Tribunners

Sin Tae-yong dan Tanggung Jawab PSSI

Untuk menyatukan kembali sepak bola yang solid tentu adanya proses di dalamnya.

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Ridwan Mahendra - Penikmat Sepak Bola 

Oleh: Ridwan Mahendra - Penikmat Sepak Bola

KONFERENSI pers PSSI pada 6 Januari 2025 telah dilaksanakan. Dalam konferensi pers tersebut menyisakan problematik dengan diberhentikannya Pelatih Tim Nasional Sepak Bola Indonesia, Shin Tae-yong

Sebuah keputusan yang harus dipertanggungjawabkan oleh seluruh jajaran PSSI mengingat prestasi yang dapat dikatakan gemilang oleh STY (Shin Tae-yong) selama menjadi pelatih kepala. Menilik pada situs resmi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), prestasi Tim Nasional Indonesia sendiri pada 2024 memiliki prestasi yang cukup membanggakan.

Pertama, Timnas Indonesia lolos ke babak 16 besar Piala Asia untuk pertama kali dalam sejarah. Kedua, Timnas Indonesia peringkat keempat Piala Asia U-23 untuk pertama kali dalam sejarah. Ketiga, lolos ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 untuk pertama kali dan masih memiliki asa dalam gelaran terbesar turnamen tersebut.
 
Sebagai seorang penikmat sepak bola, penulis menyayangkan dengan diberhentikannya STY dalam menakhodai Timnas Indonesia. Sebab, Timnas Indonesia sendiri masih berjuang meraih asa lolos langsung ke Piala Dunia 2026 dengan masih menyisakan empat  laga di ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.

Empat laga di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia tersebut di antaranya laga tandang melawan Australia pada 20 Maret mendatang, laga kandang melawan Bahrain pada 25 Maret, laga kandang melawan Cina pada 5 Juni mendatang, serta laga pemungkas dengan melawat ke Jepang pada 10 Juni mendatang.

Penulis menyadari bahwa pergantian di kursi kepelatihan memang sudah menjadi hal yang lumrah, tetapi apabila selama kepelatihan tersebut menunjukkan tren yang positif maka sungguh sangat disayangkan mengingat Tim Nasional Indonesia masih menyisakan laga penting menuju Piala Dunia 2026.

Menilik pada opini saya yang terbit di Tribun Sumsel pada 19 Juni 2023 berjudul Momentum Kebangkitan Sepak Bola Nasional, dalam opini tersebut saya berpendapat bahwa momentum kebangkitan sepak bola kita muncul pascapertandingan persahabatan melawan Timnas Argentina yang notabene juara Piala Dunia 2022.

Pertandingan yang bersejarah mengingat kala itu Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang rencananya digelar di Tanah Air. Garis besar dalam tulisan saya tersebut berharap Timnas Indonesia memiliki kemajuan, salah satunya saya berharap Indonesia bisa tampil di kancah tertinggi sepak bola, tak lain Piala Dunia.

Berbicara mengenai kepelatihan, mari sejenak menilik Der Panzer (julukan Timnas Jerman), saat dinakhodai Jurgen Klinsmann, Joachim Low saat itu masih menjadi asisten pelatih, apakah Jerman langsung juara dunia? Tentu tidak.

Meski Jerman saat itu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006, tetapi Timnas Jerman harus mengakui keunggulan Timnas Italia dengan skor 2-0, Timnas Jerman gagal menuju partai puncak. Dari hasil tersebut, Klinsmann akhirnya diganti oleh Joachim Low. Masa kepelatihan Joachim Low apakah mulus seperti yang diharapkan untuk menjadi juara Piala Dunia 2010? Jawabannya tidak.

Joachim Low yang diharapkan mampu membawa pulang trofi Piala Dunia 2010 (digelar di Afrika Selatan) hanya mampu meraih peringkat ketiga. Pada akhirnya, Jerman yang masih mempercayai Joachim Low sebagai pelatih kepala berhasil meraih juara Piala Dunia 2014 setelah menang 1-0 atas Argentina di perpanjangan waktu. Timnas Jerman dan Joachim Low berhak membawa pulang Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan di Brasil kala itu.

Dari Joachim Low, PSSI seharusnya belajar bahwa tidak ada prestasi yang instan, termasuk dalam mimpi anak negeri untuk bermain di Piala Dunia. Kita dapat menganalogikan bahwa ketika membuat rumah yang kokoh seharusnya dengan satu arsitek hingga rumah tersebut menjadi rumah yang layak huni dan kokoh. Pun dengan sepak bola, untuk meraih prestasi tinggi (bermain di Piala Dunia) seharusnya nakhoda tidak perlu diganti, sebab apabila nakhoda itu sendiri diganti-ganti maka akan makin sulit untuk mewujudkan harapan itu.

Penulis bukannya pesimistis atas diberhentikannya STY sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia, tetapi untuk menyatukan kembali sepak bola yang solid tentu adanya proses di dalamnya. Semoga langkah yang diambil oleh PSSI merupakan langkah yang tepat. Artinya, langkah yang tepat untuk menjadikan Timnas Indonesia berprestasi dan mampu meraih mimpi bermain di Piala Dunia, serta seluruh jajaran PSSI siap bertanggung jawab sepenuhnya atas pascapemecatan STY sebagai pelatih kepala. Maju terus sepak bola Indonesia! Semoga. (*)


 

 

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved