Profil Butet Kartaredjasa, Seniman yang Kritik Pedas Pemerintahan Jokowi, Sebut Muak karena Memihak
Kiritikan itu dilontarkan oleh Butet Kartaredjasa lewat pantun yang ia bacakan pada Hajatan Rakyat Yogyakarta untuk Ganjar-Mahfud di alun-alun Wates,
Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM -- Seorang seniman asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa memberikan kritik pedas terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kiritikan itu dilontarkan oleh Butet Kartaredjasa lewat pantun yang ia bacakan pada Hajatan Rakyat Yogyakarta untuk Ganjar-Mahfud di alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai informasi, Butet adalah salah satu tokoh yang hadir di kampanye akbar pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 3 yang berlangsung di Wates.
Tidak seperti tokoh ataupun juru kampanye yang menyampaikan orasi, Butet membaca pantun dengan gaya khas deklamator.
Isinya tajam, langsung tertuju pada Presiden Joko Widodo.
Ia menyorot kegagalan revolusi mental, soal keberpihakan pada salah satu pasangan calon, dan kritik terkait memperdaya konstitusi.
Belum lagi kritik pada proses pemilu yang diwarnai agitasi pasangan calon lewat sembako.
Dalam salah satu bait pantunnya, pemerintah sekarang terkesan tunduk pada konglomerat.
"Seharusnya kita hormati yang memimpin negara. Tapi maaf kita muak karena dia memihak," kata Butet membaca salah satu bait pantun bikinannya, Minggu (28/1/2024).
Berikut pantun yang dibaca Butet:
Pantun Hajatan Rakyat
Ada kucing nggondol iwak bawal.
Aku marah tak lempar sandal.
Jokowi maunya revolusi mental.
Tapi gagal terjungkal-jungkal.
Kucingnya kabur kakinya pincang.
Ingin terbang tak bisa melayang.
Ngakali survei supaya menang.
Pun jika menang karena main curang.
Satu satu aku sayang ibu.
Dua dua aku sayang ayah.
Untunglah jokower merasa ketipu.
Penampilannya lugu ternyata licik ngakali mahkamah.
Wong edan gondal gandul tanpo cawat.
Bagi mereka, tuanku adalah konglomerat.
Totkaca tulangnya besi, ototnya kawat.
Bagi Ganjar Mahfud, tuanku adalah rakyat.
Profil Butet Kartaredjasa
Butet Kartaredjasa adalah seniman yang lahir di Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia, pada 21 November 1961.
Ia memiliki nama lengkap Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa.
Butet Kartaredjasa dikenal sebagai seorang seniman Indonesia, karena memang ia dibesarkan di lingkungan keluarga seniman.
Butet Kartaredjasa merupakan anak dari Bagong Kussudiardjo, seorang seniman legendaris.
Selain itu, Butet juga merupakan kakak dari Djaduk Ferianto yang juga berprofesi sebagai seniman.
Butet Kartaredjasa sendiri dikenal sebagai seniman yang bisa menirukan berbagai suara tokoh.
Memang ia sudah memiliki ketertarikan terhadap dunia seni sejak kecil.
Hingga kini, ia masih suka menonton tobong dan membatik.
Karier
Pada awalnya, Butet Kartaredjasa menjadi seorang penggambar vignet.
Selain itu, ia juga menjadi penulis freelance untuk liputan masalah-masalah sosial budaya, baik di media lokal maupun nasional.
Butet juga terjun di dunia seni peran.
Dirinya pernah tergabung dengan berbagai teater mulai tahun 70-an hingga sekarang.
Di televisi, Butet Kartaredjasa pernah memainkan peran sebagai Si Butet Yogya (SBY) dalam Republik Mimpi yang tampil di Metro TV.
Sejak tahun 2010, Butet Kartaredjasa bersama Slamet Rahardjo dan Cak Lontong bermain dalam program Sentilan-Sentilun yang tayang di Metro TV.
Ia juga membintangi berbagai judul film layar lebar.
Bersama Agus Noor dan Djaduk Ferianto, ia menggagas Indonesia Kita pada 2011.
Kecewa Putusan MK, Butet Kartaredjasa Surati Jokowi
Seniman Butet Kartaredjasa mengirimkan surat secara pribadi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tanpa bermaksud menggurui, dalam suratnya, Butet yang mengaku sedih hanya ingin mengingatkan Presiden Jokowi selagi masih ada kesempatan.
Seniman asal Yogyakarta ini mengawali surat tersebut dengan keresahannya setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi soal usia calon presiden dan calon presiden,
hal tersebut membuat Gibran Rakabuming Raka berpotensi maju dalam Pilpres 2024.
Menurut Butet, jika Gibran melenggang menjadi calon wakil presiden dan berpasangan dengan Prabowo Subianto, disebutnya sebagai awal mula bencana moral.
"Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa."
"Rakyat punya kecerdasan 'membaca' yang tersembunyi di balik semua itu," kata Butet dalam surat pribadi untuk Presiden Jokowi, yang sudah dizinkan untuk dikutip Kompas.com pada Sabtu (21/10/2023).
Putra dari seniman kenamaan Bagong Kussudiardjo ini kemudian mengatakan, ia tidak ingin warisan (legacy) yang dibawa Presiden Jokowi akan rontok karena adanya fenomena ini.
Melalui surat tersebut, Butet juga terus mengungkapkan harapannya akan sosok pemimpin ideal yang dinilai hampir dipenuhi oleh Jokowi.
Apalagi, ia mengatakan, bersama kawan-kawan telah berjuang sejak tahun 1998 untuk melahirkan seorang presiden yang pantas dijadikan tauladan yang baik di Indonesia, yang bisa dimiliki bangsa Indonesia sepanjang sejarah.
"Saya sungguh tidak ingin legacy njenengan sebagai 'role model' pemimpin yang baik akan rontok."
"Sejak 1998, kami berjuang untuk lahirnya seorang presiden yang pantas dihadikan contoh, barometer, tauladan, yang bisa dimiliki bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya," ujar Butet.
"Sekarang kami sudah memiliki, yaitu njenengan (Pak Jokowi)."
"Tinggal setahun lagi njenengan bekerja seperti kemarin-kemarin, kebanggaan itu akan abadi," katanya lagi.
Oleh karenanya, secercah harapan harapan diselipkannya melalui surat tersebut agar Jokowi lebih peka tanpa ingin mendikte keputusan seorang presiden.
Butet percaya bahwa Jokowi memiliki pemikiran dan insting yang tajam, yang akhirnya bisa memberikan yang terbaik untuk memenuhi harapan semua pihak yang bekerja di ranah kebudayaan.
"Dari tempat kami bekerja, saya hanya bisa mengingatkan selagi kesempatan itu masih ada."
"Saya tidak berpartai, tidak punya power apa pun, kecuali dengan ikhlas membantu njenengan (dari jauh) demi kebaikan bersama."
"Bantuan yang hari ini bisa saya berikan yaitu ngelingke (mengingatkan)," kata Butet.
Menutup surat pribadinya, Butet Kartaredjasa menyelipkan peribahasa Jawa, yang pada intinya mengingatkan soal asal manusia dan ke mana manusia itu akan kembali nantinya.
Selain itu, ia mengatakan keinginan yang berlebihan bukan hanya membuat lupa diri.
Tetapi, membuat rasa kemanusiaan turun.
"Eling sangkan paraning dumadi. Selalu waspada bahwa melik kuwi nggendhong lali," tulis Butet Kartaredjasa.
(Bangkapos.com/Tribun-Medan.com/Kompas.com)
Profil Profesor Udin Calon Wali Kota Pangkalpinang Peraih Suara Terbanyak Versi Quick Count |
![]() |
---|
Biodata Marshella Aprilia Selebgram yang Disorot Seusai Pratama Arhan Gugat Cerai Azizah Salsha |
![]() |
---|
Pasar Pagi Pangkalpinang Ramai di Hari Pilkada Ulang, Sebagian Pedagang Akui Tidak Mencoblos |
![]() |
---|
Heboh Bocah Terjepit Eskalator di Mal Palembang |
![]() |
---|
Kembalinya Struick dan Hadirnya Debutan Dion Markx ke Timnas U23 Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.