Oleh: Yan Megawandi - Widyaiswara di Pemprov Kepulauan Babel, Tenaga Edukatif di Stisipol Pahlawan 12 Sungailiat
ADA dua sisi reaksi yang mengemuka dengan disahkannya revisi Undang-Undang ASN, Selasa (3/10) lalu. Reaksi pertama yang paling banyak diberitakan adalah keberhasilan partai politik di parlemen mencegah terjadinya PHK massal tenaga kontrak atau tenaga honor. Tentu berita ini merupakan guyuran air sejuk di tengah dahaga. Berdasarkan penjelasan Menpan RB, sampai dengan bulan Maret 2023 (suarasurabaya.net), seharusnya tinggal 440 ribu di 2018, tetapi setelah didata bukannya makin sedikit, malah meningkat 2,4 juta. Terakhir tinggal 1,8 juta ini.
Walaupun belum jelas benar bagaimana nantinya mekanisme pengaturan proses yang akan diberlakukan kepada para tenaga kontrak atau honor tersebut. Hal yang tidak mudah tentunya karena bertalian dengan kemampuan keuangan pemerintah yang bisa saja berdampak pada hal-hal lainnya.
Termasuk pula pada kategori reaksi pertama ini ialah terkait transformasi rekrutmen dan jabatan ASN. Pola karir yang selama ini terkesan tertutup dikabarkan akan makin terbuka. Misalnya saja ASN yang berkarir di lembaga-lembaga sipil akan dimungkinkan mengembangkan karirnya di kepolisian dan kemiliteran. Hal baru karena selama ini yang lazim adalah sebaliknya.
Hal yang diatur di revisi UU ASN ini berikutnya ialah bagaimana upaya mengurangi kesenjangan SDM di berbagai daerah utamanya di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal, serta upaya untuk mendorong digitalisasi dalam manajemen ASN. Hal-hal tersebut dibarengi pula dengan upaya penguatan budaya kerja dan citra institusi atau lembaga.
KASN Bubar
Kekhawatiran banyak pegawai negeri dan para akademisi bahwa Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan dibubarkan akhirnya terjadi juga. "Penyempurnaan" Undang-Undang ASN yang semula di dalamnya memuat keberadaan KASN di undang-undang revisi telah diubah. Sebuah lembaga independen yang bertugas untuk menjaga netralitas pegawai ASN; melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada Presiden, KASN selama ini menjadi semacam pertahanan terakhir bagi para pegawai negeri di republik ini.
Cukup banyak cerita dari berbagai pelosok pemerintahan yang terekam mengenai bagaimana kiprah lembaga KASN. Berdasarkan data KASN per Desember 2022, tercatat 97 instansi pemerintah belum memiliki peraturan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku (NKK), sedangkan 604 lainnya telah memiliki peraturan tersebut. Sementara itu, pada 2020 hingga 2022 terdapat 1.840 pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN yang ditangani oleh KASN.
Berdasarkan data yang disampaikan di kasn.go.id (Puji Lestari: 2023) prestasi lain KASN di antaranya peningkatan kualitas pengawasan pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT). Tercatat bahwa selama tahun 2021, KASN menerbitkan 3.162 surat rekomendasi pengisian JPT baik melalui seleksi terbuka, maupun rotasi/mutasi internal dan antarinstansi pemerintah.
Namun, memang masih ada kendala bagi KASN. Sampai rekomendasi KASN atas laporan pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh PPK (KDH) masih rendah. Dari total 114 rekomendasi yang diterbitkan, baru sekitar 77 (68 persen) rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh PPK.
Komisi Aparatur Sipil Negara dalam versi baru nantinya tidak lagi merupakan instansi independen. Lembaga ini ke depan akan merupakan bagian dari pihak eksekutif sepenuhnya. Kemungkinan akan di bawah Kementerian Aparatur Negara dan RB atau di bawah Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Korps Pegawai Negeri (Korpri) yang sedang melaksanakan rapat kerja nasional di Ancol ketika revisi UU ASN disahkan menyampaikan keluhan soal penghapusan KASN ini. Wakil Ketua Umum Korpri, Bima Haria Wibisana yang merupakan mantan kepala BKN melontarkan pertanyaan balik menyoroti penghapusan KASN sebagaimana dikutip dari Medcom.id (03/10/2023). "Pertanyaannya bagaimana menjamin sistem meritokrasi berlangsung? Siapa yang akan mengawasi?" katanya. Menurutnya penghapusan itu memengaruhi pengawasan sistem meritokrasi abdi negara.
Bima mengatakan terdapat dua opsi mengenai ke mana lembaga KASN akan berlabuh. Opsi pertama, yakni tugas-tugas KASN diambil alih Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Namun skenario itu dinilai oleh Bima sebagai hal yang sulit. Lantaran menterinya saat ini, Abdullah Azwar Anas, yang merupakan eks Bupati Banyuwangi, seorang politisi dan tentu memiliki afiliasi politik. "Saya bercanda dengan Pak Menteri, kalau Bupati Banyuwangi menurunkan orang, terus orangnya banding ke Menpan, kira-kira (Azwar) mau ngapain? Akan terjadi yang seperti itu," ujar dia.
Menurut Bima opsi tersebut akan menimbulkan rawan konflik kepentingan. Sebab, Kemenpan RB merupakan pembuat kebijakan yang sebaiknya tidak mengeksekusi karena akan muncul mekanisme kooptasi. Sebagai regulator sudah semestinya tidak dianjurkan untuk ikut menjadi eksekutor, jelas analis kebijakan utama Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu.
Opsi kedua, yakni tugus KASN diambil alih BKN. Padahal BKN sejatinya merupakan organisasi yang tidak didesain untuk menjadi hakim, melainkan mengeksekusi manajemen. Bima menuturkan fungsi BKN bisa diperkuat dengan menambah kewenangan untuk memberi sanksi kepada ASN. Namun hal itu mesti dipertimbangkan dengan cermat. "Kalau orangnya (pemimpinnya) tidak benar, bisa bahaya karena tidak boleh bergantung pada orang, (melainkan) pada sistem," ujar dia.