Derap Nusantara

Mengulik Mahumbal, Masakan Rasa Unik Khas Suku Dayak

Mahumbal nama yang mungkin masih asing di telinga banyak orang, namun di dalamnya mengandung kekayaan budaya yang tak ternilai

Antara
Masyarakat dayak meratus menyiapkan mahumbal nasi di buluh (membakar nasi di bambu) saat tradisi maliyu (menangkap ikan) di Dusun Pantai Mangkiling, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. 

Dengan setiap gigitan nasi aromatik yang terasa, cerita panjang sebuah komunitas dan kehidupan masa lalu pun turut terungkap.

Kuliner IKN

Pemerintah telah memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang menjadi daerah penyangga IKN Nusantara Kaltim, dengan jarak 217 kilometer, dapat ditempuh kurang lebih 5--8 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor.

Secercah harapan dan keberkahan bagi masyarakat Borneo atau Kalimantan terkait pemindahan Ibu Kota Negara tersebut.

Masyarakat Kalsel berharap dapat mengoptimalkan sumber daya budaya, alam, dan kuliner, seperti Mahumbal.

Masyarakat Suku Dayak Meratus Kalsel berpeluang mendapatkan anugerah atas keberadaan IKN Nusantara itu.

Kalsel yang dijuluki “Bumi Lambung Mangkurat” sebagai etalase IKN Nusantara, turut berbenah untuk mengoptimalkan sumber daya manusia serta sumber daya alam termasuk potensi budaya dan kearifan lokal sukunya.

Salah satu daya tarik kearifan lokal Dayak Meratus, yakni tradisi Mahumbal yang berpeluang menjadi kuliner khas Kalsel sehingga pemerintah daerah setempat melalui Festival Mahumbal menjadikan kegiatan itu agenda tahunan yang diselenggarakan di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Terlebih, masyarakat suku Dayak Pegunungan Meratus memiliki tradisi memasak yang hingga kini masih dilestarikan secara turun temurun, yakni mahumbal dengan iwak bapalan.

Dahulu, mahumbal ini menjadi alat utama untuk memasak di setiap rumah karena pada masa tersebut belum ada alat masak modern seperti sekarang. Mahumbal dengan iwak bapalan menjadi satu-satunya masakan yang mereka miliki, ungkap Ketua Posko Meratus Kasman Susanto.

Tradisi memasak khas Suku Dayak ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Pegunungan Meratus. Hingga kini, tradisi ini masih dipraktikkan ketika mereka membuka ladang, berburu, atau berada di dalam hutan.

Bahan masakan yang digunakan untuk mahumbal berasal dari alam, terutama yang ditemukan di hutan. Bambu jenis buluh digunakan sebagai alat memasak, sedangkan bumbu penyedap rasanya berasal dari daun sangkulipat yang memberikan rasa asam seperti tomat serta rempah-rempah lainnya yang juga diperoleh dari alam.

Pohon bambu buluh yang digunakan biasanya berumur 4 sampai 6 bulan. Bambu ini dipotong menjadi satu ruas dan dimasak selama 15 sampai 20 menit tergantung besar-kecil perapiannya.

Tak hanya berperan dalam aktivitas sehari-hari, mahumbal juga memiliki fungsi dalam ritual adat Suku Dayak Meratus, salah satunya dalam ritual “Basahut Janji”.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved