Aksi Tolak Revisi UU Pilkada

DPR Membangkang, Dewan Guru Besar UI dan Muhammadiyah Minta DPR Stop Revisi UU Pilkada

Keputusan Badan Legislatif (Baleg) DPR merevisi UU Pilkada dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Editor: fitriadi
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Foto ilustrasi demo di DPR RI. Pada hari ini, Kamis (22/8/2024) mahasiswa hingga buruh turun ke jalan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi soal UU Pilkada, dan menolak DPR merevisi UU Pilkada. 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - DPR RI diminta segera menghentikan revisi Undang-undang (UU) Pilkada.

Keputusan Badan Legislatif (Baleg) DPR merevisi UU Pilkada dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Sebagai lembaga legislatif, DPR seharusnya menjadi teladan dan mematuhi undang-undang. 

Seruan itu disampaikan sejumlah kalangan mulai dari akademisi, ormas Islam, hingga pakar hukum.

Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) yang terdiri dari 120 pakar dari berbagai disiplin ilmu, meminta DPR RI untuk menghentikan revisi Undang-undang (UU) Pillkada.

Mereka menilai, Indonesia tengah terjadi krisis konstitusi akibat pembangkangan yang dilakukan DPR secara arogan dan vulgar telah mempertontonkan pengkhianatan terhadap konstitusi.

Akibatnya, kata mereka, Indonesia kini berada dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.

Baca juga: Gelombang Protes Revisi UU Pilkada Bermunculan, Mahasiswa dan Buruh Demo Besar-besaran di DPR

"Tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR itu, tak lain dan tak bukan merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 telah dilawan dengan keras oleh aksi massa dan mahasiswa sehingga melahirkan Reformasi," demikian keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (22/8/2024).

Mereka menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara.

Mereka menganggap DPR merevisi UU Pilkada, namun mengabaikan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024.

"Nyata-nyata DPR sangat menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat," tulisnya.

Menurut mereka, tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pilkada.

"Perubahan-perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara seperti MK versus DPR sehingga kelak hasil Pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara," tegas mereka.

Konsekuensinya adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan Masyarakat.

Karenanya, mereka meminta; pertama, DPR menghentikan revisi UU Pilkada. Kedua, bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved