Ia juga mengatakan, kemungkinan adanya tambahan tersangka lainnya, apabila tim sidik Dit Polairud Polda Babel menemukan kembali alat bukti.
"Kemungkinan (ada tersangka lainnya-red), tetapi kita harus mencari alat bukti. Bicara hukum, tidak bisa menghukum orang kalau tidak alat bukti," kata Kabid Humas Polda Babel Kombes Pol Maladi, kepada Bangkapos.com, Kamis (22/12/2022).
Namun, kembali dikonfirmasi Bangkapos.com, Minggu (25/12/2022), belum ada informasi dari Maladi berkaitan dengan perkembangan dan penambahan tersangka dari ungkap kasus 6,9 ton pasir timah ilegal itu.
Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPRD Bangka Belitung, Azwari Helmi, telah berkali-kali meminta Polda Babel dapat menuntaskan kasus pasir timah ilegal ini.
"Pokoknya buat dengan sejelas jelasnya usut tuntas. Itu saja, biar jelas, di Babel ini sudah luar biasa," kata Azwari Helmi kepada Bangkapos.com, Minggu (25/12/2022).
Dengan ditetapkan, satu tersangka sopir truk dirasakan Helmi belum cukup, karena pemilik pasir timah yang belum diketahui.
Ia meyakini pemilik pasir timah dapat dengan mudah diketahui pihak kepolisian karena masih berada di wilayah Bangka Belitung.
"Segera diusut tuntas dimanapun dia berada. Selagi masih di Indonesia, saya yakin bisa. Kami berikan suport ke pihak kepolisian, mereka mampu mencari siapa pemiliknya. Biar kasus ini jelas," harapnya.
Senada disampaikan, Sekretaris LBH, Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Babel, Aldy Putranto, mengatakan dengan dijadikan tersangka sopir truk pembawa pasir timah 6,9 ton merupakan hal wajar.
Ia miminta Polda Babel tidak hanya berhenti pada sopir truk saja.
Tetapi diminta untuk menangkap aktor intelektualnya dengan sejumlah alat bukti dan saksi yang didapat.
"Logikanya saja kalau memang yang ditetapkan adalah sopir, pasti ada orang yang menyuruh sopir tersebut untuk melakukan pengangkutan pasir timah tersebut. Aktor intelektualnya bisa saja orang yang melakukan penjualan ataupun pembelinya," ujar Aldy.
Menurutnya, terkait penetapan sopir sebagai tersangka, adalah hal yang wajar dan sudah sesuai ketentuan.
"Dan tentunya penetapan tersangka tersebut setelah pihak kepolisian mengumpulkan alat bukti dan keterangan dari saksi-saksi," lanjutnya.
Aldy juga mengaku, setelah membaca pemberitaan terkait penyidik menetapkaan sopir AP sebagai tersangka dengan pasal 161 Undang-undang nomor 3 tahun 2020, tentang perubahan atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara adalah hal yang tepat.
"Karena TKP penangkapan adalah bukan dilokasi penangkapan, sehingga sangat sulit membuktikan timah tersebut berasal dari IUP PT Timah atau bukan. Sehingga yang paling masuk akal adalah menerapkan pasal 162 Undang-undang nomor 3 tahun 2020," ujarnya.
(Bangkapos.com/Riki Pratama)