Bangka Pos Hari Ini

Fenomena Rohana-Rojali di BTC, Pembeli Intip Harga Sambil Umbar Tanya

Editor: M Ismunadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bangka Pos Hari Ini, Senin (4/8/2025).

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Ratusan orang terpantau lalu lalang dalam kurun waktu kurang lebih empat jam, mulai pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB. Namun sebagian besar dari mereka hanya melenggang dengan tangan kosong. Tidak ada kantong plastik atau paper bag yang berisi belanjaan usai mereka berkeliling di pusat perbelanjaan modern di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung itu.

“Lihat-lihat aja sih, sambil ngisi waktu. BTC enak, adem dan ramai, terus bisa pegang langsung barang yang mau dibeli. Harganya memang lebih mahal dikit dari online, tapi enggak terlalu jauh,” kata Mesie, satu di antara ratusan pengunjung di Bangka Trade Center (BTC) Pangkalpinang, Senin (28/7/2025).

Remaja putri itu datanng ke BTC bersama Selvi (20) dan dua rekan sesama mahasiswa di Universitas Bangka Belitung. Mereka mengaku cukup sering menghabiskan waktu di BTC meski hanya sekadar berkeliling dan melihat barang-barang yang dijual di pusat perbelanjaan modern tersebut.

“Kalau sekarang cuma liat-liat, tapi kadang juga beli, apalagi kalau mau hari besar kayak Lebaran. Sekarang ekonomi lagi menurun makanya tidak telalu banyak membeli. Sering juga datang ke sini buat chill dan makan bareng temen,” kata Selvi.

Rombongan pengunjung seperti Mesie Cs itu mendapat julukan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) dan Rombongan Jarang Beli (Rojali). Sebutan ini viral di media sosial yang menggambarkan perilaku konsumen yang datang berkelompok ke mal atau pusat perbelanjaan, tapi hanya sekadar melihat-lihat atau bertanya-tanya tanpa melakukan pembelian.

Dikutip dari Kompas.com, banyak pihak menilai fenomena Rohana dan Rojali ini sebagai cerminan bahwa daya beli masyarakat belum benar-benar pulih, terutama di kalangan menengah ke bawah.

Tak hanya remaja, kaum ibu pun terkadang hanya berkeliling dan ‘cuci mata’ saat datang ke BTC Pangkalpinang. Sri (43), warga Desa Air Mesu, Kecamatan Pangkalanbaru, Kabupaten Bangka Tengah, misalnya. Ditemui Bangka Pos saat sedang menyantap makanan ringan di area BTC Pangkalpinang, Sri mengaku awalnya hanya berniat melihat-lihat saat datang ke BTC.

“Sebenarnya cuma ingin lihat-lihat. Tadi pagi dari pasar beli jagung, mampir ke BTC karena dekat,” ujar Sri, Senin (28/7).

Namun, seperti yang sering terjadi, niat awal hanya melihat berubah jadi transaksi. “Saya akhirnya beli peci dan sarung buat suami, soalnya pas lihat warnanya cocok dan harganya oke,” jelasnya.

Sri juga mengaku sering membandingkan harga toko fisik dengan toko daring. “Kalau harga enggak jauh beda dan bisa lihat langsung bahan dan ukuran, ya saya beli di sini,” tambahnya. Sri mengaku bisa datang ke BTC sampai empat kali sebulan.

Lebih Sepi

Liana, seorang pedagang pakaian bayi dan perlengkapan anak di BTC yang buka mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB menyampaikan bahwa penjualan toko miliknya terus menurun sejak kasus korupsi timah Rp271 triliun terungkap. Perempuan yang mengelola toko bersama kakaknya itu menilai kondisi sepi pembeli lebih parah daripada saat Covid-19 melanda Babel.

"Dulu setidaknya masih ada yang beli. Sekarang banyak yang datang cuma lihat-lihat atau nanya, tapi tidak beli," kata Liana, Senin (28/7).

Liana mengakui kondisi yang mirip fenomena Rohana dan Rojali juga terasa di BTC dalam beberapa bulan terakhir. Meski begitu, dia tetap menyambut pengunjung dengan ramah. "Enggak apa-apa, yang penting masih ada orang datang. Rezeki sudah ada yang atur, tugas kami melayani dengan baik," ujarnya sembari tersenyum.

Liana berharap pemerintah dan para pemimpin daerah dapat memperhatikan kondisi riil para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), khususnya yang bergantung pada pusat perbelanjaan tradisional.

Halaman
1234

Berita Terkini