Berita Viral

Aipda Wibowo Hasyim Tertekan Seusai Supriyani Guru Honorer Beber soal Permintaan Uang Damai

Aipda Wibowo Hasyim sekarang merasa tertekan atas dugaan terkait permintaan uang damai kepada Supriyani.

|
Editor: fitriadi
kolase Tribunnewswiki.com
Nurfitriana dan suaminya, Aipda Wibowo Hasyim. (kanan) Supriyani guru honorer di SD wilayah Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yang dilaporkan menganiaya anak Nurfitriana dan Aipda Wibowo Hasyim. 

Dari keterangan orangtua siswa bahwa dipertemuan itu Supriyani mengakui kesalahanya dan meminta maaf.

Dipertemuan kedua, upaya mediasi masih dilakukan. Di mana Supriyani bersama suaminya dan Kepala Desa Wonoua Raya kembali bertemu dengan orangtua siswa.

Dalam pertemuan itu, suami Supriyani mengelurkan amplop putih berisi uang untuk biaya berobat anak Aipda WH.

"Saat itu pak klien saya tersinggung dan kaget, dia tanya apa ini? Kenapa ada begini?" kata klienya.

"Diambilah amplop itu sama pak desa dan menyampaikan, tidak pak ini cuman untuk biaya pengobatan," lanjutnya.

Muhram mengaku melihat tindakan suami Supriyani, klienya kesal dan tersinggung.

Karena saat upaya mediasi pertama ibu Supriyani sempat bersikeras tidak mengakui barulah disaat sudah dilaporkan mau meminta maaf dan membawa amplop untuk biaya pengobatan anak mereka.

Muhram mengatakan dari keterangan Supriyani itu, dirinya membantah nominal uang yang ramai diperbincangkan bukan permintaan Aipda Wibowo melainkan inisiatif suami Supriyani.

"Jadi yang ramai Rp50 juta tidak pernah ada ucapan dari klien saya. Justru yang mengeluarkan amplop pada saat proses mediasi itu adalah suami Supriyani," tutur Muhram.

Anak Aipda Wibowo Haysim Ditolak Belajar

FN, istri Aipda Wibowo Hasyim, mengungkapkan bahwa anaknya mengalami tekanan mental yang signifikan akibat situasi tersebut.

"Kalau secara fisik sehat tapi mental cukup terganggu semenjak ada ramai-ramai, kenapa banyak orang, kenapa saya dibawa ke sana dibawa ke sini. Kenapa tidak sekolah," kata FN, dikutip dari kanal tvOneNews.

Ia juga mengungkapkan bahwa PGRI Kecamatan Baito telah mengeluarkan surat yang melarang anaknya bersekolah.

Menurutnya, surat tersebut berisi keputusan untuk mogok belajar bagi siswa TK, SD, dan SMP di Kecamatan Baito mulai 21 Oktober 2024.

"Kami merasa ada penolakan luar biasa dari PGRI Kecamatan Baito," kata FN.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved