Pemilu 2024

Menelisik Netralitas Petugas Pemilu 2024, Jung Sin Kaget Disebut Terafiliasi Calon DPD dan Parpol

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi ujung tombak pelaksanaan Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu.

Penulis: M Zulkodri | Editor: M Ismunadi
Bangkapos.com/Dokumentasi
ILUSTRASI - Pelaksanaan Pemilu 2024 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 14 Februari 2024 

BANGKAPOS.COM, BANGKA – Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi ujung tombak pelaksanaan Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu.
 
Isu netralitas turut menyasar mereka yang bertugas pada hari H atau pencoblosan tersebut.
 
Di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, setidaknya ada
4.354 petugas KPPS yang direkrut dan bertugas di 622 Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Diklaim, pengawasan ketat telah dilakukan mulai dari proses rekrutmen hingga pelaksanaan tugas para KPPS.
 
Tujuannya tidak lain agar pemilu bisa berjalan jujur, adil, bebas, umum dan rahasia.

Dalam pemilu kali ini, KPU menetapkan kebijakan baru mengenai batasan usia anggota KPPS ini.
 
Kebijakan itu termaktub dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan ayat 2 PKPU No. 8 Tahun 2022 yang berbunyi syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, dan KPPS meliputi berusia paling rendah 17 tahun dan maksimal 55 tahun.
 
Beleid ini merujuk pada pengalaman pemilu 2019 dimana banyak petugas KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan.  

Selain itu, syarat bagi anggota KPPS adalah bukan anggota partai politik. Syarat ini yang kemudian menjadi sorotan berkaitan dengan netralitas dalam Pemilu 2024.

Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Ketapang Kecamatan Pangkalbalam Maulid mengakui ada calon anggota KPPS yang terafiliasi dengan partai politik dan nama mereka terdaftar sebagai anggota partai.
 
Orang-orang tersebut terdaftar dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) milik KPU. 

Satu di antara mereka yang terdaftar dalam Sipol dan Silon KPU adalah Jung Sin, yang kemudian adalah Ketua KPPS TPS 03 Kelurahan Ketapang Kecamatan Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang.

Jung Sin membenarkan namanya terdata dalam Sispol sebagai pendukung Alexander Fransiscus yang maju sebagai calon anggota DPD.
 
Pria berusia 51 tahun ini pernah menjadi pengurus anak cabang Partai Hanura pada tahun 2000-an. Dia lupa tahun pastinya.
 
Namun, dia mengaku tidak pernah aktif lagi dan sudah menyatakan keluar dari Partai Hanura pada 2010 lalu.  

Jung Sin yang pernah menjadi anggota KPPS pada pemilu 2019 lalu mengakui mengenal Alexander karena pernah aktif di partai yang sama.
 
“Makanya saya bingung kok nama saya masuk di dalam Silon? Saya langsung klarifikasi ke pihak Pak Alexander,” katanya.

Anggota KPPS lainnya Sinta tercatat sebagai kader Partai Garuda. Perempuan berusia 26 tahun ini menduga namanya dicatut Partai Garuda karena merasa tidak pernah mendaftar sebagai kader partai tersebut.
 
“Saya tidak tahu sama sekali. Tiba-tiba pas daftar jadi anggota KPPS nama saya masuk dalam Sipol anggota partai Garuda. Lah, saya bingung kok bisa?” ujarnya.

Nama Sinta nyaris dicoret sebagai anggota KPPS.
 
Dia berhasil lolos setelah mengantongi surat pernyataan dari Partai Garuda.
 
“Itupun sampai tiga kali buat surat pernyataan karena narasinya menurut petugas PPS saya seolah-olah anggota partai,” kata Sinta yang menjadi anggota KPPS TPS 02.

Tidak mudah
 
Ketua PPS Kelurahan Ketapang Kecamatan Pangkalbalam Maulid mengakui tak mudah mengklarifikasi netralitas para anggota KPPS ini.
 
Menurutnya, sebagian anggota KPPS merasa namanya dicatut oleh partai politik atau calon anggota DPD.
 
“Bahkan ada yang marah-marah dan protes sama kami karena nama termasuk NIK mereka masuk jadi anggota partai atau Silon dukungan calon contoh DPD perorangan,” ujar Maulid.

Karena itu, Maulid mengatakan proses klarifikasi rekam jejak calon anggota KPPS ini tidak cukup hanya sebatas administrasi.
 
Dia juga melakukan pembuktian silang langsung ke lapangan.
 
“Kami tidak mau di kemudian hari bermasalah. Kami sebagai PPS juga akan kena imbasnya,” katanya.

Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Kota Pangkalpinang, Wahyu Saputra juga senada.
 
Meski lolos secara administrasi, dia beranggapan anggota KPPS tersebut bukan berarti tidak bermasalah.
 
“Apakah menjamin mereka netral dan bukan partisipatif bermain mata dengan para kontestasi baik caleg maupun parpol, hal itu terjawab dengan adanya wawancara dilakukan saat perekrutan,” ujar Wahyu.

Begitu juga kalau calon anggota KPPS lolos tahap wawancara.
 
Bawaslu tak berani menjamin anggota KPPS bisa berlaku netral.
 
Karena itu, Bawaslu berharap saksi dari partai politik dan masyarakat berperan aktif mengawasi pelaksanaan pemungutan suara di TPS.
 
Bila ada pelanggaran, Bawaslu berharap saksi bisa segera melaporkannya.

Di Kota Pangkalpinang, Wahyu menerangkan, ada dua metode pengawasan yakni secara manual maupun digital.
 
Untuk pelaporan manual, masyarakat bisa memanfaatkan form A yang ada di kantor Bawaslu sementara pelaporan digital bisa melalui aplikasi Siwaslu. 

Aplikasi Siwaslu adalah metode pengawasan dari pemilu sebelumnya dan sudah terintegrasi di Bawaslu.
 
Sayangnya pelaporan menggunakan metode ini tidak dapat melampirkan peristiwa sehingga harus dilanjutkan pelaporan secara manual.
 
“Sebenarnya metode ini bukan pertama kalinya, kata kuncinya sebagai informasi awal, yang backupnya nanti tetap melalui Form A,” ujarnya.

Modus Pemilih Tambahan dan Khusus

Bawaslu sudah menengarai main mata anggota KPPS ini bisa terjadi saat Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).
 
DPTb adalah pemilih yang telah terdaftar dalam DPT di suatu TPS yang karena keadaan tertentu pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain.

Sementara itu DPK adalah warga yang belum terdaftar baik itu di DPT dan DPTb.
 
DPK disebut sebagai pemilih yang tidak terdata dalam DPT dan DPTb tetapi punya hak untuk memilih. 

Sesuai dengan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, pemilih DPTb dapat memberikan suara pada pukul 11.00 hingga 13.00.
 
Namun pemilih DPTb dapat mencoblos di pagi hari asalkan datang lebih pagi ke TPS.
 
Hal ini berbeda dengan pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang hanya diberikan waktu satu jam untuk mencoblos mulai pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat.

Potensi kecurangan bisa terjadi ketika pemilih DPTb mencoblos di pagi hari sehingga berpotensi mengurangi surat suara bagi pemilih DPT.
 
Wahyu mencontohkan apabila dalam satu TPS terdapat  300 pemilih DPT dan 10 orang DPTb.
 
Sesuai aturan, total surat suara di satu TPS adalah jumlah DPT ditambah 2 persen dari total DPT sehingga menjadi 306 surat suara.

“Pakai logika saja jika ketersediaan surat suara 306 maka DPT yang 300 kita asumsikan partisipatif dalam pencoblosan 100 persen ditambah 10 pemilih jalur DPTb pasti terdapat kekurangan surat suara sejumlah 4 surat suara. Ini belum ditambah pemilih DPK. Maka akan terjadi kekurangan surat suara,” terang Wahyu.

Karena itu Bawaslu mengingatkan petugas KPPS agar menjaga hak pemilih DPT terlebih dahulu baru kemudian memberikan sisa surat suara ke pemilih DPTb ataupun DPK.
 
Sebab, pemilih DPT tidak dapat dipindahkan ke TPS lain karena nama mereka sudah tercatat dan terdaftar di TPS asal.
 
Ini berbeda dengan pemilih DPTb ataupun DPK jika di surat suara di TPS tersebut tidak cukup maka dapat dialihkan ke TPS terdekat.

