Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Dicecar Hakim Terkait Penghitungan Kerugian dari Korupsi Timah, Begini Jawaban BPKP 

Dicecar Hakim Terkait Penghitungan Kerugian dari Korupsi Timah, Begini Jawaban BPKP .

Penulis: Evan Saputra CC | Editor: Evan Saputra
Tribunnews.com
Para tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah 

BANGKAPOS.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadiri saksi ahli pada sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan terdakwa crazy rich Pantai Indah Kapuk Helena Lim, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan, 

Saksi ahli yang dihadirkan JPU ialah Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi.

Suaedi menerangkan terkait perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah tersebut.

Anggota Majelis Hakim Alfis Setyawan sontak menyoroti konsep kerugian negara yang terjadi pada kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.

Hakim lantas bertanya pada Suaedi perihal perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut.

"Dan faktanya ada laporan keuangan yang Ahli juga ambil data. Berarti ada pemasukan untuk PT Timah, apakah pemasukan-pemasukan itu diterima oleh PT Timah itu tidak diperhitungkan juga, yang diperhitungkan itu hanya pembayaran-pembayaran saja?" tanya Hakim.

Lalu Suaedi menerangkan, bahwa perhitungan kerugian keuangan negara itu berasal dari pembayaran bijih timah yang selama ini dilakukan oleh PT Timah Tbk secara ilegal.

"Sehingga atas proses tersebut berapa jumlah yang dibayarkan itu menjadi bagian dari perhitungan kerugian keuangan negara," jawab Suaedi.

Kemudian tak berhenti disitu, Hakim lalu kembali bertanya soal apakah dari perhitungan itu tim Auditor juga memperhatikan terkait pemasukan PT Timah dari hasil penjualan logam timah.

"Dalam kerugian-kerugian yang diterima apakah pendapatan itu juga tidak bisa diperhitungkan," tanya Hakim.

"Adapun atas kepemilikan biji yang diperoleh atas transaksi tadi, bagi kami itu adalah bagian dari pemulihan kerugian keuangan negara," ucap Suaedi.

Merespon jawaban dari Suaedi, Hakim kemudian beranggapan bahwa perhitungan ini berpotensi membingungkan publik.

Pasalnya kata dia hal itu hanya menyoroti kerugian tanpa memperhitungkan pemasukan yang diterima PT Timah dari penjualan bijih timah.

"Jadi masyarakat itu tahu adanya kerugian saja. Sedangkan pemasukan itu sepertinya tidak ada pemasukan. Itu yang kita ingin ketahui," kata Hakim.

Suaedi menjelaskan, bahwa pihaknya hanya ditugaskan untuk melakuan perhitungan kerugian negara menurut data-data dari penyidik dan laporan keuangan perusahaan.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved