BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Terdakwa Harvey Moeis bersama sejumlah bos smelter swasta dan petinggi PT Timah Tbk bersekongkol mengakali perusahaan plat merah tersebut.
Akal-akalan Harvey Moeis cs terkait program kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah antara PT Timah Tbk dengan perusahaan-perusahaan swasta.
Tidak hanya terkait sewa alat processing penglogaman timah, tapi juga soal bagaimana cara smelter swasta mendapatkan pasokan bijih timah ilegal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya akal-akalan yang dilakukan perusahaan smelter swasta terkait penambangan timah di Bangka Belitung tersebut dalam dakwaan terhadap Harvey Moeis yang dibacakan dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).
Sidang Harvey Moeis terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 yang kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
Menurut jaksa, Harvey Moeis yang dalam perkara ini berkapasitas sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) mengakali program kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah antara PT Timah dengan perusahaan-perusahaan swasta.
Perusahaan swasta tersebut ialah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
"Bahwa Program Kerja sama Sewa Peralatan Processing Penglogaman Timah merupakan akal-akalan Terdakwa Harvey Moeis bersama-sama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (Direktur Utama PT Timah), Alwin Albar (Direktur Pengembangan Usaha PT Timah), dan Emil Erminda (Direktur Keuangan PT Timah) bersama-sama dengan Tamron alias Aon (CV Venus Inti Perkasa), Suwito Gunawan alias AWI (PT Stanindo Inti Perkasa), Rosalina (PT Tinindo Internusa), Fandi Lie (PT TInindo Internusa), Robert Indarto (PT Sariwiguna Bina Sentosa), dan Reza Andriansyah (PT Refined Bangka Tin)," kata jaksa membacakan dakwaan.
Kerja sama itu kemudian menyepakati nilai pembayaran sewa peralatan processing penglogaman timah yang menurut jaksa jauh melebihi nilai harga pokok peleburan (HPP) yang berlaku di PT Timah.
"Yaitu yang seharusnya biaya penglogaman berdasarkan HPP jika menggunakan smelter di PT Timah Tbk hanya sebesar Rp 738.930.203.450,76," kata jaksa.
Namun kenyataannya, PT Timah membayar Rp 3 triliun lebih untuk biaya penglogaman tersebut.
Dengan demikian, terdapat kemahalan harga mencapai Rp 2,2 triliun lebih.
"PT Timah Tbk membayar sebesar Rp 3.023.880.421.362,90, sehingga terdapat kemahalan harga sebesar Rp2.284.950.217.912,14," kata JPU.
SPK Disalahgunakan untuk Beli Bijih Timah Ilegal
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung juga mengungkapkan modus Harvey Moeis dan beberapa bos smelter swasta mendapatkan pasokan bijih timah ilegal.