Sengketa 4 Pulau di Aceh dan Sumut
Desakan Copot Mendagri Tito Karnavian Mengalir dari DPR dan Mahasiswa Aceh
Desakan agar Presiden Prabowo Subianto memberikan sanksi terhadap Mendagri Tito Karnavian muncul dari anggota DPR RI hingga mahasiswa.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak mendesak Presiden Prabowo Subianto menegus hingga mencopot Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buntut polemik 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Desakan agar Prabowo memberikan sanksi terhadap Tito muncul dari anggota DPR RI hingga mahasiswa.
Sanksi tersebut perlu diberikan karena Tito dalam Keputusan Mendagri menyatakan keempat pulau yakni Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara memicu reaksi keras dari DPR.
Putusan soal kepemilikan empat pulau tersebut ditetapkan dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Anggota DPR RI dari Dapil Aceh I, Muslim Ayub, menyatakan bahwa Presiden harus bertindak tegas terhadap Tito karena keputusan tersebut menimbulkan keresahan masyarakat dan mengerdilkan peran DPR RI.
"Kalau sudah menjadi kehebohan di publik, Presiden harus memberi punishment juga terhadap bawahannya. Jangan begitu saja. Bagi saya, Pak Tito harus diberi peringatan karena memberikan keputusan," kata Muslim Ayub dalam diskusi daring pada Sabtu (14/6/2025), dilansir Kompas.com.
Muslim menilai, keputusan itu tidak hanya kontroversial tetapi juga membuat DPR seolah tidak bertanggung jawab di mata publik.
"Kita ini sudah jadi bulan-bulanan masyarakat," kata Muslim.
Muslim meyakini Presiden Prabowo akan mengambil kebijakan yang adil dan berpihak pada masyarakat.
Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, juga menyoroti keresahan masyarakat Aceh akibat keputusan tersebut.
"Sudah mulai ada yang teriak-teriak di Aceh sana," kata Doli yang mengaku mendapatkan laporan langsung dari kerabat dan masyarakat di Aceh.
Ia menyebutkan bahwa Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah mengumpulkan seluruh anggota DPR, DPD RI, dan DPRD Aceh untuk menyikapi masalah ini.
Menurut Doli, konflik batas wilayah sangat sensitif dan berpotensi memicu gesekan horizontal.
"Saya pernah mengalami konflik tapal batas antar desa, bahkan bisa menyebabkan korban jiwa," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa keputusan Kemendagri bertentangan dengan berbagai dasar hukum dan kesepakatan historis, termasuk kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut tahun 1992 serta UU Pemerintahan Aceh.
Sikap Fraksi PDI Perjuangan dan Gerindra
Romy Soekarno dari Fraksi PDI Perjuangan menyatakan penyesalannya terhadap terbitnya Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
"Ini bukan hanya soal batas wilayah, tapi menyangkut kedaulatan dan keadilan bagi masyarakat Aceh," ujarnya.
Romy menekankan pentingnya pengkajian ulang dengan mempertimbangkan aspek historis dan sosial, serta membuka ruang dialog antara pemerintah provinsi dan pusat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Gerindra, Bahtra Banong, meminta agar eksekusi Kepmendagri ditunda hingga klarifikasi lapangan dilakukan.
Ia juga mendukung pembentukan Tim Klarifikasi Wilayah yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat Aceh.
"Konflik seperti ini tidak hanya menyangkut aspek administratif, tetapi juga identitas dan sejarah masyarakat lokal. Maka penyelesaiannya harus holistik, adil, dan partisipatif," kata Bahtra.
Ia menambahkan, Komisi II akan memfasilitasi pertemuan semua pihak setelah masa reses untuk mencari solusi damai dan menyeluruh.
Mahasiswa Aceh Desak Copot Tito
Sementara itu, mahasiswa Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mencopot Tito Karnavian dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal terkait perselisihan antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) mengenai empat pulau.
Desakan itu disampaikan Koordinator Aksi Persatuan Mahasiswa Aceh (PMA) Gamal saat berunjuk rasa di depan Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2025).
Empat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
“Kami meminta dan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencopot Bapak Tito Karnavian dan juga Bapak Safrizal, karena ini menjadi biang kerok atau polemik yang ada, permasalahan yang ada di Aceh,” ujar Gamal.
Dia juga mengatakan PMA mendesak Presiden Prabowo untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Kemendagri tahun 2025 soal empat pulau tersebut.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem hingga anggota DPR dan DPD asal Aceh diminta mengawal permasalahan ini hingga tuntas.
Gamal menuturkan, pada 2008 memang ada kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumut terkait empat pulau tersebut. Namun menurutnya, dalam kesepakatan tersebut terjadi kesalahan administratif.
“Sehingga di tahun 2022 itu Kemendagri mengeluarkan SK juga. Nah, dalam artian ini pemerintahan Aceh sudah menyurati Kemendagri untuk segera merevisi, merevisi terkait dengan SK tersebut,” ucap Gamal.
“Nah, jadi ketika direvisi malah kami ditipu hari ini. Kami dikenain dengan pencaplokan empat pulau ini yang ada di Aceh Singkil, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek,” lanjutnya.
Menurut Gamal, secara teritorial, keempat pulau tersebut memang dekat dengan Sumatera Utara. Tapi, dia meminta kepada Kemendagri untuk tidak melupakan fakta dan sejarah.
“Ini adalah hak milik rakyat Aceh,” tegas Gamal.
Dilansir Antara, sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumut telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.
Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Keputusan Kemendagri itu menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Muhammadiyah Khawatir Perpecahan
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas, khawatir akan timbulnya disintegrasi atau perpecahan imbas polemik empat pulau yaitu Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang yang kini tengah disengketakan oleh Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Anwar pun berharap agar Presiden Prabowo Subianto segera menyelesaikan polemik ini.
Menurutnya jika tidak segera ditangani, maka akan menimbulkan gesekan antar kedua belah pihak.
Anwar juga mengibaratkan polemik ini membuat perdamaian Aceh selama 20 tahun setelah berhentinya konflik bersenjata antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah terusik.
"Untuk itu kita berharap kepada Presiden Prabowo agar masalah keempat pulau yang telah memantik terjadinya dinamika politik tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya."
"Sebab kalau kita gagal menangani masalah ini, maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu sja tidak mau hal itu terjadi," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (16/6/2025).
Anwar kembali mengingatkan terkait konflik bersenjata yang sempat terjadi puluhan tahun di Aceh antara pemerintah dan GAM.
Akibat konflik tersebut, banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Namun, konflik itu akhirnya dapat berhenti ketika adanya kesepakatan perdamaian lewat Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005.
Aceh, kata Anwar, pun menyongsong era baru setelah perdamaian tersebut disepakati yaitu pemberian otonomi khusus, hingga penarikan pasukan TNI dan Polri.
"Karena konsistennya kita dalam mematuhi kesepakatan yang ada, maka perdamaian di Aceh bisa terwujud dengan baik," jelasnya.
Muzakir Manaf Tak Akan Negosiasi dengan Sumut
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf menegaskan tidak akan bernegosiasi dengan Pemprov Sumut terkait kepemilikan empat pulau tersebut.
Dia menegaskan bahwa empat pulau itu adalah bagian dari Provinsi Aceh yang sah.
“Bagaimana kita duduk bersama, itu hak kita. Kepunyaan kita, milik kita. Wajib kita pertahankan. Itu saja,” kata sosok yang akrab disapa Mualem pada Jumat (13/6/2025) dikutip dari Serambinews.com.
Mualem mengungkapkan pernyataannya tersebut berlandaskan dasar hukum dan sejarah yang kuat atas kepemilikan keempat pulau tersebut.
Sehingga, dia berharap agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian segera mencopot keputusan yang menetapkan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Sumut.
“Itu (empat pulau) hak kita, kewajiban kita, kewajiban kita pertahankan. Seperti mana yang telah kita ketahui, pulau itu adalah milik kita, milik Pemerintahan Aceh,” tuturnya.
Mualem menegaskan bakal berbicara dengan Prabowo terkait polemik ini jika komunikasinya ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak membuahkan hasil.
“Insya Allah seperti itu, itu (bahas dengan Prabowo) tahap terakhir jika semuanya tidak mempan. Dan Alhamdulillah saya yakin beliau komitmen. Insya Allah kita doakan bersama,” jelasnya.
Bobby Siap Terima Apapun Keputusannya
Sementara, Gubernur Sumut, Bobby Nasution mengaku siap terkait apapun keputusan sengketa empat pulau antara provinsi yang dipimpinnya dengan Aceh.
Dia mengungkapkan saat ini, penyelesaian terkait sengketa tersebut tengah dilakukan oleh pemerintah pusat.
Bobby mengatakan jika memang empat pulau tersebut diputuskan milik Aceh, maka dia menegaskan siap untuk menerimanya.
"Ya kalau mau diserahkan, kembali ke mana pun, kembali ke Aceh, ya, kami pasti ikut,” ucapnya di Kota Pematangsiantar, Sumut, Minggu (15/6/2025), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Bobby, Pemprov Sumut tidak punya kewenangan untuk menahan empat pulau itu, apalagi mengambilnya.
"Enggak ada urusan kami mau menahan, mau meminta, mau mengambil, enggak ada urusan kami," ucapnya mengakhiri.
Prabowo Putuskan Pekan Ini
Terkait polemik ini, Prabowo memutuskan akan mengambil alih sengketa empat pulau tersebut.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan hal itu disepakati setelah dirinya berkomunikasi dengan Prabowo.
"Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara," ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
Dasco mengatakan, Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut sudah bisa rampung pekan ini.
"Dalam pekan depan (pekan ini) akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu," jelasnya.
Sebelumnya, Kemendagri akan mempertemukan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution untuk membahas polemik empat pulau di Aceh yang masuk wilayah Sumut.
Selain kepala daerah kedua provinsi, Kemendagri juga akan mengundang tokoh masyarakat hingga anggota DPR dari dapil Aceh maupun Sumut.
"Menteri Dalam Negeri juga berencana akan mengundang para kepala daerah, anggota DPR, tokoh masyarakat dari Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara untuk mendengar pandangan, saran dan masukan dalam rangka mencari titik temu dan solusi yang terbaik untuk para pihak," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya melalui pesan singkat, Jumat (13/6/2025).
Selain itu, juga akan diundang Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang di dalamnya meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, dan Kemendagri.
Banyaknya pihak yang akan diundang ditujukan untuk menghindari polemik dan kontroversi terkait Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
"Penyelesaian persoalan ini memerlukan data dan informasi yang akurat dan lengkap dari semua pihak terkait."
"Penting untuk tidak saja melihat peta geografis tetapi juga sisi historis dan realita kultural," kata Bima.
(Kompas.com/Wahyu Wachid Anshory, Teguh Pribadi) (Kompas TV/Ninuk Cucu Suwanti) Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Chaerul Umam)(Serambinews.com/Rianza Alfandi)
| Inilah Isi Surat Kesepakatan Muzakir Manaf dan Bobby Nasution, 4 Pulau Sengketa Jadi Milik Aceh |
|
|---|
| Kronologi Sengketa 4 Pulau antara Aceh dan Sumut, Prabowo Akhirnya Turun Tangan |
|
|---|
| Breaking News: Prabowo Putuskan 4 Pulau Sengketa Milik Aceh |
|
|---|
| Masyarakat Aceh Kibar Bendera Bulan Bintang di Kantor Gubernur, Protes 4 Pulau Dimasukkan Ke Sumut |
|
|---|
| Sengketa 4 Pulau Aceh, DPR Minta Tito Karnavian Panggil Muzakir Manaf dan Bobby Nasution: Mediasi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.