Silfester Matutina Sakit Apa Hingga Tak Hadiri Sidang PK, Permohonannya Bisa Gugur

Editor: Fitriadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAK HADIRI SIDANG - Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester tidak hadir ke persidangan peninjauan kembali kasus pencemaran nama baik karena alasan sakit.

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Kasus Silfester Matutina, terpidana pencemaran nama baik terhadap eks Wakil Presiden Jusuf Kalla, memasuki babak baru.

Setelah enam tahun penahanannya tak dieksekusi, kini Ketua Umum ormas Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung.

Sidang PK dengan pemohon Silfester Matutina digelar di di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (20/8/2025).

Baca juga: Jejak Kasus Silfester Matutina dari Orasi Dilapor JK Hingga 6 Tahun Tak Kunjung Dipenjara

Namun, ternyata Silfester tidak hadir ke persidangan karena alasan sakit.

Majelis Hakim PN Jaksel kemudian menunda sidang hingga Rabu, 27 Agustus 2025 mendatang.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rio Barten menegaskan, sidang PK harus dihadiri secara langsung oleh pemohon, dalam hal ini Silfester Matutina.

Hal itu, kata Rio, sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan beberapa rumusan dari hasil pleno kamar di Mahkamah Agung, bahwa maka pengaju atau pemohon PK harus hadir di persidangan.

"Adalah berbeda kalau yang bersangkutan (pemohon PK, Silfester) sudah berada di lembaga pemasyarakatan sehingga bisa dilakukan oleh kuasa hukumnya. Jadi, kalau dalam hal ini pemohon harus hadir sendiri di persidangan," kata Rio, saat ditemui, pada Rabu siang.

Baca juga: Tanggapan Lisa Mariana Tes DNA Anaknya Negatif Ridwan Kamil: Kalau Bukan Benih dia, Benih Tuyul?

Ia mengatakan, perkara PK tersebut berpotensi tidak memenuhi persyaratan jika tidak dihadiri secara langsung oleh Silfester Matutina.

"Jadi sesuai dengan ketentuan bahwa permohonan PK harus dihadiri langsung (oleh pemohon), maka apabila tidak dihadiri langsung maka tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.

Diketahui, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menunda sidang PK tersebut hingga Rabu, 27 Agustus 2025 mendatang.

Menurut Rio, tidak ada aturan yang mengatur secara khusus perihal berapa banyak ketidakhadiran pemohon akan berdampak terhadap PK yang diajukannya.

"Secara regulasi tidak ada (maksimal ketidakhadiran pemohon PK). Tapi nanti saya yakin bahwa hakim pemeriksa akan bersikap terkait dengan ketidak hadiran pemohon kita (Silfester)," pungkasnya.

Sebelumnya, Hakim Ketua I Ketut Darpawan mengatakan, Silfester selaku pemohon PK tidak menghadiri sidang karena alasan sakit.

Hal itu dibuktikan dengan adanya surat keterangan sakit yang diserahkan kuasa hukum Silfester Matutina kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Hari ini kami menerima surat permohonan dan informasi tidak dapat hadir sidang. Ini dikirimkan kuasa hukum pemohon. Yang bersangkutan melampirkan surat keterangan sakit yg dikeluarkan oleh Rumah Sakit Puri Cinere, tanggal 20 Agustus 2025," kata I Ketut Darpawan, dalam sidang PK, di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2025) siang.

Selanjutnya, Hakim Ketua sempat menanyakan kepada jaksa mengenai, apakah putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Silfester Matutina sudah dijalani.

"Belum (pelaksanaan putusan kasasi), Yang Mulia," ucap jaksa.

Tak berselang lama, I Ketut Darpawan menyatakan, majelis hakim menjadwalkan kembali sidang PK, pada Rabu, 27 Agustus 2025 mendatang.

"Dengan demikian sidang hari ini kami tunda dan akan dibuka kembali pada 27 Agustus (2025)," ucap Hakim Ketua.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rio Barten juga menyampaikan informasi serupa. Ia mengatakan, Silfester Matutina menderita sakit dada hingga membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari.

"Bahwa yang bersangkutan menderita sakit chest pain (sakit dada) dan membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari," kata Rio, saat ditemui usai persidangan, Rabu.

Lebih lanjut, Rio menjelaskan, sebagaimana aturan yang berlaku, sidang PK harus dihadiri secara langsung oleh pemohon.

"Terkait permohonan PK, maka sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan beberapa rumusan dari hasil pleno kamar di Mahkamah Agung, maka pengaju atau pemohon PK harus hadir di persidangan," pungkasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum kubu Roy Suryo, Abdul Ghofur Sangaji menilai, sidang PK ini sebagai momentum tepat bagi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi terdakwa Silfester Matutina.

“Saya kira ini momentum yang sangat baik kepada pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) untuk mengeksekusi saudara Silfester,” kata kuasa hukum kubu Roy Suryo, Abdul Ghofur Sangaji, di Polda Metro Jaya, kepada wartawan, Selasa (19/8/2025).

Ia meyakini bahwa Silfester yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih akan menghadiri sidang PK yang terdakwa mohonkan.

Hal tersebut merujuk pada Pasal 265 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 tentang Permohonan Peninjauan Kembali.

“Dalam perkara pidana, pemohon PK wajib hadir. Dan besok saudara Silfester pasti hadir. Karena kalau besok tidak hadir, berarti permohonan PK-nya tidak akan ditindaklanjuti oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar dia.

Kejagung Soal Eksekusi Silfester Matutina

Kejaksaan Agung angkat bicara mengenai eksekusi Silfester yang tidak juga dilakukan hingga saat ini.

Padahal, sebelumnya sudah dipastikan bahwa PK tidak mempengaruhi proses eksekusi.

"Besok sidang PK, tunggu tinggal PK aja. Kita tunggu, lihat besok kan PK tuh. Kita tunggu lihat aja besok," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna.

Dia tetap menegaskan bahwa PK yang akan dimulai sidangnya tersebut tidak akan menunda proses eksekusi. "PK tetap tidak menunda eksekusi," ucap dia.

Namun, Anang kembali mengingatkan bahwa proses eksekusi itu menjadi wewenang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Perkara Pencemaran Nama Baik Terhadap Jusuf Kalla
Diketahui, relawan Jokowi itu seharusnya menjalani hukuman badan 1,6 tahun atas kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla.

Saat itu memang eksekusi terkendala dengan masa pandemi Covid-19. Saat proses eksekusi akan dilakukan, Silfester menghilang.

Silfester terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Ia dilaporkan oleh Solihin Kalla yang merupakan anak Jusuf Kalla pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.

Dalam orasinya itu, Silfester menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.

Silfester dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018.

Putusan itu dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.

Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Namun hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi.

Sosok Silfester Matutina

Silfester Matutina adalah adalah seorang pengacara, pengusaha, pengelola ormas dan aktivis politik Indonesia.

Pria kelahiran  Ende, Nusa Tenggara Timur pada 19 Juni 1971 ini menjadi Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet).

Solidaritas Merah Putih (Solmet) adalah sebuah organisasi relawan independen yang didirikan untuk mendukung kampanye Jokowi pada pemilihan presiden pertamanya.

Silfester mendirikan ormas ini pada tahun 2013.

Namanya mencuat karena dukungannya yang vokal terhadap Presiden Joko Widodo dan kemudian terhadap pasangan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka.

Ia naik ke permukaan sebagai pemimpin jaringan relawan Presiden Jokowi dan sering tampil di media untuk membela kebijakan pemerintah.

Dikenal sebagai loyalis fanatik Jokowi, Matutina sering tampil di garis depan dalam membela program dan keluarga Presiden.

Silfester Matutina pernah ditunjuk sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo–Gibran dalam pemilihan presiden 2024.

Pada tahun 2025, ia diangkat sebagai komisaris independen perusahaan BUMN bidang pangan, ID Food (PT Rajawali Nusantara Indonesia).

Penunjukan ini menandai peralihan karirnya dari aktivisme jalanan ke peran resmi dalam pemerintahan.

Pada tahun 2016-2020 dia menempuh pendidikan hukum dengan meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Wiraswasta Indonesia.

(Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami) (Bangkapos.com)

 

Berita Terkini