Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Perjalanan Kasus Bos Timah Bangka Hendry Lie Hingga Tetap Divonis 14 Tahun dan Bayar Rp 1,05 T

Editor: Fitriadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TERDAKWA HENDRY LIE - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Hendry Lie dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025). Dalam sidang banding pada Senin (11/8/2025), Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Hendry Lie yang merupakan owner PT Tinindo Internusa (TIN).

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Hendry Lie, bos perusahaan smelter timah PT Tinindo Internusa (TIN) dalam perkara korupsi timah Rp 300 triliun.

Vonis 14 tahun penjara ini sama dengan vonis yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta sebelumnya.

Majelis hakim PT DKI diketuai oleh Albertina Ho meyakini bahwa Hendry telah terbukti bersalah melakukan korupsi seperti dakwaan yang disampaikan penuntut umum.

Baca juga: Hendry Lie Tertunduk Lesu Divonis 14 Tahun Penjara, Wajib Bayar Rp1,05 Triliun

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tulis amar putusan yang dikutip dari SIPP PN Jakarta Pusat pada Senin (11/8/2025).

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 1,05 triliun kepada Hendry.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.052.577.589.599,19,” lanjut amar putusan.

Jika uang pengganti ini tidak dibayar dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap alias inkrah, harta benda milik Hendry akan disita dan dilelang untuk negara.

Setelah harta benda dilelang dan masih tidak mencukupi, Hendry akan dipidana penjara tambahan selama delapan tahun.

Baca juga: Peran Fandy Lingga Adik Bos Timah Bangka Hendry Lie Dalam Kasus Korupsi Timah, Dituntut 5 Tahun

Baca juga: Hasan Basri Kelabui Polisi, Terduga Pembunuh Aditya Warman Terekam di Lampung Berputar ke Palembang

Putusan di tingkat banding ini sama seperti bunyi putusan di pengadilan tingkat pertama.

Hendry dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Sosok Hendry Lie

Hendry Lie dikenal sebagai salah satu pengusaha tambang swasta yang beroperasi di Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hendry Lie awalnya berkecimpung di bisnis garmen atau usaha yang bergerak di bidang produksi dan penjualan pakaian jadi (garmen).

Perusahaan smelter timah yang dinaungi Hendry Lie adalah PT Tinindo Internusa (TIN).

Hendry Lie, pria kelahiran Pangkalpinang tahun 1965 ini merupakan beneficiary ownership atau pemilik manfaat PT TIN.

PT TIN merupakan sebuah perusahaan peleburan timah yang bermitra dengan PT Timah.

Perusahaan peleburan timah ini berkantor di Jalan Ketapang, Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini.

Selain kantor, lokasi itu juga dijadikan tempat peleburan timah oleh PT TIN.

Hendry Lie dalam menjalankan operasional perusahannya dibantu sang adik, Fandy Lingga yang juga menjadi terdakwa kasus korupsi timah.

Fandy Lingga adalah mantan marketing di PT TIN, satu di antara perusahaan smelter timah yang terseret dalam kasus ini.

Selain sebagai bos smelter timah, Hendry Lie juga dikenal sebagai salah satu pendiri perusahaan maskapai penerbangan swasta, Sriwijaya Air.

Dilansir Bangkapos.com dari laman resmi PT Sriwijaya Air, Hendry Lie  merintis Sriwijaya Air pada tahun 2002.

Hendry Lie mengikutsertakan keluarganya terlibat dalam pendirian maskapai ini.

Di bawah kepemimpinannya sebagai direktur, Sriwijaya Air berhasil bertahan dari ancaman kebangkrutan dan menjadi salah satu maskapai lokal yang cukup dikenal di Indonesia.

Armada pertama mereka, Boeing 737-200, melayani rute domestik seperti Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Jambi.

Namun, di balik kesuksesan yang telah berlangsung lebih dari dua dekade, Sriwijaya Air mengalami kendala finansial dengan utang yang membengkak hingga Rp7,3 triliun.

Kondisi ini diperburuk dengan keterlambatan pembayaran kepada para kreditur, sehingga perusahaan akhirnya mengajukan skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan mempertimbangkan untuk melantai di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO).

Selain mengelola Sriwijaya Air, Hendry Lie juga mengelola PT TIN, sebuah perusahaan peleburan timah yang bermitra dengan PT Timah.

Namun, dari tahun 2015 hingga 2022, ia diduga terlibat dalam bisnis timah ilegal melalui PT Tinindo Internusa.

Peran Hendry Lie dalam Kasus Timah

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, JPU mengungkap bahwa Hendry Lie menggunakan PT Tinindo Internusa (TIN) untuk menjalankan akal bulusnya meraup keuntungan di kasus timah.

PT TIN ini merupakan salah satu perusahaan smelter timah swasta. Hendry merupakan pemegang saham terbesar di sana.

Untuk menjalankan aksinya, Hendry tidak bekerja sendiri. General Manager Operasional PT TIN, Rosalina, dan Marketing PT TIN tahun 2008-2018, Fandy Lingga, ikut dikerahkan.

Salah satu tugas mereka adalah menyusun surat penawaran kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk. 
Selain itu, Hendry Lie juga disebut menyetujui hingga memerintahkan dua bawahannya itu mengikuti pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dan eks Direktur Operasi PT Timah Tbk, Alwin Albar, di Pangkalpinang.

Dalam pertemuan itu dibahas permintaan Riza dan koleganya agar puluhan smelter timah swasta di Babel menyerahkan lima persen kuota ekspor mereka kepada PT Timah Tbk.

“Karena biji timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah,” ujar jaksa saat itu.

Dalam kasus ini, Hendry juga menerima pembayaran bijih timah hingga biaya kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal.

Padahal, bijih timah bersumber dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Setoran Biaya Pengamanan ke Harvey Moeis

Jaksa mengungkap bahwa Hendry saat itu pernah menyetorkan sejumlah uang kepada suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai biaya pengamanan.

Hendry disebut membayar sebesar 500-750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton timah kepada Harvey yang dalam kasus ini merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).

Biaya pengamanan ini dikumpulkan dari smelter swasta lainnya yang turut meneken perjanjian kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk.

Perusahaan yang turut menyetor adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.

Biaya pengamanan ini disetorkan dengan kedok dana CSR yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT RBT. 

Ditangkap saat Pulang dari Singapura

Sebelum menghadapi proses persidangan, Hendry Lie beberapa kali tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik yang hendak memeriksanya.

Setelah berkali-kali dipanggil penyidik, Hendry akhirnya ditangkap pada 18 November 2024 malam.

Saat itu, Hendry baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta usai izin menetapnya di Singapura habis. 
Berdasarkan informasi dari Imigrasi, Hendry berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.

Saat itu, ia mengaku hendak berobat. Kemudian, pada 15 April 2024, ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka.

Proses hukum terus berjalan dan Hendry beberapa kali dipanggil untuk memberikan kesaksian.

Namun, karena tidak kunjung mengindahkan panggilan penyidik, ia menjadi target untuk segera dipulangkan.

Sebelum ditangkap, Hendry yang masa izin tinggalnya habis pada tanggal 27 November 2024 ini hendak masuk ke Indonesia secara diam-diam. Namun, usaha tersebut gagal hingga ia pun diborgol dan dikenakan rompi tahanan.

(Bangkapos.com/Kompas.com/Shela Octavia, Ardito Ramadhan, Jessi Carina)

Berita Terkini