Bangka Pos Hari Ini
Buaya Lempuyan Mengganas, Nelayan Waswas Turun ke Sungai
Sungai Lempuyang di Dusun Tanah Merah, Desa Baskara Bakti, Kabupaten Bangka Tengah merupakan lahan pencaharian nelayan setempat.
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sungai Lempuyang di Dusun Tanah Merah, Desa Baskara Bakti, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, merupakan satu di antara aliran sungai yang menjadi lahan pencaharian nelayan setempat.
Sungai itu dihuni kerang kepah, kerang lokan dan kepiting yang sering diburu nelayan.
Namun, nelayan setempat kini waswas turun ke sungai.
Mereka dikejutkan insiden seorang pemancing yang diterkam buaya di sungai tersebut.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (29/9/2023) lalu.
Yang menjadi korban adalah seorang anak berumur 13 tahun.
Dia pergi memancing bersama ayahnya.
Jasad sang anak ditemukan keesokan harinya, yaitu Sabtu (30/9/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS: Ayah di Bangka Tengah Saksikan Anaknya Diterkam Buaya
Baca juga: Waspada Musim Kawin Buaya, Pemancing Dikejar di Bangka Belitung, Namun Nasib Reptil Ganas Itu Tragis

Pada Senin (2/10/2023) kemarin, sinar matahari terasa sangat menyengat di seputaran Sungai Lempuyan.
Seorang pria tampak berdiri di tepi sungai.
Pandangannya tajam memandangi sungai selebar 5 meter yang membentang di hadapannya.
Sesekali matanya melirik ke arah rerimbunan pohon bakau yang tumbuh lebat di pinggir sungai.
Pria itu adalah Andri (40), dia adalah seorang nelayan tradisonal.
Bermodalkan sebilah parang di pinggang dan karung kecil sebagai tempat hasil tangkapan, Andri bersiap menyusuri Sungai Lempuyang menggunakan perahu kecil miliknya.
Andri merupakan satu dari sekian banyak masyarakat Desa Baskara Bakti yang menggantungkan hidupnya dari Sungai Lempuyang.
Setiap hari pada waktu yang sama, mulai dari pagi sampai siang, Andri mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dengan mencari ikan di Sungai Lempuyang.
“Selain memasang bubu untuk menangkap ikan, saya juga mencari kerang kepah, kerang lokan dan kepiting. Kalau kepiting di sini ukurannya besar-besar,” ujar Andri kepada Bangka Pos, Senin (2/10/2023).
Ia mengaku dalam sehari bisa mendapatkan 6 sampai 7 kepiting dan 20 kg kerang-kerangan yang semuanya ditangkap dari Sungai Lempuyang.
“Lumayanlah hasilnya bisa untuk menghidupkan anak dan istri,” kata Anmdri.
Namun beberapa hari terakhir, Andri diselimuti rasa waswas dan takut setiap akan turun ke Sungai Lempuyang yang lokasinya berjarak sekitar 1 kilometer dari Dusun Tanah Merah itu.
Hal ini menyusul tragedi tewasnya seorang bocah setelah dimangsa buaya, Jumat (29/9/2023) lalu di Sungai Lempuyang.
Bocah laki-laki bernama Rafles (13) tersebut disambar buaya saat memancing bersama sang ayah.
Jasadnya ditemukan keesokan harinya, Sabtu (30/9/2023).
“Sejak kejadian itu, sekarang saya agak takut juga kalau turun ke sungai yang agak dalam. Tapi bagaimana lagi, kita kan mencari nafkahnya di sungai. Sekarang lebih waspada dan hati-hati sajalah,” ucap Andri.
Kejadian pertama
Hilir Sungai Lempuyang langsung menuju Laut Lempuyang, sedangkan hulu dari sungai ini mengalir ke Desa Cambai, Jelutung
hingga ke Belilik, Bangka Tengah.
Rute menuju lokasi sungai itu melewati perkebunan sawit dengan kondisi tanah merah di sepanjang jalan dan tanah berpasir di daerah tepi sungai.
Menurut Andri, Sungai Lempuyang memang dihuni banyak buaya.
Bahkan saat memancing dia sering melihat buaya muncul di hadapannya.
