Diduga Siswa SD Korban Perundungan

Keluarga Siswa SD di Toboali Diduga Korban Bully Sebut Rontgen Tunjukkan Ada Memar di Perut

Paman korban sebut hasil rontgen menunjukkan ada memar di perut. Desak kepolisian usut tuntas kasus dugaan perundungan ini.

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra
DIWAWANCARA -- Doni saat diwawancarai awak media, Senin (28/7/2025) di Polres Basel. Doni adalah paman ZH, bocah laki-laki umur 10 tahun yang meninggal dunia diduga karena aksi bullying. 

“Di rontgen perut, udah terjadi memar di dalam, ususnya udah parah dan dioperasi. Itu konfirmasi dari dokternya,” jelasnya.

Keluarga Berharap Penanganan Kasus Transparan

Pihak keluarga sangat berharap agar kasus dugaan perundungan anak ini bisa diselesaikan secara terang dan terbuka.

“Kami berharap, pihak kepolisian bisa mengkonfrontasi kepala sekolah, guru, pelaku (diduga-red), dinas pendidikan dengan kami keluarga korban biar semuanya terang terbuka. Jangan sampai sebelah sana statement seperti ini, sebelah sini statement seperti ini, enggak nyambung nanti,” imbuhnya.

Keluarga Resmi Lapor Polisi, Desak Kepala Sekolah Bertanggung Jawab

Kasus meninggalnya ZA (10), siswa SDN 22 Toboali yang diduga menjadi korban perundungan, kini telah masuk ranah hukum. Paman korban, Doni, secara resmi telah membuat laporan ke Polres Bangka Selatan pada Senin (28/7/2025) sore di kantor SPKT.

Ia menunjukkan Surat Tanda Penerimaan Laporan kepada Bangkapos.com sebagai bukti keseriusan keluarga dalam mencari keadilan.

"Kedatangan saya ke Polres untuk melaporkan secara resmi tindakan bullying yang diterima oleh almarhum keponakan saya ke Polres Bangka Selatan," ungkap Doni.

Pihak keluarga, melalui Doni, menegaskan akan mengejar pertanggungjawaban dari pihak sekolah, khususnya kepala sekolah SDN 22 Toboali.

Sebelumnya, kepala sekolah sempat menyatakan bahwa perundungan yang dialami korban hanya bersifat verbal. Keluarga membantah hal itu dan mencurigai adanya kekerasan fisik yang berujung fatal.

"Saya sampaikan, kita berani otopsi. Jika benar-benar terjadi otopsi secara fisik, maka kepala sekolah tersebut harus berani mempertanggungjawabkan statement dia, baik secara institusi maupun secara hukum. Secara institusi dia harus mengundurkan diri, secara hukum dia harus mempertanggungjawabkan statement dia itu," tegas Doni.

Kronologi Versi Keluarga: Pengakuan Pukulan dan Tendangan

Saat ditanya mengenai kronologi kejadian dari versi keluarga, Doni menceritakan bahwa korban baru bisa bercerita ketika kondisinya sudah sangat parah.

"Daya ingatnya itu sudah hampir enggak ingat lagi, sama keluarganya hampir enggak ingat," jelasnya.

Namun, korban sempat bercerita kepada neneknya bahwa perutnya sakit ketika diusap. Begitu pula ketika diusap kepalanya, korban juga mengaku sakit.

Halaman
123
Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved