Menyapa Nusantara
Mempromosikan 'Agama Cinta' Mencegah Radikalisme
Agama cinta tersaji dalam suasana penuh canda dan keakraban, ketika si habib mengawali ceramahnya dengan menyebut bahwa peserta ...
Nabi Muhammad tidak pernah sakit hati kepada perempuan itu, apalagi mendendam dan membalasnya dengan kekerasan. Sebaliknya, nabi tetap meluangkan waktu untuk menyuapinya, dengan penuh cinta. Sampai ketika Rasulullah wafat, peran itu digantikan oleh salah seorang sahabat. Si perempuan itu protes karena cara menyuapi makanan tidak selembut yang dilakukan oleh Rasulullah.
Akhirnya sahabat itu bercerita bahwa yang selama ini bersikap baik kepada si perempuan itu adalah Nabi Muhammad. Akhirnya, si perempuan itu menangis dan bertobat, hingga mengakui kerasulan Muhammad Saw.
Peristiwa lainnya adalah ketika seorang laki-laki selalu meludahi wajah Rasulullah, setiap nabi lewat di suatu daerah. Meskipun demikian, Rasulullah tidak pernah menunjukkan permusuhan terhadap laki-laki itu.
Sampai suatu hari, Rasulullah tidak menjumpai laki-laki itu di tempat biasa nabi lewat. Ketika diperoleh informasi bahwa laki-laki itu sakit, Rasulullah menyambangi atau menjenguk laki-laki yang selama ini bersikap kurang ajar kepadanya.
Mendapati Rasulullah datang ke rumahnya, hati si laki-laki itu luruh dan menangis. Ia meminta maaf dan kemudian mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah.
Cerita lain adalah ketika Rasulullah datang berdakwah ke wilayah Thaif. Bukan perlakuan baik yang diterima, nabi dan rombongan justru diusir, bahkan hingga dilempari batu. Orang-orang itu menuduh, dengan hinaan, "Muhammad pendusta".
Menghadapi sikap seperti itu, lagi-lagi nabi konsisten pada tugas mulianya dari Allah, yakni untuk memperbaiki akhlak dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Ketika malaikat Jibril menawarkan untuk membumihanguskan wilayah Thaif atas peristiwa pengusiran itu, Rasulullah menolak.
Sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Nabi Muhammad memilih sikap memaafkan dan mendoakan baik untuk orang-orang Thaif. "Ya Allah, berilah hidayah untuk kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui".
Dari ketiga kisah yang telah diteladankan oleh Rasulullah itu sangat jelas bahwa pesan dan sikap cinta selalu dikedepankan dalam menyikapi situasi, bahkan termasuk peristiwa yang secara pribadi sangat menyakitkan.
Karena itu, kalau ada tokoh agama yang mengajak umatnya untuk mengedepankan caci dan permusuhan, bahkan tindakan teroris, dapat dipastikan tidak sesuai dengan ajaran dasar Islam yang disebarkan oleh Rasulullah.
Kembali ke peringatan habib dan bante di atas, kita tidak perlu sok dalam beragama. Bagi warga Indonesia, tidak ada pilihan lain dalam beragama, kecuali saling menghormati, bahkan saling melindungi serta saling memberi rasa nyaman dengan umat berbeda iman.
Untuk menanamkan pemahaman agama cinta harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan di negeri ini. Pemahaman agama cinta perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak, sehingga mereka tidak mudah terjebak dalam paham beragama yang radikal. Anak-anak yang sejak kecil sudah ditanamkan rasa saling menyayangi terhadap siapapun akan memiliki benteng jiwa yang kuat untuk menjadi pelaku, bahkan pelopor terhadap sikap toleransi. (*/E3)
