Berita Bangka Barat

Ini Wilayah Operasi Kawanan Bajak Laut di Perairan Bangka, Terkenal Sadis, Berhasil Dibekuk Polisi

Seperti empat titik daerah kerja para pelaku ini, Sungsang, Tempilang, Pulau Nangka, dan Selat Bangka. Para tersangka perompak ini

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: fitriadi
bangkapos.com/Riki Pratama
Keempat tersangka perompakan kapal nelayan, Hidayat alias Dayat (28), Mat Raye alias Mat, Krisna Alias Nyonya (21) dan Rudi (39) semuanya berasal dari Desa Sungsang II, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, mereka dihadirkan pada jumpa pers, Rabu (7/2/2024) di Mapolres Babar. 

Ini memungkinkan para pedagang Muslim untuk melakukan perdagangan di Nusantara melalui jalur seperti Aceh, Selat Malaka, dan wilayah Melayu lainnya. Sriwijaya memiliki kontrol yang kuat atas para bajak laut ini, terutama untuk menjaga keamanan laut dan memastikan kelancaran perdagangan ke ibu kotanya.

Sriwijaya juga mengendalikan lalu lintas transportasi laut yang menghubungkan India dan Cina pada abad ke-7 hingga ke-11.

Namun, setelah Sriwijaya jatuh, kontrol atas bajak laut tersebut mulai berkurang.

Tidak ada catatan pasti tentang bagaimana kebijakan bekas penguasa Sriwijaya saat menjadi vasal Majapahit di abad-abad berikutnya.

Akibatnya, aktivitas bajak laut semakin meningkat di perairan tersebut.

Periode berikutnya menyaksikan perubahan dari kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra menjadi kesultanan Islam.

Penguasa setempat beralih agama menjadi Muslim atau digantikan oleh penguasa muslim lainnya.

Salah satu contohnya adalah Palembang, yang pada saat itu menjadi tempat pelarian orang-orang Kesultanan Demak selama konflik.

Raja Ki Mas Hindi kemudian memutuskan hubungan dengan Pulau Jawa, membentuk kesultanan baru yang meliputi Sumatra Selatan, Bangka, dan Belitung.

Namun, kesultanan ini juga harus menghadapi masalah lama yang sebenarnya bisa ditangani oleh Sriwijaya, yaitu keberadaan bajak laut.

Banyak bajak laut yang beroperasi di perairan timur Sumatra Selatan, tinggal secara nomaden di atas kapal, dan singgah di perairan dangkal atau pesisir untuk waktu yang singkat. Di Bangka Belitung, mereka dikenal sebagai lanun yang mengganggu kapal dagang dan nelayan, bahkan melakukan aktivitasnya di perairan air tawar seperti Sungai Musi di Sumatra Selatan.

Menurut Fithrorozi, seorang budayawan Belitung, lanun sebenarnya adalah suku Iranun yang berasal dari Filipina Selatan dan terkenal sebagai bajak laut di Asia Tenggara sejak abad ke-18.

Fithrorozi dari budayawan Belitung mengatakan, Lanun sebenarnya adalah suku Iranun yang asalnya dari Filipina Selatan. Mereka dikenal sebagai bajak laut di Asia Tenggara sejak abad ke-18.

Sejatinya, tidak semua orang suku Lanun adalah bajak laut, hanya saja stereotip yang digaungkan oleh kolonial Belanda.

"Sehingga muncul banyak folklor yang menjadikan Lanun sebagai tokoh antagonis," terangnya. "Meskipun jika dirunut toponimi, pulau kecil menujukan Lanun, tidak sepenuhnya bajak laut. Dari Filipina Selatan mereka ke Belitung. Bisa jadi Belitung sudah lama menjadi melting point bagi pengarung samudra." Ujarnya seperti dikutip dari Nationalgeografic.grid.id

Halaman
1234
Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved