Perang Israel vs Palestina
Bantuan Kemanusian dari Indonesia Diinjak-injak Penjarah Israel, Menteri Retno: Ini Upaya Sistematis
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menilai penjarahan itu sebagai upaya sistematis untuk terus menghambat bantuan kemanusian untuk warga Palest
Dalam konferensi pers online, para dokter dan pekerja bantuan kemanusiaan yang melaporkan dari Gaza berbicara tentang mustahilnya memindahkan orang dari Rafah.
Sebab, orang-orang di sana dilanda kelaparan serta ditambah dengan runtuhnya sistem transportasi dan layanan kesehatan.
"Ada anak-anak dan orang tua yang sangat kelaparan sehingga mereka hampir tidak bisa berjalan. Orang-orang ini tidak bisa begitu saja pindah ke daerah lain, ke tempat yang mereka sebut 'zona aman'. Itu tidak mungkin," kata Alexandra Saieh, kepala kebijakan kemanusiaan dari Save the Children.
Beberapa pekerja bantuan menyatakan bahwa tidak ada daerah yang aman di Jalur Gaza untuk direlokasi.
“Konsep zona aman adalah sebuah kebohongan,” kata Helena Marchal, dari Medecins du Monde.
Para pekerja bantuan juga menegaskan kembali sulitnya memasukkan bantuan ke Gaza dan kemudian mendistribusikannya.
Penyeberangan Rafah dan Kerem Shalom, yang merupakan pintu masuk pengiriman bantuan, telah ditutup sejak Minggu malam.
Jalan-jalan di Gaza sebagian besar hancur atau diblokir oleh orang-orang yang berlindung, sehingga berkontribusi terhadap sulitnya pergerakan barang dan orang.
"Hanya sejumlah kecil rute, terutama antara utara dan selatan, yang tersedia untuk keperluan kemanusiaan," kata Jeremy Konyndyk, dari Refugees International.
Masalah lainnya adalah kepadatan yang berlebihan.
“Di Deir al-Balah dan daerah Mawasi di pinggiran Rafah dan Khan Younis, hampir tidak ada tempat,” kata Ghada Alhaddad, dari Oxfam International.
"Ada tenda di mana-mana, di pantai, di trotoar, di jalan, di kuburan, di halaman rumah, rumah sakit, di halaman sekolah."
Saieh menjelaskan bahwa timnya membutuhkan waktu enam minggu dan empat kali gagal untuk memindahkan beberapa ratus paket makanan dari Rafah ke utara Gaza.
Bahan bakar masuk melalui penyeberangan Rafah.
“Seluruh operasi bantuan menggunakan bahan bakar. Jika bahan bakar dihentikan, operasi bantuan akan gagal,” kata Konyndyk.
Profesor John Maynard, seorang ahli bedah dari Inggris yang telah menghabiskan dua minggu terakhir mengoperasi warga Palestina di Gaza, menyoroti komplikasi langsung akibat dari kekurangan gizi.
“Saya mempunyai dua pasien, 16 dan 18 tahun, keduanya menderita luka yang masih bisa disembuhkan, tapi keduanya meninggal minggu lalu akibat kekurangan gizi.”
Rekannya, Dr Kahler, berbicara tentang “titik kritis” di mana enam-delapan bulan, sistem imunologi tubuh bisa rusak.
“Pada saat itulah infeksi dan komplikasi akibat malnutrisi akan dimulai,” tambahnya.
Bencana kelaparan (famine) terjadi jika kurangnya akses terhadap makanan yang berkepanjangan dan parah, tingginya tingkat kekurangan gizi pada anak-anak, dan tingginya angka kematian akibat kelaparan dan penyakit.
Baca juga: Ribuan Tentara Israel Cacat Fisik Sejak Perang di Gaza
Ketiga ambang batas itu telah dilewati di utara, kata Konyndyk.
“Jika terjadi invasi Rafah, hal ini tentu akan membuat segalanya melewati titik kritis, dan kita akan melihat meroketnya angka kematian akibat kelaparan.”
WHO Ingatkan Dampak Mengerikan yang Akan Terjadi akibat Serangan Israel ke Rafah
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soroti serangan Israel ke Rafah.
Dilansir dari website resmi, WHO ungkap dampak mengerikan yang bakal terjadi akibat serangan ini.
"Seperti meningkatnya wabah penyakit dan tingkat kelaparan, serta bertambahnya korban jiwa," ungkap WHO dilansir Tribunnews, Kamis (9/5/2024).
Diketahui lebih dari 1,2 juta orang telah mengungsi di wilayah tersebut. Banyak di antara pengungsi tidak dapat berpindah ke tempat lain.
Hal ini dikarenakan gelombang baru pengungsian yang akan memperburuk kepadatan penduduk.
Situasi juga diperparah dengan terbatasnya akses terhadap makanan, air, layanan kesehatan dan sanitasi.
Sejauh ini hanya 33 persen dari 36 rumah sakit di Gaza dan 30 persen pusat layanan kesehatan primer yang berfungsi dalam kapasitas tertentu, di tengah serangan berulang kali dan kekurangan pasokan medis penting, bahan bakar, serta staf.
WHO pun menyebutkan Tiga rumah sakit yaitu Al-Najjar, Al-Helal Al-Emarati dan Kuwait yang saat ini sebagian beroperasi di Rafah menjadi tidak aman untuk dijangkau oleh pasien, staf, ambulans, dan pekerja kemanusiaan.
Rumah Sakit Gaza Eropa di timur Khan Younis, yang saat ini berfungsi sebagai rumah sakit rujukan tingkat ketiga untuk pasien kritis, juga rentan karena terisolasi dan tidak dapat dijangkau selama serangan terjadi.
Terlepas dari rencana dan upaya darurat yang ada, WHO memperingatkan bahwa akan ada tambahan angka kematian dan kesakitan yang signifikan ketika serangan militer terjadi.
WHO menyerukan untuk segera gencatan senjata jangka panjang, serta penghapusan hambatan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan di seluruh Gaza, pada skala yang diperlukan.
Selain itu WHO juga menyerukan agar kesucian layanan kesehatan dihormati.
Pihak-pihak yang berkonflik mempunyai koordinat fasilitas kesehatan.
"Fasilitas kesehatan harus dilindungi secara aktif dan tetap dapat diakses oleh pasien, petugas kesehatan, dan mitra," tegas WHO.
Keselamatan pekerja kesehatan dan kemanusiaan harus terjamin.
"Mereka yang berupaya menyelamatkan nyawa tidak seharusnya membahayakan nyawanya sendiri," tutup WHO.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia/Tiara Shelavie/Aisyah Nursyamsi)
Rencana Prabowo Evakuasi Warga Gaza Palestina Ditolak MUI, PBB: Pelanggaran Hukum Internasional |
![]() |
---|
Prabowo Instruksikan Menlu Cari Cara Evakuasi Warga Palestina dari Gaza |
![]() |
---|
Iran Luncurkan 180 Rudal Bertubi-tubi ke Tel Aviv, Netanyahu Ancam Serang Fasilitas Nuklir Teheran |
![]() |
---|
Miris, Derita Warga Gaza Palestina, Tidak Ada Idul Adha Tahun Ini |
![]() |
---|
Indonesia Siap Tampung Anak Pengungsi Palestina, Akan Diasuh di Pondok Pesantren |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.