Sosok Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem Makarim yang Hadir di Sidang Praperadilan, Bukan Orang Biasa

Nono Anwar Makarim, ayah Mendikbudristek Nadiem Makarim, hadir di sidang praperadilan PN Jakarta Selatan. Simak perjalanan hidupnya

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Ist
Nono Anwar Makariem ayah dari Nadiem Makarim, ini sosok profile aktivis 1966 

Aktivis 1966 dan Pendiri LP3ES

Nama Nono mulai dikenal luas ketika menjadi bagian dari angkatan 1966, generasi muda yang memainkan peran penting dalam perubahan politik pasca-G30S.

Sejak 1958, ia sudah aktif di Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA) dan terlibat dalam berbagai gerakan mahasiswa.

Pada 1966–1973, Nono dipercaya menjadi Pemimpin Redaksi harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), media yang berperan penting dalam menyuarakan aspirasi mahasiswa terhadap pemerintahan saat itu.

Tahun 1967 hingga 1971, ia bahkan duduk sebagai anggota DPR-GR dari kalangan mahasiswa, memperjuangkan gagasan tentang demokrasi dan pembangunan berkeadilan.

Namun, kontribusinya tak berhenti di politik praktis.

Bersama sejumlah tokoh intelektual seperti Emil Salim, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Satrio Billy Joedono, Soemitro Djojohadikusumo, dan Ismid Hadad, Nono mendirikan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971.

Lembaga ini menjadi think tank penting yang mempromosikan konsep pembangunan alternatif di masa Orde Baru sebuah upaya untuk menghadirkan suara masyarakat sipil dalam arus kebijakan negara yang sangat terpusat.

“LP3ES itu bukan sekadar lembaga riset, Itu adalah ruang bagi generasi intelektual untuk berpikir bebas dan kritis di tengah tekanan politik masa itu.”kata salah satu koleganya dalam wawancara lama.

Kiprah Profesional dan Sosial

Dalam perjalanan kariernya, Nono dikenal sebagai praktisi hukum yang disegani.

Ia kerap menjadi penasihat hukum bagi berbagai lembaga nasional dan internasional.

Ia juga mendirikan sejumlah yayasan yang berfokus pada pendidikan, kebudayaan, dan lingkungan, antara lain:

  • Yayasan Bambu Indonesia (1993)
  • Yayasan Biodiversitas Indonesia (1993)
  • Yayasan Aksara

Selain itu, Nono pernah menjadi anggota delegasi Indonesia dalam Putaran Uruguay (1994), serta anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa awal berdirinya lembaga tersebut.

Keterlibatannya di berbagai bidang menunjukkan pandangannya yang luas: hukum bukan hanya soal norma dan pasal, tetapi juga tentang etika, tanggung jawab sosial, dan keadilan substantif.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved