Tribunners

Pasal Royalti Undang-Undang Hak Cipta

Hak cipta sering kali dianggap sebagai konsep yang sederhana, bahkan cenderung sering diabaikan tanpa adanya penghormatan sama sekali.

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Darwance - Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, Anggota Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual (APHKI) 

Waktu pembayaran royalti juga harus dinyatakan secara jauh lebih tegas, termasuk dalam hal penggunaan sebuah ciptaan melibatkan banyak pihak, misalnya konser musik, atau acara-cara komersial lain yang difasilitasi oleh pihak tertentu. Hal yang tidak kalah penting adalah aturan soal pemegang hak cipta yang ingin mengelola royalti secara mandiri, mesti juga diatur secara lebih mendetail, sebab tidak dapat pula diwajibkan mereka harus masuk lembaga tertentu untuk meraih hak dasar mereka sebagai pencipta atau pemegang hak cipta misalnya. Penggunaan ciptaan melalui sarana teknologi tertentu (platform tertentu) juga perlu dikaji.

Penghormatan tanpa royalti

Hak cipta memang berbeda dengan HKI lain, apalagi bila sudah masuk pada ranah penggunaan secara komersial. Sifatnya yang tidak berwujud, berbeda dengan benda yang kepemilikannya dapat dilihat secara nyata (berwujud), pelanggaran terhadapnya mudah terjadi, bahkan tanpa disadari. Ibarat menggunakan barang milik orang lain, pembayaran royalti merupakan uang sewa atau bagi hasil yang harus dibayar atas penggunaan barang itu. Begitulah kira-kira analogi paling sederhana.

Namun demikian, penghormatan terhadap sebuah ciptaan bukan hanya soal royalti, tetapi juga dengan penggunaan yang tetap pada batasan morel agar pencipta yang sudah berjerih payah menciptakan meras betul-betul dihargai. Ini yang tidak kalah penting untuk diketahui bersama-sama, dan hal ini pula yang marak terjadi akhir-akhir ini. (*)

Sumber: bangkapos
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved