuman tradisional, moda transportasi tradisional ke pusat data arsip Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia dengan nomor pencatatan PT19202300027. Hal ini bertujuan agar lakso mendapatkan perlindungan hukum dan pengakuan negara terhadap kekayaan intelektual komunal daerah.
Dalam pengembangannya, lakso cocok disajikan dalam acara hari-hari besar seperti dalam peringatan hari jadi Kabupaten Bangka Selatan, hari jadi Kota Toboali dengan diadakannya tradisi seribu dulang sebagai bentuk syukur terhadap hasil bumi. Hal ini dijadikan sebagai upaya pengayaan dan penyebarluasan informasi terhadap lakso. Sebagai promosi wisata kuliner lakso layak dijadikan sebagai salah satu objek yang dikenalkan dalam berbagai event pariwisata hingga media sosial seperti YouTube, Instagram, Facebook, TikTok dan lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.