Peristiwa serangan buaya yang menewaskan seorang bocah itu, membuat Andri kaget.
Pasalnya kejadian ini baru pertama kali terjadi.
“Walau banyak buayanya, baru kali ini ada kejadian buaya menyerang warga di Sungai Lempuyang,” tukas Andri.
Serupa diungkapkan Apong (27), warga Dusun Tanah Merah, Kecamatan Namang.
Sejak dulu kata Apong, Sungai Lempuyang memang banyak buayanya.
“Sejak saya masih kecil, kabar-kabar kemunculan buaya di Sungai Lempuyang memang sudah sering terdengar,” ungkap Apong, Senin (2/10/2023).
Menurut Apong, warga setempat sudah terbiasa dan sering melihat kemunculan buaya di Sungai Lempuyang.
“Muara sungai itu memang sarangnya, banyak buayanya, macam-macam ada yang 2 meter, ada juga yang 4 meter,” terangnya.
Kendati dikenal banyak buaya, Apong menyebut banyak warga yang memancing di sungai tersebut, baik warga setempat maupun warga dari kampung tetangga seperti Desa Jelutung, Desa Belilik, Desa Namang dan Desa Air Mesu.
Apong menyebutkan, biasanya mereka datang memancing di sungai tersebut pada pagi, siang ataupun sore hari.
“Kalau malam jarang, mungkin ada lah satu dua orang,” jelasnya.
Namun Apong mengaku, peristiwa penyerangan buaya terhadap manusia beberapa hari lalu di Sungai Lempuyang adalah yang pertama kali.
“Dulu sungai itu dangkal, tapi sekitar 3 tahun lalu ada proyek pengerukan. Jadi sekarang lebih lebar dan lebih dalam,” imbuhnya.
Sementara Kepala Desa Baskara Bakti, Bachtiar menjelaskan Sungai Lempuyang merupakan salah satu tempat warga yang berprofesi sebagai nelayan mencari nafkah.
Lebih waspada
Bachtiar menjelaskan Sungai Lempuyang banyak dihuni ikan-ikan berukuran besar, kepiting bakau serta kerang-kerangan, yang ditangkap warga untuk dijual.
Namun kata Bachtiar, Sungai Lempuyang juga banyak berkeliaran buaya muara yang memeng dikenal ganas itu.
“Tapi kalau kejadian buaya menyerang manusia, setahu saya ini merupakan yang pertama di Sungai Lempuyang,” bebernya kepada Bangka Pos, Senin (2/10/2023).
Berkaca dari insiden ini, Bachtiar berharap warga desa agar lebih waspada saat beraktivitas di wilayah Sungai Lempuyang.
Kendati demikian, Bachtiar mengimbau masyarakat jangan terlalu resah.
“Saya juga mengimbau warga agar lebih waspada saat beraktivitas di Sungai Lempuyang,” tandasnya.
Dia juga mengajak masyarakat untuk sama-sama menjaga alam, agar makanan alami dari predator tersebut tetap terjaga.
6 Korban Meninggal Dunia
Sepanjang tahun 2023, telah terjadi sebanyak 8 konflik negatif antara buaya dan manusia di Pulau Bangka.
Konflik tersebut menyebabkan 6 orang meninggal dunia.
Jumlah tersebut merupakan data dari Resor Konservasi Eksitu Wilayah XVII Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan.
Kepala Resor Konservasi Eksitu Wilayah XVII BKSDA Sumatera Selatan, Ahmad Fadhli menyebutkan, kasus terakhir yakni kejadian yang menimpa anak asal Desa Baskara Bakti ketika menjadi korban terkaman buaya, saat memancing bersama ayahnya di Sungai Lempuyang, Bangka Tengah.
“Sekarang pemakaian bahasanya Interaksi Negatif (buaya vs manusia). Di Pulau Bangka sendiri, Januari dan Juni ada 2 kasus dalam 1 bulan, sedangkan Maret, Mei, Juli, September masing-masing 1 kasus,” ujar Ahmad Fadhli, Senin (2/10/2023).
Ia menambahkan, selama periode Januari-September 2023 konflik negatif antara buaya dan manusia tersebut menyebabkan 6 korban meninggal dunia.
“Itu jelas meningkat, karena tahun 2022 hanya ada tiga korban jiwa dengan jumlah kasus 10 kali konflik negatif,” jelasnya.
Ahmad juga menjelaskan, tingginya kasus itu tidak terlepas dari kondisi geografis Pulau Bangka yang mejadi habitat buaya jenis muara.
“Habitat utama buaya muara ini memang di sekitaran sungai-sungai hingga tepian laut atau muara. Itu kan banyak di sini, jadi kami meminta masyarakat untuk waspada,” imbuhnya.
Untuk itu, BKSDA terus berkomunikasi dengan semua stakeholder untuk melakukan pencegahan sehingga konflik negatif itu bisa dihindari.
Ahmad mengungkapkan, pencegahan itu mulai dari pemasangan spanduk imbauan di dekat titik lokasi yang rawan, sehingga agar
masyarakat tidak beraktivitas di kawasan yang menjadi habitat buaya.
“Kemudian kita juga terus memberikan sosialisasi dan mengingatkan masyarakat tidak mencari ikan dengan metode setrum atau racun. Terus diimbau tidak membuang isi perut dan sisa ikan di kawasan habitat buaya, karena itu merupakan pakan utama buaya,” pungkasnya.
Habitat Rusak Akibat Tambang Liar
Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung berpendapat, maraknya konflik negatif antar buaya dan manusia di
Pulau Bangka saat ini, tidak terlepas dari semakin rusaknya habitat asli satwa liar tersebut.
Manager Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Endy R Yusuf menjelaskan, rusaknya habitat buaya salah satu faktornya yakni semakin maraknya penambangan liar yang mencemari aliran sungai.
“Bisa dibilang kan baru akhir-akhir ini sering terjadi kasus (buaya dan manusia) itu, padahal dari dulu buayanya ada, orang yang mancing juga banyak. Kalau ditanya penyebabnya, karena rusaknya aliran sungai yang jadi habitat buaya,” ujar Endy R Yusuf saat dihubungi Bangka Pos, Senin (2/10/2023).
Menurut Endy, rusaknya habitat buaya muara itu berakibat pada terputusnya rantai makanan, yang pada akhirnya membuat reptil tersebut lebih agresif ketika berjumpa dengan manusia.
“Satwa liar itu, sebuas apapun, seharusnya ketika bertemu manusia pasti menghindar. Karena mereka tahu, manusia bukan
makanannya, lalu kenapa mereka menyerang, karena makanan itu hilang, mau tidak mau mereka menerkam manusia yang ditemui,” tegasnya.
Untuk itu, ia berharap agar masyarakat ikut menjaga ekosistem satwa liar, agar tidak terjadi konflik dengan manusia yang bisa menimbulkan korban.
“Kami merasa, karena sering terjadinya konflik ini, membuat warga justru menangkap buaya-buaya itu. Tapi tidak pernah memikirkan habitatnya. Padahal, penyebab utamanya karena rumah mereka (buaya) rusak,” beber Endy.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar masyarakat lebih waspada ketika beraktivitas di daerah aliran sungai, terutama ketika menjelang
malam hari pada masa musim kawin buaya seperti saat ini.
“Ini termasuk musim kawin, jadi buaya akan lebih agresif. Hindari juga kawasan habitat buaya ketika menjelang malam, karena mereka nokturnal, jadi mereka lebih agresif saat malam,” pungkasnya. (w4/w1/u2)
Bangka Pos Hari Ini
Sungai Lempuyang
Desa Baskara Bakti
Dusun Tanah Merah
buaya
BKSDA Bangka Belitung
Alobi Foundation
Usai Isi DRH, 2.888 Pegawai Non-ASN Pemprov Babel Diangkat jadi PPPK Paruh Waktu Tanpa Tes |
![]() |
---|
Setiap Hari Polres Bangka Terbitkan 600 SKCK untuk Kebutuhan PPPK Paruh Waktu |
![]() |
---|
Nanggala dan Halilintar, Dua Satgas Timah yang Mengawasi Pertimahan di Babel |
![]() |
---|
Bocor 100 Ton Timah per Minggu, Kolektor Timah Ilegal Jadi Target Operasi Satgas |
![]() |
---|
Satgas Bidik Kolektor Timah Ilegal, Dua Tahun Diduga Terjadi Kebocoran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.