Wawancara Ekslusif

Cadangan Terbesar Dunia Tapi BUkan Produsen

Kita harus bijak, ketika kita mengeksploitasi secara besar-besaran, data dukung lingkungannya seperti apa. Hari ini kenapa dampak ...

Bangka Pos
Bangka Pos Hari Ini, Jumat (8/3/2024). 

INDONESIA masih menjadi negara yang memiliki cadangan timah terbesar di dunia. Sayangnya Indonesia bukan negara produsen seperti China. Dampaknya, Indonesia belum bisa memaksimalkan nilai ekonomi timah sehingga menguntungkan.

Direktur Utama PT Timah Tbk, Ahmad Dani Virsal optimistis timah bisa menjadi masa depan Babel sebagai daerah penghasil, dan Indonesia sebagai negara.

Bagaimana Dani Virsal melihat posisi timah Indonesia di panggung dunia?

Berikut petikan wawancara eksklusif Bangka Pos dengan Ahmad Dani Virsal, Dirut PT Timah Tbk yang dipandu Editor In Chief Bangka Pos, Ade Mayasanto di Studio Bangka Pospada Sabtu (2/ 3) malam:

Bagaimana idealnya timah supaya berkelanjutan?

Ini dimulai dengan kolaborasi dan perencanaan pemanfaatan alam. Lingkungan ini perlu berkesinambungan dan perlu berbagai sektor yang tidak perlu dipertentangkan. Jangan melihat masalah itu seolah-olah masalah, padahal dibalik masalah itu ada peluang.

Jadi sebenarnya kalau kita menyiapkan pemanfaatan lahan ke sektor yang lain, misalnya lahan setelah tambang, kita siapkan juga tumpang sari yang lainnya. Memang harus ada orang yang berpikir tentang pemanfaatan potensi-potensi sumber daya alam yang hanya tidak dari satu sisi. Siklus pemanfaatan secara ekosistem itu harus berkesinambungan agar memberi nilai ekonomi yang
optimal, dan ini yang perlu kolaborasi.

Di PT Timah sendiri apakah sudah mempunyai roadmap atau guidance nya?

Kita juga melihat dari sisi lingkungan hidup, dari sisi sosial, dari sisi pembangunan. Pemerintah memberikan rule atau izin mengeksploitasi timah ini dengan baik.

Kita harus bijak, ketika kita mengeksploitasi secara besar-besaran, data dukung lingkungannya seperti apa. Hari ini kenapa dampak lingkungannya besar, karena me-recovery lingkungan itu tidak secepat eksploitasinya. Me-recovery lingkungan tidak segampang mengeksploitasinya, nah ini yang enggak berimbang.

Baca juga: Dani Virsal Blak-blakan Tantangan Berat 4 bulan Terakhir

Baca juga: Polisi Bongkar Praktik Prostitusi di Kontrakan, Muncikari Dapat Jatah Rp100 Ribu Sekali Kencan

Kalau dulu kita di Timah punya roadmap jangka panjang, namanya Rencana Jangka Panjang Pemanfaatan Eksploitasi Timah.

Makanya kita rencana jangka panjang, cadangan jangka panjang dan kita juga bisa mendesain teknologi yang lebih murah. Nah hari ini agak terganggu, karena bebera pa cadangan kita juga bersinggungan dengan sektor yang lain, yang juga berkembang, baik itu
perkebunan dan juga pengalokasian zonasi di beberapa wilayah.

Kalau zonasi itu kan kita bisa geser, kawasan perkebunan bisa digeser, kawasan perhutanan bisa digeser, tapi endapan (timah) ini tidak bisa digeser.

Tapi kalau kawasan hutan, bisa digeser, atau pemanfaatan kebun kita bisa geser. Bahkan sungai pun hari ini kita bisa geser, tapi endapan timah tidak bisa.

Secara dunia, dari data terakhir, cadangan timah kita 17 persen dari dunia. China aja yang besar itu cuma 12 persen.
Ke depan itu paling tidak kita harus memetakan secara bijaksana bagaimana kita mengkapitalisasi atau mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam ini, karena kita juga harus mempertimbangkan sektor lain. Pemanfaatan sumber daya alam ini tidak bisa hanya
sendiri saja, terus setelah itu apa. Nah kesinambungan lingkungan ini yang mesti kita pikirkan. Jadi kalau kita mereklamasi atau mengembalikan fungsi lahan itu, kita harus ada lagi langkah selanjutnya, atau sektor lain memanfaatkan lahan itu tadi. Ini yang harus kita dorong, jangan sampai nanti kita reklamasi terus hanya jadi hutan dan tidak dimanfaatkan lagi.

Memang konsep mengembalikan fungsi lahan ini bukan hanya sekedar mereklamasi, tapi juga memberikan nilai yang lebih, dan itu perlu waktu dan sentuhan-sentuhan. Itu tantangan di kita, kita seolah-olah lepas dengan pemanfaatan lingkungan ini. Memang kita buat tahapantahapan tadi sesuai dengan peruntukan yang akan datang, kita menambang dan mendesain tambang pun lebih mudah dan lebih murah, karena tahap selanjutnya tidak mengulang pekerjaan yang sama.

Hari ini kita seolah-olah lepas dari sektor yang lain dan tidak bijaknya lagi seolah-olah dipertentangkan dengan bidang yang lain. Hari ini kita tidak melihat itu sebagai suatu ekosistem ekonomi.

Kalau kita melihat secara lebih luas lagi, ini merupakan kaitan rantai ekonomi buat masyarakat dan negara. Jadi sektor lahan pasca tambang ini sudah ada rencana untuk selanjutnya.

Indonesia menjadi pengekspor timah terbesar dibanding China. Apakah ada masalah teknis sehingga harus bermasalah dengan hukum dan kinerja juga turun?

Kita harus melihat lebih detil lagi, kita sebagai korporasi atau kita sebagai negara. Kalau kita sebagai negara, hari ini kita sekitar 30 persen market share kita di timah dunia setelah Yunnan (China), Peru dan ada banyak negara-negara kecil sebagai produsen baru saat ini.

Kalau secara Indonesia, secara negara, mungkin kita masih nomor dua dan kita masih pengekspor terbesar. Karena China sebagai produsen, tapi tidak mau ekspor. Di China kita tahu sendiri konsumsi dalam negeri mereka lebih besar dibanding produksi timah sendiri. Kalau kita kebalik, produksi kita yang terserap mungkin sekitar 3-4 persen saja dalam negeri.

Jadi memang timah ini kan digunakan sebagian besar untuk solder. Solder itu identik dengan perkembangan teknologi.

Teknologi elektronik juga menjadi penyumbang konsumsi terbesarnya timah. Jadi semakin berkembanglah teknologi sebenarnya kita semakin bersyukur, jadi semakin banyak timah itu dipakai.

Harusnya ketika kebutuhannya besar, harusnya finansialnya timah juga oke. Kalau boleh tahu ini ada apa?

Kalau finansial, dampak langsung itu masih banyak prosesnya karena ini kan berhubungan industri hilirisasi dan industri pengguna akhir dari timah itu sendiri. Hari ini kan kita cuma ada dua produk hilir yang kita coba dilemparkan ke pasar dunia, yaitu tin chemical
dan tin solder. 

Kita sebenarnya follower di industri hilir ini, bukan konseptor. Lemah di kita karena kita tidak ada industri pengguna langsung dari timah. Karena elektronik di kita kan cuma assembly, bukan produsen.

Untuk elektronik, hari ini kita digunakan sebagai market, bukan produsen. Mungkin kita pemakai handphone terbanyak dunia hari ini, paling enggak satu orang bisa punya 2-3 handphone.

Sebenarnya itu peluang, karena kita sebagai pengguna kenapa tidak mendesain supaya menjadi produsen, produsen alat komunikasi, produsen alat elektronik. Kalau itu lebih luas lagi spektrumnya dan banyak hal yang harus disiapkan, infrastruktur,
regulasi, kompetensi dan seterusnya.

Apakah timah masih bisa menjadi pijakan kita di masa depan, mungkin sebagai mineral ngkin sebagai mineral utama?

Sebenarnya, cadangan terbesar di dunia itu masih di Indonesia. Karena yang lain itu sebenarnya lebih susah nambang.

Memang terakhir ditemukan tahun lalu di Peru, mereka lebih murah walaupun mereka primer. Di kita ini, sudah lebih gampang nambangnya, dengan alat sederhana pun sudah bisa ngambil timahnya.

Cadangan itu sebenarnya hubungannya dengan keekonomian. Kenapa dia disebut dengan cadangan, karena bisa diambil dan
masih layak secara ekonomi. Secara teknis dia sederhana, secara ekonomi masih bisa masuk, makanya dia dikatakan sebagai cadangan.

Kalau tidak ekonomis, dia dikategorikan sebagai sumber daya. Jadi, dengan effort yang tidak besar, kita bisa produksi timah menjadi
ekonomis. Misalnya, biasa produksi 50, kita jualnya masih dapat 100. Teknologi sederhana, keekonomiannya sederhana, investasi sederhana, kita masih bisa produksi, walaupun kecil tapi masih bisa secara ekonomis menguntungkan.

Terakhir, apakah yang ingin Anda sampaikan sebagai closing statmen?

Sekali lagi, kalau kita melihat dari sudut pandang bahwa timah ini menjadi modal dasar, timah ini menjadi sumber daya penggerak sektor yang lain. Jadi melihat timah ini sebagai suatu potensi, bukan sebagai suatu masalah, terutama bisa melihat dari berbagai sisi.

Ayo kita manfaatkan ini sebagai sektor penggerak sektor yang lain atau sebagai sebagai pelopor untuk menggerakkan sektor yang lain, ini akan berbeda. Hari ini seolah-olah timah itu berdiri sendiri, dan kita tidak pernah mendapatkan pemanfaatan nilai yang optimal dari kekayaan sumber daya alam yang kita miliki.

Kalau ada sektor yang lain yang melihat ini sebagai potensi penggerak yang luar biasa dan harus kita siapkan second layer, mungkin third layer nya, ini akan mengakselerasi pergerakan ekonomi di kawasan Bangka Belitung dan nasional tentunya.

Inilah bagaimana kita sekali lagi memanfaatkan kekayaan sumber daya alam, karunia Tuhan ini secara bijak agar bisa menggerakkan sektor lain dan pasti akan berakhir.

Karena sumber daya ini tidak terbarukan, ini yang harus kita bijaksana bagaimana kita manfaatkan ini sebagai sektor penggerak awal.

Kalau ini difungsikan sebagai penggerak awal, kita harus siapkan sektorsektor selanjutnya. Ini yang harus kita lakukan di pemanfaatan sumber daya alam ini secara bijaksana.

Mari kita berkolaborasi untuk memberikan nilai yang optimal dari kekayaan sumber daya alam untuk pembangunan nasional, baik di Kepulauan Babel, maupun secara bangsa Indonesia. 

Kita hari ini sebagai pengekspor terbesar (timah), tapi kita tidak mendapatkan manfaat yang optimal dari kekayaan sumber daya
alam ini, buat daerah maupun buat pembangunan nasional. (Arya Bima Mahendra)

Sumber: bangkapos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved