Udang Vaname Babel ke Jakarta dan Lampung Dulu Baru Diekspor, Potensi PAD dari Rp9 Triliun Nguap

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tambak Udang Vaname - ilustrasi

Dia juga mengakui minimnya fasilitas pengolahan dan penyimpanan berpendingin di Babel membuat udang Vaname tidak bisa langsung diekspor.

Hingga saat ini, lanjutnya, belum ada investor yang mau membangun  food processing di Babel yang bisa membuat udang Vaname langsung diekspor.

“Padahal kalau ada, udang bisa langsung diproses dan diekspor dari Bangka Belitung. Selama sistem seperti ini, petambak hanya jadi penonton,” tegasnya.

Lebih jauh, Ali menduga kondisi yang terjadi saat ini akibat adanya pihak-pihak yang mengendalikan harga di pasaran.

“Saat tarif Amerika masih 32 persen, harga udang sempat turun Rp10 ribu. Tapi ketika tarif diturunkan jadi 19 persen, harga tetap saja sama. Ini membuat saya curiga ada pihak yang bermain di jalur distribusi dari Bangka ke Jakarta atau Sumatera,” ujarnya.

Baru 40 kolam

Terpisah, Dwi Handoyo S.PI, Manajer Operasional PT Semeru Teknik menyebut saat ini pihaknya baru mengoperasikan 40 dari 60 kolam di lokasi tambak yang ada di Kabupaten Bangka Selatan.

Dari kegiatan budidaya udang Vaname, perusahaan biasanya bisa melakukan panen sebanyak dua kali dalam satu tahun.

“Biasanya setahun bisa dua kali panen. Setelah panen, kolam harus dikeringkan, dibersihkan, diolah airnya, baru tebar benih lagi. Proses persiapan ini memakan waktu sekitar satu bu
lan,” kata Dwi saat ditemui di kantornya, Kamis (14/8).

Dwi menyebut bibit udang PT Semeru Teknik berasal dari dua lokasi, Bali dan Lampung. Sedangkan hasil panen merekajual ke PT Global Marine.

Menurut Dwi, udang yang dipanen akan disortir berdasarkan ukuran, seperti Size 30 (30 ekor per kilogram) hingga Size 40 semua sortir sampai pengemasan dilakukan oleh PT Global Marine. Udang yang tidak masuk spesifikasi ekspor dijual ke pasar lokal Babel.

“Udang yang sesuai spesifikasi kami jual ke mitra di Pangkal Balam. Dari sana mereka kirim ke Jakarta, baru dipasarkan atau diekspor. Kami hanya sebatas membudidayakan dan menjual ke mereka. Untuk harga terakhir, bulan lalu kisaran Rp70–80 ribu per kilo” kata Dwi.

“Kalau dihitung dengan harga rata-rata Rp70 ribu per kilogram, nilainya sekitar Rp210 miliar,” jelasnya.

Langsung dari Pangkal-balam 

Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah menggelar kegiatan Akselerasi Ekspor sebagai langkah konkret mendorong peningkatan daya saing produk unggulan daerah di pasar global.

Halaman
1234

Berita Terkini