Potensi praktik culas lainnya ketika jumlah pemilih membludak pada hari pencoblosan.
 
Pemilih khusus ini adalah orang yang mempunyai hak pilih namun tidak terdaftar dalam DPT maupun DPTb.
 
Mereka bisa memilih hanya dengan menunjukkan identitas diri lewat KTP.
 
Bawaslu Kota Pangkalpinang sudah mengidentifikasi adanya ribuan pemilih khusus ini mulai dari pemilih pemula dan karyawan swasta yang mempunyai KTP dari luar daerah. 

Maulid juga mengendus adanya mobilisasi pemilih khusus ini.
 
Dia mengaku sudah menolak beberapa orang yang ingin mendaftar sebagai pemilih khusus setelah melewati tenggat waktu yang ditetapkan KPU.
 
“Saya bilang sudah tutup terkecuali yang bersangkutan bekerja. Ada surat dari perusahaan atau sedang berobat dalam keadaan sakit. Kami tunggu sampai H-7 hingga pukul 00.00 WIB,” ungkapnya.

Yang juga perlu diwaspadai juga adalah modus pindah jiwa pemilih.
 
Maulid mengatakan hal ini terjadi karena ada calon legislatif yang ingin dipilihnya dari daerah pemilihan lain.
 
“Terus ramai-ramai pindah jiwa itu diperbolehkan sampai hari H. Setelah selesai pemilu, kemudian kembali eksodus pindah jiwa di lokasi atau kediaman asalnya,” katanya.

Jumlah pemilih di Kota Pangkalpinang dipastikan bertambah dengan tambahan pemilih DPTb jelang hari pencoblosan.
 
KPU Kota Pangkalpinang mencatat ada 10.555 orang DPTb ke Provinsi Bangka Belitung sampai ditutupnya layanan pindah memilih pada 15 Januari lalu.
 
Sebanyak 3.199 orang tercatat  melakukan pindah  memilih atau lokasi tempat pemungutan suara (TPS) masuk ke Kota Pangkalpinang.
 
"Jumlah itu tidak jauh berbeda dengan DPTb pemilu 2019 kemarin. Nanti pemilih dalam DPTb ini bisa menggunakan hak pilihnya sama seperti pemilih dalam DPT," ujar Komisioner KPU Pangkalpinang Margarita.

Jumlah angka DPTb bisa bertambah. KPU membuka kesempatan pada 22 Januari sampai 7 Februari 2024 untuk empat persyaratan tertentu.
 
Mulai dari menjalankan tugas di tempat lain, menjalani rawat inap, tertimpa bencana dan menjadi tahanan rutan atau lapas.

KPU memberikan kemudahan bagi petugas KPPS untuk mengakomodasi pemilih tambahan ini.
 
Form pindah yang digunakan kali ini lebih gampang karena sudah terdapat keterangan masing-masing pemilih berhak mendapatkan berapa jenis surat suara.
 
Sesuai ketentuan, pemilih yang berasal dari luar Bangka Belitung, hanya mendapatkan surat suara untuk pemilihan presiden saja.
 
Sementara jika pemilih dari dalam Bangka Belitung yang pindah lokasi memilih dalam satu provinsi akan diberikan surat suara sebanyak lima jenis sesuai daerah pemilihan domisili terbaru di KTP.

Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafidz mengingatkan KPU untuk memperhatikan DPTb dan DPK ini.
 
Dia mengatakan, pencatatan DPTb dan DPK akan berdampak pada ketersediaan surat suara. “Ini belum lagi kita bicara TPS khusus di lingkungan kampus dan perusahaan-perusahaan on-site seperti tambang dan kebun," katanya.

Menurut Kahfi, isu DPK akan menjadi sangat krusial dibanding DPTb ini.
 
Sebab, dia menilai pemilih DPK bisa mencoblos menggunakan KTP tanpa terdaftar di DPT.  
 
"Ini sangat rawan mobilisasi pemilih besar-besaran untuk memenangkan kelompok politik atau paslon tertentu. Apalagi misalnya ada tekanan kepada KPPS untuk membiarkan mereka mencoblos tanpa melihat sisa surat suara yang ada," ujarnya.

