Diplomat Kemlu Tewas di Menteng

MENGUAK Motif Tewasnya Diplomat Kemlu Arya Daru, Benarkah Ada Pembungkaman atau Bunuh Diri?

Misteri kematian Diplomat Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan (39) hingga saat ini menjadi pertanyaan publik. 

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
KOMPAS.com/Lidia Pratama Febrian
INDEKOS ARYA DARU - Indekos Diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru di Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Menteng, Jakarta Pusat. Ia ditemukan tewas di dalam kamar indekos, Selasa (8/7/2025) pagi. 

BANGKAPOS.COM - Misteri kematian Diplomat Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan (39) hingga saat ini menjadi pertanyaan publik. 

Sejak tanggal kematiannya terungkap, sampai sekarang belum diketahui penyebabnya. 

Publik pun bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Arya Daru meninggal di kamar indekosnya di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) lalu. 

Baca juga: Isi Percakapan Terakhir Arya Daru Diplomat Kemlu dan Istrinya Pada Malam Sebelum Tewas

Sepekan lebih sudah usai kematian Arya Daru, polisi masih menyelidiki motif di baliknya. 

Polisi pun belum menguak penyebab pasti kematian diplomat ini. 

Beragam spekulasi bermunculan, mulai dari bunuh diri hingga dugaan pembungkaman.

Kriminolog Universitas Indonesia, Haniva Hasna, menilai, kematian Arya Daru merupakan kasus kompleks.

Korban adalah diplomat yang mungkin saja menyimpan sejumlah informasi sensitif.

"Polisi mungkin sangat berhati-hati menelusuri kemungkinan motif lain, terutama terkait pekerjaan korban," kata Haniva saat dihubungi, Selasa (15/7/2025).

Menurut Haniva, sebagai diplomat, Arya Daru pasti menyimpan banyak informasi penting. 

Apalagi, ia aktif bertugas dalam misi kemanusiaan dan pelindungan warga negara Indonesia.

"Ada kemungkinan tugasnya berkaitan dengan kasus diplomatik yang rumit ataupun kasus bersinggungan dengan kepentingan besar," ujar Haniva.

Bahkan, ada kemungkinan di balik kematian Arya Daru ada upaya pembungkaman. 

Baca juga: Gaji Diplomat Kemenlu dan Tukin yang Didapat Mendiang Arya Daru Pangayunan

"Bisa saja, korban mengetahui sesuatu yang jika diungkap akan berbahaya bagi pelaku," kata Haniva.

Situasi ini kian rumit kala kasus ini minim saksi dan terjadi di lokasi dengan akses terbatas. Jika kasus ini memang pembunuhan, pelakunya sangat ahli.

"Pelaku bisa saja bukan orang awam. Cara pembunuhan yang bersih dan minim jejak mengindikasikan pelaku cukup terlatih," katanya.

Karena itu, ucap Haniva, penyidik harus lebih cermat mencari alat bukti. 

Penyidik perlu menjalankan audit digital forensik secara menyeluruh dan komprehensif. Bila perlu, acak pesan dan panggilan terakhir, lokasi ponsel, dan aktivitas terakhir.

Rekonstruksi  Waktu Kematian

Di sisi lain, penyidik perlu melakukan rekonstruksi waktu secara presisi.

Tentukan waktu pasti kematian korban, lalu cocokkan dengan keberadaan penghuni lain dan CCTV pada kurun waktu tersebut.

Lalu, kata Haniva, polisi bisa menggali informasi kepada setiap saksi secara mendalam baik di sekitar indekos, keluarga, maupun teman sekerja. 

Orang-orang yang pernah berkonflik dengan korban dalam beberapa bulan terakhir juga wajib diperiksa.

"Gelar forensik lanjutan pada benda di tempat kejadian perkara (TKP) telusuri serat plakban, atau bahkan partikel mikro, debu, rambut, yang tertinggal di TKP," katanya.

Simbol Pembungkaman

Sementara Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso berpendapat, wajah terlakban total mungkin simbol dari pembungkaman. 

Dengan cara ini, korban ingin menyampaikan pesan mengenai situasi yang sedang dialaminya saat ini.

Jika menilik alat bukti yang ada, yakni tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban dan kerusakan barang di sekitar lokasi kejadian, besar kemungkinan ini adalah kasus bunuh diri. 

Namun, penting diteliti alasan di balik itu.

"Perlu dilakukan (profiling) kepribadian dan kehidupan korban jelang kematiannya untuk mengetahui motif di balik kejadian ini," katanya. 

Bahkan, jika diperlukan, polisi dapat mencari membuat hipotesis mengenai korban dibunuh atau bunuh diri.

"Jika korban kidal, arah lakban akan searah dengan jarum jam. Jika tidak, arah lakban biasanya berlawanan dengan jarum jam," katanya.

Konten yang Kerap Dilihat Arya Daru

Sugeng mengatakan, perlu juga dicari mengenai buku bacaan atau konten yang kerap dilihat korban. Mungkin saja, ia tertarik bacaan terkait spionase.

Yang tidak kalah penting, kata dia, pemeriksaan forensik digital pada semua perangkat elektronik milik korban juga perlu dilakukan.

"Dari sana bisa diketahui dengan siapa saja korban aktif berkomunikasi jelang kematiannya," kata Sugeng.

Menurut Sugeng, polisi belum mengungkap motif di balik kematian korban lantaran masih banyak hal yang perlu dicermati dan dikaji.

"Penyidik harus hati-hati dalam mengungkap kasus ini. Akurasi lebih penting dibanding kecepatan," ujar Sugeng.

Kehati-hatian itu terlihat saat olah kedua TKP, Jumat (11/7/2025). 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya menggandeng beberapa ahli dari kedokteran kepolisian, pusat laboratorium forensik, dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dari Bareskrim Polri. 

Polisi juga berkolaborasi dengan dokter yang melakukan otopsi dari RS Cipto Mangunkusumo.

Kolaborasi interprofesi ini dilakukan untuk mengungkap kematian Arya Daru secara lebih cermat. 

"Prinsip-prinsip profesional, proporsional, kecermatan, dan kehati-hatian itu selalu kami pegang," kata Ade Ary.

Datangkan Ahli Lintas Profesi

Selain mendatangkan ahli lintas profesi, penyelidik juga masih menunggu hasil otopsi korban. Polisi masih menunggu hasil laboratorium pemeriksaan organ dalam dan patologi.

Ade Ary mengatakan, TKP adalah gudang barang bukti. Oleh karena itu, ketika polisi mendatangi TKP, barang bukti di lokasi harus orisinal dan tidak boleh tercemar. 

"Pada prinsipnya, kasus ini akan kami tangani dengan sebaik-baiknya, secara proporsional dan profesional," ujarnya.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto yakin dapat mengungkap kasus ini. 

"Penyidik tentu sudah memiliki pengalaman (dalam menangani kasus) seperti ini," katanya. Namun, semua prosesnya harus dijalani secara lebih komprehensif.

Dalam proses penyidikan, lanjut Karyoto, semua alat bukti yang terkumpul perlu dipelajari, termasuk alat bukti digital. 

"Kami juga akan memeriksa laptop dan perangkat digital lain," katanya.

Jejak digital di telepon genggam korban juga akan dilacak. Ia menambahkan, tim penyidik forensik akan melacak ke mana ia pergi, dan jam berapa, dengan siapa korban berkomunikasi. Hal ini dilakukan karena saat peristiwa Arya Daru sedang sendiri.  

"Mungkin seminggu lagi selesai, nanti ada kesimpulan," kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto, Kamis (10/7/2025) malam.

Kematian Arya Daru menjadi tantangan bagi penyidik untuk tidak sekadar mengungkap peristiwa, tetapi menyingkap pesan di balik kematian misterius itu. (Kompas.com/Rhama Purna Jati)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved