Berita Bangka Selatan

DLH Bangka Selatan Punya Bukti, Surati Perusahaan Tambak Udang yang Cemari Lingkungan di Toboali

Perusahaan tambak udang vaname PT Sumber Berkat Multiarta yang mencemari lingkungan di Bangka Selatan akan dipanggil oleh Dinas Lingkungan Hidup Basel

Penulis: Cepi Marlianto | Editor: Hendra
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Seorang nelayan asal Dusun Gusung, Desa Rias saat menunjukan biota laut berupa penyu sisik yang mati diduga akibat pencemaran lingkungan di Pantai Jibur, Selasa (21/5/2024). Selain biota laut yang mati, hasil tangkapan nelayan juga berkurang akibat pembuangan limbah tambak diduga tidak sesuai ketentuan. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA –  Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung bakal memanggil pihak perusahaan tambak udang vaname PT Sumber Berkat Multiarta.

Pemanggilan tersebut imbas dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan di Pesisir Pantai Jibur, Dusun Gusung, Desa Rias, Kecamatan Toboali. Dijadwalkan perusahaan tersebut akan dimintai keterangan pada pekan depan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangka Selatan, Hefi Nuranda mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat pemanggilan terhadap perusahaan tambak udang vaname itu.

Hal itu imbas pencemaran lingkungan di Perairan Pantai Jibur. Tentunya pembuangan limbah cair maupun padat yang dilakukan perusahaan telah mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat.

“Sudah kami layangkan surat pemanggilan terhadap PT Sumber Berkat Multiarta. Rencananya Senin (27/5) pekan depan akan kami panggil perusahaan itu,” kata dia kepada Bangkapos.com, Kamis (23/5/2024).

Hefi memaparkan, pemanggilan perusahaan itu dijadwalkan pekan depan disebabkan berbenturan dengan agenda libur nasional dan cuti bersama Waisak.

Sejauh ini pihaknya sudah mengantongi beberapa fakta lapangan dan informasi penting lainnya. Khususnya ihwal hasil pengecekan langsung oleh tim pengawas DLH langsung di lapangan beberapa waktu lalu.

Fakta mengejutkan didapatkan petugas di antaranya kondisi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ditemukan banyak bangkai udang dan kondisi air berbau busuk.

Kondisi itu tentunya sesuai dengan rekaman video nelayan akan kondisi IPAL PT Sumber Berkat Multiarta. Di mana limbahnya diduga dibuang langsung ke laut tanpa diolah dan terjadi pencemaran.

“Berdasarkan hasil verifikasi lapangan oleh tim ditemukan banyak udang yang mortal atau mati mendadak pada IPAL. Kondisi ini menyebabkan air limbah berwarna hitam dan berbau,” papar Hefi.

Di sisi lain sambung dia, sejumlah dokumen legalitas memang telah dimiliki oleh perusahaan tambak udang vaname itu.

Mulai dari Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Tak hanya itu, jumlah kolam IPAL dimiliki perusahaan juga telah sesuai standar.

Yakni dengan tiga kolam IPAL dan 13 kolam budidaya udang vaname. Oleh sebab itu, verifikasi lapangan tersebut akan disesuaikan dengan keterangan pihak perusahaan pekan depan. Sekaligus dilakukan kajian terkait sistem dan teknis pengolahan limbah apakah sudah sesuai prosedur oleh perusahaan

“Tapi apakah sistem dan teknis pengolahan limbah sudah sesuai prosedur masih kami kaji. Maka dari itu pekan depan akan kita lakukan pemanggilan,” ucapnya.

Kendati demikian Hefi menegaskan, pihaknya siap menindak tegas pelaku industri yang masih mencemari lingkungan. Dinas tak segan-segan menghentikan operasional industri yang nakal.

Termasuk perusahaan tambak udang yang beroperasi di kawasan Pantai Jibur. DLH turut melaksanakan secara rutin pembinaan dan pengawasan pengelolaan air limbah yang dilakukan para pelaku usaha yang ada di daerah setempat.

Semua dimaksudkan agar ada kepedulian dan peran serta masyarakat untuk memahami pentingnya air dan pengelolaan air limbah.

Adapun dalam menjalankan program  pengawasan, petugas DLH mendatangi secara langsung para pelaku usaha yang ada.

“Kami pastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Bangka Selatan kita lakukan pengawasan. Ini sebagai tindak lanjut jika ada hal-hal berkaitan dengan pengolahan limbah,” tegas Hefi Nuranda.

Sementara itu, manajemen perusahaan memilih bungkam. Awak media sudah beberapa kali melakukan upaya konfirmasi dugaan pencemaran lingkungan sejak Rabu (22/5/2024) hingga Kamis (23/5/2024) hari ini.

Baik melalui aplikasi pesan singkat maupun sambungan telepon. Sayangnya manajemen perusahaan memilih untuk tidak menjawab.

Nelayan Mengeluh

Kalangan nelayan pesisir Pantai Jibur, Dusun Gusung, Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung dibuat geram oleh aktivitas tambak udang di wilayah itu. Pasalnya, perusahaan budidaya udang vaname itu membuang limbahnya ke laut diduga tanpa diolah. Akibatnya, perairan laut setempat tercemar hingga ikan, biota laut hingga penyu sisik mati.

Sopian Hadi Nelayan Udang Sungkur setempat mengatakan, air laut tersebut tercemar limbah diduga berasal dari tambak udang yang dibangun berdekatan dengan pesisir pantai desa. Akibat dari limbah tak diolah dengan baik air laut berubah menjadi berwarna coklat kehitaman. Kondisi air keruh membuat nelayan kesulitan mencari udang maupun ikan.

“Kejadian ini sudah terjadi sejak dua pekan terakhir. Hasil tangkapan berkurang, baik ikan maupun udang di Pantai Jibur,” kata dia kepada Bangkapos.com, Selasa (21/5/2024).

Sopian Hadi memaparkan, keberadaan tambak udang dinilai tidak dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang baik. Baik limbah padat maupun cair setiap masa panen dibuang ke laut. Hal tersebut membuat air laut tercemar, menyebabkan sejumlah biota laut mati. Tak hanya itu, hasil tangkapan udang maupun ikan nelayan juga turun drastis. Semula mencapai 20 kilogram dalam sekali cari, kini tinggal hanya hitungan kilogram saja.

Parahnya, nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan laut juga mengeluhkan rasa gatal-gatal setelah mencari ikan di air laut tercemar. Masalah ini tentunya berdampak besar terhadap pendapatan nelayan pesisir. Perlunya ketegasan dari pihak terkait untuk menindaklanjuti permasalahan ini.

“Memang ada imbas dari limbah dibuang sembarangan, biota laut banyak mati. Misalnya penyu, ikan hingga kepiting,” jelas Sopian Hadi.

Di sisi lain sambung dia, peristiwa pembuangan limbah ini terjadi setiap masa panen tambak udang. Selama satu tahun kurang lebih terjadi tiga kali pencermatan air laut. Parahnya pada Senin (20/5) kemarin limbah air yang dibuang berwarna hitam pekat dan menimbulkan bau tak sedap.

Jarak tampungan limbah juga hanya berjarak puluhan meter dari bibir pantai. Tampungan limbah hanya dilapisi terpal hitam. Tak jarang cairan hitam pekat seperti lumpur disertai banyak bangkai udang dibuang langsung ke laut lepas.

“Kalaupun kami dapat udang Sungkur, ketika dibuat terasi itu menjadi busuk. Diduga memang karena limbah tambak udang yang tidak sesuai,” ucapnya.

Kendati demikian kata Sopian Hadi, sejauh ini pihaknya telah melapor kejadian tersebut ke pemerintah desa setempat akan tetapi belum ada tindak lanjut. Sama halnya dengan komunikasi yang dilakukan kepada pihak perusahaan juga berujung buntu. Oleh sebab itu, dirinya meminta tindak lanjut dinas terkait untuk menindaklanjuti permasalahan ini.

“Kami berharap jangan beroperasi lagi tambak udang ini. Walaupun sudah ada izin, limbah diolah sesuai standar dan aturan pemerintah. Karena limbah langsung dibuang langsung, bahkan terjadi kebocoran,” pungkas Sopian. (Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved