Usai Demo Ricuh, PT Timah, Setuju Beli Langsung Biji Timah dari Penambang Rakyat Rp300 Ribu per Kg

Aksi demo penambang di Bangka Belitung memaksa perubahan besar. PT Timah setuju hapus sistem mitra dan membeli langsung hasil tambang rakyat

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
(Bangkapos.com/Adi Saputra)
KAPOLDA CEK PASCA DEMO -- Kapolda Babel, Irjen Pol Hendro Pandowo bersama PJU dan perwakilan PT Timah, saat mengecek dan memantau langsung ruangan yang hancur akibat dihajar massa aksi unjuk rasa, Selasa (7/10/2025). 

Sejumlah massa mencoba menerobos pagar besi untuk meminta perwakilan perusahaan keluar menemui mereka.

Aparat kepolisian dan TNI yang berjaga pun berupaya menenangkan massa. Namun, benturan tak bisa dihindari.

Beberapa kaca jendela dan fasilitas taman kantor rusak akibat lemparan botol air mineral dan batu.

“Sempat ada yang terpancing emosi, tapi kami berhasil meredam. Tuntutan kami sederhana: naikkan harga dan hapus sistem mitra yang merugikan,” ujar Suryadi, Ketua Umum Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada), yang memimpin langsung aksi tersebut.

Ketegangan baru mereda setelah Direktur Operasional PT Timah dan perwakilan manajemen turun menemui perwakilan demonstran.

Dalam pertemuan darurat yang berlangsung hampir dua jam, disepakati bahwa PT Timah akan membeli langsung bijih timah dari penambang rakyat dengan harga Rp300.000 per kilogram (SN 70), efektif mulai pekan depan.

Momen Bersejarah

Bagi masyarakat Bangka Belitung, keputusan itu bukan sekadar kenaikan harga.

Banyak yang menyebut hari itu sebagai “Awal Era Baru Pertimahan Babel” masa di mana penambang rakyat kembali diakui, dihargai, dan mendapatkan keadilan ekonomi dari kekayaan sumber daya alam mereka sendiri.

Ketua Umum Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada), Suryadi dalam keterangannya kepada media, menyebut bahwa keputusan PT Timah ini bertepatan dengan kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Pulau Bangka bersama tujuh Menteri Kabinet, Kapolri, dan petinggi TNI.

“Ini momen bersejarah. Saat rakyat bersuara, negara mendengar. Apalagi ketika Presiden dan para menteri sedang berada di tanah timah. Kami harap kebijakan ini menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola pertimahan nasional,” ujar Suryadi.

Ia menegaskan, persoalan utama yang selama ini menghantui penambang bukan hanya harga yang rendah, tetapi juga sistem pembayaran yang lambat dan ketergantungan pada mitra yang sering tidak transparan.

Banyak penambang kecil yang keuangannya macet karena hasil timah mereka dibayar berminggu-minggu.

Akibatnya mereka memilih menjual ke kolektor swasta, dan itu berpotensi jadi jalur ilegal.

Koperasi Jadi Solusi

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved