Anwar Usman Gugat Ketua MK yang Baru Suhartoyo Ke PTUN Jakarta, Adik Ipar Jokowi Melawan?
Hakim Konstitusi Anwar Usman menggugat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: fitriadi
BANGKAPOS.COM -- Hakim Konstitusi Anwar Usman menggugat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan tersebut tercatat dalam sistem informasi penelusuran perkara PTUN Jakarta dengan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya yang diajukan pada Jumat (24/11/2023), Anwar Usman menyebut Suhartoyo sebagai tergugat dalam perkara ini.
Sebelumnya, Anwar Usman juga mengajukan surat keberatan terkait pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK penggantinya.
Surat tersebut diajukan ke MK oleh tiga kuasa hukum Anwar Usman pada 15 November 2023.
Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, membenarkan adanya surat keberatan yang diajukan Anwar Usman.
"Ya betul, ada surat keberatan dari Yang Mulia Anwar Usman atas surat keputusan nomor 17 tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Yang Mulia Suhartoyo sebagai ketua MK 2023-2023," kata Enny, saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Surat itu meminta pembatalan dan peninjauan kembali keputusan pengangkatan Suhartoyo.
Surat keberatan tersebut dikirimkan kepada MK berdasarkan hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Surat tersebut disampaikan oleh 3 kuasa hukum Yang Mulia Anwar Usman bertanggal 15 November 2023," ujar Enny.
Surat jawaban dari MK sudah dikirimkan kepada kuasa hukum Anwar Usman sebagai tanggapan terhadap keberatan tersebut.
Pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK baru dilakukan setelah pemecatan Anwar Usman oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
MKMK memerintahkan pemilihan ketua baru, dan Suhartoyo terpilih dalam waktu 2x24 jam.
Meskipun Suhartoyo menjawab surat keberatan Anwar Usman dengan menyatakan bahwa proses pemilihan ketua MK dilakukan sesuai prosedur dan perundang-undangan yang berlaku, Anwar Usman tetap memilih untuk mengajukan gugatan ke PTUN untuk menyoroti kejanggalan dalam putusan MKMK.
Sebagai informasi, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
Imbasnya, adik ipar Presiden Jokowi itu dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK.
MKMK kemudian memerintahkan MK melakukan pemilihan ketua baru dalam waktu 2x24 jam, hingga terpilihlah hakim Suhartoyo sebagai Ketua MK baru pengganti Anwar Usman.
Sikap Anwar Usman
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan putusan atas pelaporan adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi pada Selasa (7/11/2023) kemarin.
Salah satu isi Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Sekretaris MKMK Wahiduddin Adams dan Anggota MKMK Bintan R. Saragih tersebut, yakni menjatuhkan sanksi memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Atas putusan tersebut, Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan keterangan di hadapan para awak media dengan didampingi oleh Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan pada Rabu (8/11/2023).
Ia menyebutkan beberapa pernyataan sikap atas pemberhentian dirinya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Pada penyampaian keterangan ini, Anwar menyatakan dirinya merupakan hakim konstitusi yang sebelumnya merupakan hakim karier yang berasal dari Mahkamah Agung.
Untuk itu, dirinya akan sepenuhnya tetap patuh terhadap asas-asas dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Sedari awal, sejak menjadi hakim dan hakim konstitusi, saya mengatakan jika seorang hakim memutus tidak berdasarkan hati nuraninya, maka sesungguhnya dia sedang menghukum dirinya sendiri, dan pengadilan tertinggi sesungguhnya adalah pengadilan hati nurani. Oleh karena itu, saya sebagai hakim akan bertanggung jawab kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,” ungkap Anwar.
Mengenai Putusan Majelis Kehormatan MK, Anwar mengungkapkan meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma, terhadap ketentuan yang berlaku.
“Namun, sebagai Ketua MK saat itu, saya tetap tidak berupaya untuk mencegah atau intervensi terhadap proses, atau jalannya persidangan Majelis Kehormatan MK yang tengah berlangsung,” ujarnya.
Anwar juga menyampaikan perkara pengujian UU di MK adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi, atau individual yang bersifat privat.
“Maka, berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum yang berlaku, pertanyaannya adalah: apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan public, atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula? Atau saya harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri? Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itu saya lakukan, maka sama halnya, saya menghukum diri sendiri, karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai Hakim dalam memutus perkara. Bahkan, secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut. Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya MKMK telah menerima 21 laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Atas laporan tersebut, MKMK menggelar serangkaian sidang pemeriksaan dan mendengarkan keterangan ahli serta saksi. Salah satunya dihasilkan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atas Terlapor Ketua MK Anwar Usman yang dilaporkan oleh Denny Indrayana dkk.
Dalam putusan tersebut, MKMK memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.(*)
| Sosok Saut Situmorang, Mantan Wakil Ketua KPK Tantang Polisi Debat 3 Hari Polemik Ijazah Jokowi |
|
|---|
| Profil Johanis Tanak Sindir Habis Pejabat Tak Puas dengan Gaji: Berhenti Aja Jadi Pegawai |
|
|---|
| Rekam Jejak Komjen Setyo Budiyanto, Ketua KPK Dimutasi Kapolri jadi Pati Itwasum Polri, Akpol 1989 |
|
|---|
| Harta Kekayaan Fitroh Rohcahyanto, Wakil Ketua KPK Usul Parpol Dapat Dana Besar dari APBN |
|
|---|
| Sosok Fitroh Rohcahyanto, Pimpinan KPK Usul Parpol Dapat Dana Besar dari APBN agar Tak Korupsi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.