Bangka Pos Hari Ini

Sepi Aktivitas Usai Penangkapan Bos Smelter, Empat dari Lima Smelter Disebut Tidak Beroperasi

Empat dari 5 smelter yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022 disebut tak beroperasi

|
Editor: M Ismunadi
Bangkapos.com
Bangka Pos Hari Ini, Senin (26/2/2024). 

Kemudian, tersangka Tamron selaku pemilik CV VIP memerintahkan Achmad selaku manajer operasional tambang CV VIP untuk menyediakan bijih timah yang diperoleh secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.

Biji timah tersebut dikumpulkan di perusahaan yang dibentuk sebagai perusahaan boneka, yakni CV SEP, CV MJP, dan CV MB.

Kegiatan perusahaan boneka ini pun dibekali surat perintah kerja dari PT Timah Tbk agar kegiatan mereka mengangkut sisa hasil mineral timah secara borongan merupakan kegiatan legal.

Sepuluh hari berselang, pada Jumat (16/2/2024), penyidik kembali menetapkan lima tersangka baru.

Mereka adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias Riza selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021; Emil Ermindra alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018; dan Suwito Gunawan alias Awi selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Selain itu, ada Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang serta Hasan Tjie alias Asin/ASN selaku Dirut CV VIP.

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra adalah pihak yang menandatangani perjanjian dengan tersangka Suwito Gunawan alias Awi dan Gunawan alias MBG untuk penyewaan alat peleburan timah.

Suwito lalu memerintahkan Gunawan untuk mengumpulkan bijih timah yang diperoleh secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk dengan persetujuan PT Timah Tbk.

Timah tersebut lantas dijual kepada PT Timah Tbk.

Adapun untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, tersangka MBG atas persetujuan tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka, yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

Catatan penyidik, pada kurun waktu 2019-2022, PT Timah Tbk mengeluarkan biaya pelogaman sebanyak Rp 975,5 miliar.

Sementara uang yang dikeluarkan PT Timah Tbk untuk membayar bijih timah tersebut Rp 1,7 triliun.

Keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut diduga dinikmati tersangka Gunawan dan Suwito.

Tak juga berhenti, dua hari kemudian penyidik kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk.

Mereka adalah Kwang Yung alias Buyung Koba (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP dan Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS).

Kuntadi mengemukakan, BY diamankan di tempat persembunyiannya oleh penyidik.

Sebelumnya, dilakukan pemanggilan paksa terhadap BY karena mangkir sehingga lalu dikejar.
Yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik sebanyak tiga kali tanpa alasan.

Berbeda dengan BY, tersangka RI bersikap kooperatif.

Ia secara sukarela menemui penyidik di Kejagung, menyerahkan diri, dan mengakui semua perbuatannya.

Dari penyidikan, diduga tersangka BY dan RI bersama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias Riza telah mengakomodasi hadirnya petambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Senin (19/2), penyidik kembali menetapkan seorang tersangka berinisial RL (Rosalina).

RL adalah General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN) yang berada di Kota Pangkal Pinang. Tersangka RL merupakan tersangka ke-10 dalam kasus tersebut.

Dalam jabatannya tersebut, tersangka RL telah menandatangani kontrak kerja sama yang dibuat bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias Riza selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021 dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
 
Saksi langsung tersangka
 
Rabu (21/2) lalu, tim penyidik semula memeriksa Suparta (SP) selaku Direktur Utama di PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembang Usaha di perusahaan yang sama, sebagai saksi.

Status keduanya berubah menjadi tersangka seusai diperiksa.

Penyidik mengaku telah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk keduanya.

Dalam kasus Suparta dan Reza Ardiansyah, menurut penyidik keduanya sebagai direksi PT RBT menginisiasi pertemuan dengan Tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Dalam pertemuan itu, tersangka SP dan tersangka RA menentukan harga untuk disetujui Tersangka MRPT, serta siapa saja yang dapat melaksanakan pekerjaan tersebut.

Kegiatan ilegal tersebut disetujui dan dibalut oleh Tersangka MRPT dan Tersangka EE dengan perjanjian seolah-olah ada kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT Timah Tbk.

Tersangka SP dan Tersangka RA bersama-sama dengan Tersangka MRPT dan Tersangka EE menunjuk perusahaan-perusahaan tertentu sebagai mitra untuk melaksanakan kegiatan tersebut yaitu, PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN.

Pelaksana kegiatan ilegal tersebut selanjutnya dilaksanakan oleh perusahaan boneka yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS yang seolah-olah dicover dengan Surat Perintah Kerja pekerjaan borongan pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.

Catatan panjang penyidik, hingga kini ada 12 tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, terdapat seorang lagi yang menjadi tersangka perintangan penyidikan terkait kasus tersebut berinisial TT. Penetapan TT sebagai tersangka, pada Selasa (30/1/2024) terkait dengan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ), Pasal 21 UU Tipikor.

Tim penyidik menyebut tersangka TT melakukan upaya penghalang-halangan, seperti menggembok pintu tempat yang akan digeledah penyidik.
 
Audit Kerusakan Lingkungan

Direktur Eksekutif WALHI Babel, Ahmad Subhan Hafiz mengatakan kerugian negara terkait aktivitas tambang, baik legal maupun non-legal perlu dilakukan audit lingkungan.

Terlebih lagi kata dia, angka kerugian tersebut sangatlah fantastis, terutama di kawasan hutan.

Pihaknya pun mendorong untuk dilakukan moratorium pertambangan akibat adanya kerugian negara yang besar-besaran tersebut.

"Moratorium pertambangan itu kan sebenarnya penghentian sementara akitivitas pertambangan. Lalu mengaudit semua dampak kerusakan lingkungan yang ada," kata Hafiz, Kamis (22/2/2024).

Lebih lanjut, pihaknya pun memprediksi bahwa angka kerugian akibat aktivitas tambang yang terjadi selama ini memang besar seperti yang disampaikan oleh Prof Bambang Hero.

"Prediksi WALHI memang besar seperti itu kerugian negara akibat aktivitas tambang (timah-red) selama ini," sambungnya.

Apalagi kata dia, dampak dari pertambangan yang kian hari kian masif tidak diikuti dengan aktivitas pemulihan yang belum maksimal.

Hafiz menyebut, WALHI sangat berharap aparat penegak hukum (APH) semakin progresif dalam menegakkan hukum lingkungan.

"Jadi jangan sampai ada yang ditinggalkan. Artinya semuanya harus diaudit itu, para pengusaha tambang karena sudah ada fakta melawan hukum. Karena di kawasan hutan kan tidak boleh ada aktivitas (pertambangan) tersebut," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hafiz pun turut memaparkan data pemulihan lingkungan atau reklamasi yang dilakukan PT. Timah pada periode 2023 yang menargetkan sebanyak kurang lebih 400 hektar.

Akan tetapi, yang dapat terealisasikan pada tahun tersebut hanya sebanyak 273,73 hektar atau sekitar 68 persen dari rencana.

"Itu baru rencana (target). Kan luas lahan bekas tambang itu ada ribuan hektar. Pada tahun 2015-2022, yang terealisasi hanya sekitar 2.829 hektar. Sedangkan lahan kritis kita (Babel) ada sekitar 167.104 hektar, itu jumlah di tahun 2023," tuturnya.

Belum lagi berbicara akitivitas tambang yang bukan dilakukan oleh PT Timah Tbk yang menurut Hafiz langkah pemulihan lingkungan yang dilakukan kemungkinan lebih minim, apalagi yang ilegal.

Lebih lanjut, adanya kerusakan lingkungan tersebut juga memberikan dampak ke hal-hal lain seperti masalah limbah, konflik satwa liar dengan manusia, degradasi hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya flora fauna endemik dan lain-lain.

"Banyak kemudian persoalan di Bangka Belitung yang selama ini pemerintah kita belum melihatnya secara komprehensif," ujarnya.

Kemudian, kegiatan reklamasi atau pemulihan seperti penanaman pohon ataupun penebaran rumpon laut, WALHI melihat hal tersebut tidak efektif dan tidak relevan.

Hafiz menjelaskan, harusnya lahan pasca tambang tersebut dipulihkan dengan mengembalikan fungsi ekologisnya.
 
"Jadi kalau kita melihat lahan bekas tambang jadi pariwisata, itu solusi palsu lah dari pemerintah atau dari pihak perusahaan pertambangan," kata Hafiz.

WALHI mendorong, pemulihan yang dilakukan adalah yang berbasis biokultur yang mengintegrasikan nilai-nilai ekologi dan nilai-nilai budaya.

Kata dia, maksud dari hal itu adalah adanya pengetahuan rakyat yang menjadi faktor utama dari reklamasi itu sendiri.

"Maksudnya itu dengan memulihkan lanskap adat. Harusnya yang difungsikan pertama itu adalah keterlibatan masyarakat adat, baik itu dia nelayan, petani. Nah mereka lah yang paling mengetahui lanskap yang selama ini ada. Mereka yang lebih tau apa fungsi dari lanskap tersebut dan selama ini mampu mengelola alam itu dengan arif dan bijaksana. Itu yang perlu didorong kembali," jelasnya.

Lebih lanjut, WALHI pun memberikan pernyataan tegas atas kasus korupsi tata niaga timah yang saat ini terus diusut oleh aparat penegak hukum (APH).

Kata Hafiz, para pelaku korupsi di pertimahan Bangka Belitung harus dihukum seberat-beratnya karena sudah merugikan rakyat dan sudah merugikan lingkungan, bahkan merugikan negara.

"Lalu, jangan ada yang terlepas dari aparat penegak hukum. Jejaring pelaku korupsi ini harus dilihat secara utuh, jadi jangan ada yang dipinggirkan (dibiarkan-red), ada yang ditangkap. Kita harus melihat sisi keadilannya, jangan hanya masyarakat kecil yang ditangkap, tapi pengusaha besar yang menampung timah secara ilegal dan BUMN (oknum PT Timah-red) yang bermain di dalamnya," tegasnya. (u2/v1)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved