Nasib Kapolsek Baito dan Kanit Reksrim di Sidang Kode Etik Kasus Pemerasan Guru Supriyani Rp50 juta
Nasib mantan Kapolsek Baito, Konawe Selatan, Ipda Muhamad Idris, dan Kanit Reskrim Aipda Amiruddin Segera ditentukan usai sidang kode etik di Propam
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM--Nasib mantan Kapolsek Baito, Konawe Selatan, Ipda Muhamad Idris, dan Kanit Reskrim Aipda Amiruddin segera ditentukan setelah menghadapi sidang kode etik di Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (4/12/2024).
Sidang ini digelar untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan keduanya.
Mereka diduga meminta uang sebesar Rp 2 juta dan Rp 50 juta kepada guru Supriyani, yang sebelumnya dituduh menganiaya seorang murid yang merupakan anak dari anggota polisi Aipda WH.
Guru SDN 4 Baito, Supriyani, hadir sebagai saksi didampingi kuasa hukumnya, Andri Darmawan.
Selain itu, turut hadir sebagai saksi Kepala Desa Wonua Raya, suami Supriyani, Katiran, dan wali kelas 1A, Lilis Erlina Dewi.
Kuasa hukum Supriyani, Andri, menegaskan bahwa permintaan uang tersebut adalah bentuk pemerasan yang harus diselesaikan secara transparan.
"Kami akan terus mengawal proses ini hingga tuntas dan meminta kepolisian bertindak transparan," ujarnya.
Kronologi Pemerasan: Uang Rp 2 Juta dan Rp 50 Juta
Berdasarkan kesaksian Supriyani dan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, permintaan uang ini dimulai dengan penyerahan Rp 2 juta sebagai jaminan agar Supriyani tidak ditahan.
Namun, setelah uang itu diserahkan melalui Rokiman kepada Kanit Reskrim, muncul permintaan tambahan sebesar Rp 50 juta.
Permintaan tersebut, menurut keterangan Rokiman di sidang, berasal dari Kapolsek Baito.
Hal ini dikuatkan dengan rekaman suara yang diputar di persidangan.
Dalam rekaman, Kanit Reskrim mengakui bahwa perintah permintaan uang damai berasal dari Kapolsek.
Setelah guru Supriyani divonis bebas, Andri Darmawan, kuasa hukum guru Supriyani meminta penanganan pelanggaran kode etik yang sudah berjalan di bid Propam Polda Sultra dilakukan secara transparan.
"Terkait pemerasan atau permintaan sejumlah uang di tingkat penyidikan, kami akan kawal memastikan proses ini sampai dimana ujungnya. Kami minta agar kepolisian transparan terkait penegakan etik," tegas Andri dikutip dari tayangan Kompas TV pada Selasa (26/11/2024).
Tak hanya itu, Andri juga meminta pihak-piihak yang melakukan rekayasa kasus guru Supriyani untuk segera ditindak.
"Dari awal menduga tidak layak. Hanya ada konflik kepentingan bahwa pelapor seorang polisii, penyidik satu kantor akhirnya sampai ke persidangan dan menimbulkan efek dan dampak begitu luas," ungkap Andri.
Andri kini juga tengah memformulasikan tuntutan kerugian dan pemulihan nama baik atau rehabilitasi guru Supriyani.
"Delapan bulan kasus ini bergulir, Ibu Supriyani banyak mengalami tekanan, keluarga tidak bisa bekerja, suami terganggu bekerja. Ini harus dipikirkan," tukasnya.
Sementara itu guru Supriyani yang ditanya tentang permintaan sejumlah uang dari penyidik, mengakui hal itu.
Dikatakan saat proses penyidikan itu ada penyidik yang datang ke rumahnya untuk meminta uang Rp 50 juta agar kasusnya dihentikan.
"Yang datang di rumah itu penyidik, dia menyampaikan ini kasus tidak bisa diselesaikan dengan damai. Katanya: Ini berkas saya mau kirim ke jaksa. Karena itu dia minta uang sebesar Rp 50 juta," ungkap Supriyani.

Kesaksian di Sidang: Gelagat dan Bukti Rekaman
Dalam sidang, Rokiman mengungkap bagaimana Kanit Reskrim sempat menyampaikan permintaan Rp 50 juta dengan berat hati.
Kanit mengaku bahwa angka tersebut adalah perintah Kapolsek.
Rekaman percakapan antara Rokiman dan Kanit menjadi bukti penting di persidangan.
Dalam rekaman itu, Kanit menyebutkan secara terang-terangan bahwa permintaan tersebut berasal dari Kapolsek.
Kuasa hukum Supriyani mendesak agar Propam Polda Sultra menangani kasus ini dengan serius dan transparan, mengingat dugaan adanya konflik kepentingan dalam penyidikan.
"Pelapor adalah seorang polisi, penyidik satu kantor, dan ini menciptakan konflik yang merugikan. Kami minta agar semua pihak yang terlibat dalam rekayasa kasus ini ditindak tegas," ujar Andri.
Kasus ini menjadi perhatian publik, bukan hanya karena dugaan pemerasan, tetapi juga potensi pelanggaran kode etik dalam institusi kepolisian.
Sidang etik ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi Supriyani sekaligus membersihkan nama baiknya.
Bukti Rekaman Memberatkan
Terungkap gelagat Kanit Reskrim Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) saat meminta uang damai Rp 50 juta di kasus guru Supriyani.
Ternyata, kanit reskrim tidak tega saat menyampaikan permintaan uang damai Rp 50 juta itu kepada Rokiman, Kepala Desa Wonua Raya yang menjadi perantara guru Supriyani.
Hal ini beralasan karena permintaan uang damai Rp 50 juta itu bukan dari kanit reskrim, melainkan diduga dari Kapolsek Baito.
Hal itu diungkapkan kepala Desa Wonua Raya, Rokiman saat menjadi saksi di sidang kasus guru Supriyani di PN Andoolo, pada Senin (4/11/2024).
Dijelaskan, suatu ketika Kanit Reskrim memanggil Rokiman ke polsek untuk menindaklanjuti laporan dari istri Aipda WH terkait dugaan penganiayaan yang dialami anaknya.
"Pak Desa (Kades Wonua Raya), bagaimana ini, mau dilanjutkan atau bagiamana?," tanya Kanit ditirukan Kades di depan sidang.
Saat itu, Rokiman meminta tolong agar kasus guru Supriyani ditangguhkan terlebih dahulu, mengingat saat itu sang guru sedang ujian P3K.
Kanit pun menyanggupi akan menyampaikan ke pimpinan, sebelum berkas ditangani.
Setelah itu, di hari berikutnya Kanit Reskrim datang ke rumah Rokiman dan menyampaikan permintaan uang Rp 15 juta untuk penangguhan kasusnya.
Saat itu, Rokiman merasa keberatan karena nilainya cukup besar.
Setelah Kanit pulang, dia lalu memanggil Katiran, suami guru Supriyani.
"Saya panggil pak Katiran, saya sampaikan ini ada informasi dari pak kanit, untuk penangguhan supaya tidak dibawa istrinya sampean ada Rp 15 juta," katanya.
Saat itu Katiran mengaku tidak bisa menyiapkan uang Rp 15 juta.
Katiran hanya mampu Rp 2 juta, dan itu pun uang dari meminjam ke Rokiman.
Selanjutnya, Rokiman datang ke mapolsek Baito untuk menyampaikan uang Rp 2 juta tersebut.
Saat itu Kanit sempat menolak menerima uang Rp 2 juta tersebut, dan meminta diserahkan ke kapolsek.
Namun, Rokiman tetap memberikan uang Rp 2 juta itu ke kanit.
"Ada pun uang Rp 2 juta disampaikan ke beliau (kapolsek) atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Setelah menyerahkan uang Rp 2 juta, ternyata belum ada kejelasan nasib guru Supriyani.
Akhirnya Rokiman kembali memanggil Katiran.
Saat itu Katiran mengaku kebingungan dengan masalah yang menimpa istrinya.
Katiran pun bersumpah bahwa Supriyani tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan, memukul anak Aipda WH.
Katiran kembali ditanya kesanggupannya untuk menutup kasus ini.
Dan saat itu, dia mengaku siap memberikan Rp 20 juta.
Hal ini kembali disampaikan Rokiman ke kanit bahwa pihak Supriyani siap menyediakan uang Rp 20 juta.
"Baik Pak Desa nanti saya sampaikan," ujar kanit saat itu.
Saat itu Rokiman pulang dan menunggu informasi dari kanit.
Setelah berjalannya waktu, Rokiman ke polsek lagi menanyakan perkembangan kasus Supriyani.
"Sabar Pak Desa, saya pun sebenarnya tak ingin lanjut kasus ini, tapi bagaimana, tugas kanit reskrim, saya akan menjalankan tugas," kata kanit saat itu.
Di hari berikutnya, Rokiman kembali ke polsek untuk menanyakan kasus ini.
"Mohon izin pak kanit, bagaimana ini keluarga saya tanya terus. Dia posisinya melakukan ujian.
Jangan sampai 16 tahun pengabdiannya terkendala masalah yang ada," kata Rokiman kepada kanit reskrim.
Saat itu kanit menyampaikan belum ada jawaban dari Aipda WH, pihak pelapor.
Sore hari, kanit mendatangi rumahnya untuk menyampaikan perkembangan kasusnya.
"Pak Desa, sudah ada informasi dari sana. Tapi berat sekali," kata kanit saat itu.
"Permintaannya berat sekali, tidak masuk di akal," sambung kanit.
"Tidak masuk akal bagaimana?," tanya Rokiman.
Saat itu kanit pun mengangkat lima jarinya.
"Lima apa pak kanit? lima ratus atau 5 juta?," tanya Rokiman.
Dengan bahasa Jawa, Kanit mengucap kata 'seket' yang artinya lima puluh.
"Seket itu bahasa Indonesianya 50 juta," ucap Rokiman.
Sebelum pulang, kanit pun berpesan ke Rokiman.
"Pak Desa sampaikan saja ke pak Katiran., Sabar, kita jalani saja kasus ini. Pasti ada titik temu," ucap kanit ditirukan Rokiman.
Pernyataan kanit itu pun disampaikan ke Katiran dan suami Supriyani ini mengaku tidak sanggup memenuhinya.
Dan hal itu kembali disampaikan ke kanit.
Saat itu kanit kembali memberikan saran untuk Supriyani dan Katiran.
"Pak Kanit jalan lagi ke rumah meminta kasih tahu bu Supriyani dan Pak Katiran untuk tenang saja. Sebenarnya saya itu berat melanjutkan kasus ini. Tapi nanti proses pengadilan yang akan membuktikan, yang benar dan yang salah," ungkap Rokiman menirukan omongan Kanit Reskrim.
Rokiman juga membeber gelagat Kanit setelah video pengakuannya tentang uang damai Rp 50 juta itu viral di media sosial.
Karena dalam video itu menyebut nama kanit reskrim, hal ini diakui Kanit menganggu keluarganya.
Kanit lalu mendatangi Rokiman bersama istri dan anaknya.
Dia meminta agar rekaman Kades Wonua Raya yang sudah viral sebelumnya, untuk diperhalus.
Alasannya, akibat rekaman itu anak dan istrinya tersudut dan terpojok di sekolahnya.
"Karena narasinya menyudutkan pak kanit. Karena di video itu tidak ada kata-kata Rp 10 juta," ungkap Rokiman.
Lalu, darimana sebenarnya permintaan uang Rp 50 juta tersebut?
Rokiman mengatakan, saat menyampaikan ke dia, kanit tidak menyebut siapa yang meminta.
Namun, saat kanit menemuinya baru mengaku bahwa dia diminta kapolsek.
Pengakuan Kanit ini pun ada dalam bukti rekaman suara yang dimiliki kuasa hukum guru Supriyani.
Isi rekaman pengakuan Kanit Reskrim Polsek Baito itu pun dibuka di depan sidang Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada Senin (4/11/2024).
Rekaman itu berisi percakapan Kanit Reskrim dengan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman.
Terdengar suara kades yang mempertanyakan siapa yang memunculkan uang damai Rp 50 juta tersebut.
Kanit pun dengan blak-blakan menyebut kapolsek Baito. "Dari kapolsek, dari kapolsek," ucap Kanit dalam rekaman tersebut.
Kades Wonua Raya, Rokiman yang hadir sebagai saksi di sidang itu pun mengakui kebenaran rekaman tersebut.
"Pak kanit mengakui itu (uang damai Rp 50 juta) dari kapolsek," tegas Rokiman.
Masih di sidang tersebut, Rokiman juga membeber kronologis permintaan uang damai tersebut. (*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Akhir Nasib Eks Kapolsek Baito di Kasus Guru Supriyani Ditentukan di Sini, Bukti Rekaman Memberatkan,
Modus Minta Uang Oknum Wartawan Peras Kepala Dinas, Bikin Skenario Isu Selingkuh, Dapat Rp3,5 Juta |
![]() |
---|
Oknum Wartawan Memeras Kepala Dinas di Bangka Barat Terkait Berita Perselingkuhan |
![]() |
---|
Oknum Wartawan Media Online Ditangkap Polisi, Ditetapkan Tersangka Dugaan Memeras Kepala DLH Babar |
![]() |
---|
Irvian Sultan Kemnaker Dijerat TPPU Gara-gara Terima Rp 69 Miliar tapi Cuma Lapor Rp 3,9 Miliar |
![]() |
---|
Terima Uang Meras Rp 69 M tapi Harta Irvian Sultan Kemnaker Hanya Segini, Sudah Lama Tak Lapor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.