Sehari-hari, Hafid menjalani rutinitas spiritual.
Dari tempat tinggalnya yang berada di bawah jembatan, ia berjalan ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga.
Sisanya, ia habiskan waktu menyendiri di tempat tinggalnya yang sederhana.
"Sudah sembilan tahun saya tinggal di sini," kata Hafid saat ditanya Adi dalam wawancara tersebut.
Meski masih memiliki keluarga besar dan pondok pesantren di Jember, Hafid mengaku tidak betah berlama-lama di rumah.
"Saya anak tunggal, tapi punya tiga adik angkat yang semuanya sarjana kesehatan. Kadang pulang ke Jember, tapi enggak kerasan, lalu balik ke sini lagi," ujarnya.
Hafid menceritakan bahwa ia menempuh pendidikan spesialis THT di Singapura, kemudian melanjutkan studi selama empat tahun di Italia.
Sepulangnya ke Indonesia, ia membuka apotek di Jember bersama sang istri yang berasal dari Cianjur dan juga berprofesi sebagai dokter.
Namun setelah kehilangan kedua orang tercintanya, Hafid memilih menjauh dari hiruk-pikuk dunia.
Ia membangun tempat tinggalnya bersama warga sekitar dan menjalani hidup dengan penuh ketenangan.
"Saya merasa lebih tenang seperti ini," ucap Hafid singkat ketika ditanya alasan memilih hidup di bawah kolong jembatan.
(Bangkapos.com/Tribunnews Maker/Tribun Jateng)