Isu Intimidasi Aparat

Isu netralitas para petugas pemungutan suara Kembali mencuat saat beredar surat Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkalpinang Nomor R-05/L.9.10/Dsb/02/2024 tertanggal 7 Februari 2024 kepada Ketua KPU Kota Pangkalpinang.
 
Dalam surat ini, Kejari Pangkalpinang meminta KPU memberikan data nama Ketua KPPS, nomor WhatsApp aktif dan wilayah TPS Kecamatan-Kelurahan dan nama TPS.
 
Data ini disebut-sebut rawan disalahgunakan untuk mengintimidasi para petugas KPPS agar memilih kandidat tertentu.

Saat dikonfirmasi perihal surat itu, Kepala Kejari Kota Pangkalpinang Saiful Bahri Siregar belum menjawab pesan yang disampaikan melalui WhatsApp.
 
Sementara Komisioner KPU Pangkalpinang Margarita membenarkan adanya surat permohonan dari Kejari tersebut.
 
Dia membantah data tersebut dipergunakan untuk mendukung salah satu pasangan calon ataupun mengintimidasi anggota KPPS.
 
“Kami menghargai secara lembaga makanya kami kasih,” ucapnya.

Ketua KPPS TPS 13 Kelurahan Ketapang tidak tahu soal data pribadinya diserahkan ke Kejari Pangkalpinang.
 
Dia mengaku belum ada pihak yang menelpon dari orag kejaksaan atau yang mengaku dari kejaksaan.
 
Jung Sin juga buta soal permintaan Kejari tersebut.
 
Menurutnya, sejak jadi panitia pemungutan suara baru kali ini Kejari meminta data nomor teleponnya.  

Maulid yang mengaku heran dengan pemilu 2024 saat ini.
 
Menurutnya, pemilu tahun ini lebih ribet dari sebelum-sebelumnya.
 
“Tidak pernah ada sampai pihak Kejari minta nomor telepon atau WA. Terus secara kelembagaan apa tujuannya dan manfaatnya? Bingung juga kita ada apa?,” tanyanya.

Bimtek 

Guna meminimalisir penyelewengan, KPU menggelar bimbingan teknis bagi anggota KPPS di Asrama Haji Pemprov Bangka Belitung pada 25 Januari lalu.
 
Sayangnya, bimbingan teknis ini dianggap kurang memadai.
 
Maulid mengatakan, banyak anggota KPPS yang tidak faham mengenai masalah DPTb dan DPK dan sebagainya. “Mereka bilang tidak tahu,” kata Maulid. 

Maulid mencontohkan kasus pemilu 2019.
 
Ketika itu, banyak Anak Buah Kapal (ABK) yang protes karena tidak dapat memilih.
 
Karena itu, dia berharap kejadian tersebut tidak terulang lagi pada pemilu kali ini. 

Yani, petugas KPPS di Gabek mengaku bimbingan teknis yang digelar KPU masih kurang memadai.
 
Dia hanya menerima penjelasan soal DPTb dan DPK secara garis besar saja. “Tidak dibahas secara rinci, sebab katanya tidak mungkin seratus persen,” ungkapnya.

Hal yang sama dibenarkan Wartini, petugas KPPS lainnya.
 
Karena merasa kurang mendapatkan pemahaman yang mendalam dalam bimbingan teknis KPU, Wartini bertemu kembali dengan PPS.
 
Salah satu yang dibahas menurut Wartini soal surat suara sisa yang tidak terpakai.
 
Setelah dibuat berita acara berapa jumlah pemilih dan siapa yang meninggal.
 
Surat suara sisa akan diikat namun sebelumnya dikasih tanda silang dengan dicoret.

“Surat suara sisa akan dicoret dengan spidol dengan tanda silang, jadi tidak diganggu dan dimanfaatkan untuk kecurangan. Jadi hitungannya rusak, itu salah satu antisipasinya Itu instruksi dari PPS yang kami terima,” ungkap Wartini.

Kahfi mengatakan, diklat dan bimtek yang intensif penting untuk petugas KPPS agar kecurangan bisa dicegah.
 
"Ini penting agar KPPS bisa punya posisi yang jelas ketika menerima atau menolak pemilih DPK," katanya. 
 
Menurut Kahfi, petugas KPPS bisa menolak pemilih DPK dengan alasan ketercukupan surat suara.(Bangkapos.com/Zulkodri)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved