Gara-gara Adu Data, 2 Anggota DPR Ini Sentil Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi, Ini Sosoknya

Gara-gara Adu Data, 2 Anggota DPR Ini Sentil Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi, Ini Sosoknya.

Penulis: Evan Saputra CC | Editor: Evan Saputra
Tribun Jabar/GANI KURNIAWAN
Gara-gara Adu Data, 2 Anggota DPR Ini Sentil Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi, Ini Sosoknya. Foto Dede Yusuf 

BANGKAPOS.COM - Gara-gara Adu Data, 2 Anggota DPR Ini Sentil Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi, Ini Sosoknya

Permasalahan data yang pemerintah daerah yang disebut mengendap di bank jadi sorotan banyak pihak termasuk dari anggota DPR RI.

Hak tersebut masukin mencuat saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menunjukan data.

Hal ini membuat Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi berseteru gara-gara perbedaan data terkait dana pemerintah daerah (pemda) mengendap di bank.

Baca juga: Harta kekayaan Hasan Nasbi, Komisaris Pertamina Kritik Gaya Menkeu Purbaya

Menkeu Purbaya yang menyebut uang milik pemda yang menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun.

Dari jumlah tersebut, ada 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank, satu di antaranya Provinsi Jawa Barat senilai Rp 4,1 triliun. 

Namun, data tersebut dibantah Dedi Mulyadi yang menyebut bahwa dana Pemprov Jabar yang tersimpan di bank nilanya sekitar Rp 2,6 triliun, bukan Rp 4,1 triliun.

Dedi Mulyadi menemukan fakta tersebut ketika mendatangi Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lalu mencocokkan data dari Pemprov Jabar.

“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp 2,6 triliun,” ujar Dedi, dikutip dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, data yang dimiliki Kemendagri berasal dari laporan keuangan yang disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah.

Dedi menegaskan, dana Rp 2,6 triliun ini bukan uang mengendap, melainkan uang kas Pemprov Jabar yang memang harus disimpan di bank.

Perseteruan kedua pejabat ini akhirnya mendapat respons dari dua anggota DPR RI, yakni Rieke Diah Pitaloka dan Dede Yusuf Macan Effendi.

Rieke Diah Pitaloka menyebut dirinya hanya menonton perdebatan tersebut. 

“Beberapa hari ini terjadi perdebatan Kang Purbaya sama Kang Dedi, dan Nyi Iroh (Rieke) jadi penonton,” ujarnya, dikutip SURYA.CO.ID dari unggahan Instagram pribadinya.

Dia pun meminta agar kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi. 

“Yang akur-akur saja, bisa diobrolin supaya ada solusi gitu,” lanjutnya.

Dalam unggahannya tersebut, Rieke juga sempat menyinggung persoalan utang BUMN ke Bank BJB.

Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, meminta Purbaya dan Dedi Mulyadi tidak berpolemik terkait anggaran.

“Jadi kita nggak usah berpolemik soal anggaran karena kalau anggaran hilang pun sudah pasti ada yang memeriksa kan,” ujar Dede, dikutip dari Kompas.com.

Dede memandang, perselisihan itu timbul hanya karena perbedaan sudut pandang dan persepsi.

Perbedaan pandangan itu bisa dibicarakan bersama.

“Melalui kesepakatan antara Kemenkeu dengan pemerintah daerah yang akan dikirim,” ujar Dede.

Dede menuturkan, Komisi II DPR sebagai mitra Kemendagri menyebutkan, terkadang pemerintah daerah membutuhkan dana yang siap digunakan.

Pada umumnya, tender atau lelang proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah baru terjadi pada bulan Agustus.

Proyek baru dikerjakan pada September hingga akhir November

Kondisi itu menjadi penyebab dana pemerintah daerah masih "stand by" dan tidak bisa dicairkan.

“Kecuali apabila transfer keuangan dari pusat ke daerah itu bisa dilakukan di awal-awal tahun, di Januari-Februari, sehingga tender bisa dilakukan di April, penyerapan bisa dimulai di bulan September saja,” kata dia.

Oleh karena itu, ia memandang polemik itu bisa diselesaikan ketika para pihak tersebut duduk bersama.

Di sisi lain, Komisi II juga memuji langkah Purbaya yang berencana membuat mekanisme pencairan dana transfer daerah pada tahun depan.

“Saya dengar Pak Purbaya berjanji akan bikin mekanisme pencairan transfer keuangan daerah itu akan dimulai di Januari. Saya pikir itu bagus,” tuturnya.

Sosok Rieke Diah Pitaloka

Sebelum berkarier di dunia politik, ia dikenal sebagai seorang aktivis dan pemeran film serta televisi.

Perannya yang paling populer adalah saat ia memerankan karakter Oneng di situasi komedi Bajaj Bajuri, beradu peran bersama Mat Solar, Fanny Fadillah, dan Nani Wijaya.

Wanita kelahiran 9 Januari 1974 ini juga beberapa kali bermain dalam film layar lebar, salah satunya di film arahan Nia Dinata, Berbagi Suami (2006).

Berkat aktingnya yang mengesankan di film tersebut, ia mendapatkan nominasi Piala Citra pertamanya di Festival Film Indonesia sebagai Aktris Pendukung Terbaik.

Saat ini, ia menjabat sebagai anggota DPR RI yang terpilih dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan telah menjabat selama tiga periode sejak 1 Oktober 2009.

Setelah menyelesaikan pendidikan S-1 di Jurusan Sastra Belanda, Fakultas Sastra Universitas Indonesia,

Rieke mulai menggemari filsafat dan mengikuti sejumlah kursus ekstensi Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.

Di sekolah Filsafat besutan Franz Magnis-Suseno itu, Rieke mengikuti kursus sambil mempersiapkan S-2 Filsafatnya di Universitas Indonesia.

Meski sibuk dengan segala kegiatan 'keartisan', Rieke berhasil menyelesaikan pendidikan S-2 di Jurusan Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Bahkan tesisnya yang berjudul Banalitas Kejahatan: Aku yang tak Mengenal Diriku, Telaah Hannah Arendt Perihal Kekerasan Negara dijadikan buku dengan judul Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat diterbitkan oleh Galang Press.

Pada 25 Mei 2022, Rieke berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dengan judul disertasi "Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara Melalui Pendataan Perdesaan".

Rieke mulai dikenal publik lewat iklan Kondom Sutra dengan ucapan Meong. Sebelumnya ia sempat bermain drama Sitkom 30 Meter (30 Menit Tertawa) bersama Komeng sebagai pembantu rumah tangga.

Selain itu ia juga dikenal lewat perannya sebagai Oneng yang bodoh lewat sitkom Bajaj Bajuri.

Selain itu Rieke juga dikenal sebagai pembawa acara dalam acara Good Morning dan penulis buku. Salah satu judul bukunya adalah Renungan Kloset.

Selain sinetron, Rieke juga menjajal teater. Rieke ikut pementasan teater yang berjudul 'Cipoa' garapan Putu Wijaya.

Ingin mencoba hal baru, Rieke pun merambah ke layar lebar. Rieke memulai debutnya di layar lebar sebagai Dwi, perempuan yang dipoligami dalam film Berbagi Suami.

Ketagihan main film, Rieke bermain dalam film antologi karya empat sutradara perempuan berjudul Lotus Requiem yang kemudian judulnya diubah menjadi Perempuan Punya Cerita.

Rieke aktif dalam kegiatan politik, bahkan pernah menduduki jabatan wakil sekretaris jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan Muhaimin Iskandar.

Rieke kemudian mengundurkan diri dari partai berbasis massa Islam tersebut untuk bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarnoputri.

Rieke adalah anggota DPR periode 2009–2014 dari PDI-P untuk daerah pemilihan Jawa Barat II.

Di Dewan Perwakilan Rakyat, Rieke merupakan salah satu anggota dari Komisi IX.

Bidang yang sangat Ia perhatikan adalah bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Ia merupakan salah satu anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Rieke Dyah Pitaloka juga mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama "Yayasan Pitaloka" yang bergerak di bidang sastra dan sosial kemasyarakatan.

Pada awal 2013, Rieke memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan didampingi Teten Masduki, mereka menamakan dirinya sebagai PATEN dan diusung oleh PDI-P dengan nomor urut 5.

Pada 3 Maret 2013 dalam pengumuman hasil Pilkada Gubernur–Wagub Jawa Barat, pasangan Cagub–Cawagub nomor 5 Rieke-Teten memperoleh peringkat ke 2 dari 5 pasangan calon dengan perolehan suara 5.714.997 suara atau 28,41 persen dari suara sah.

Pada Pemilu Legislatif 2014, Rieke maju sebagai calon legislatif DPR dapil Jawa Barat VII, ia pun lolos ke Senayan dan menjadi anggota DPR periode 2014–2019 dengan perolehan suara 255.044 suara.

Gebrakan Rieke selama menjabat sebagai Anggota Legislatif DPR-RI 2019–2024, salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

Rieke bersama Fraksi Partai PDI-P, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai PPP, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai PKB, dan Fraksi Partai lainnya mengusulkan RUU Inisiatif Dewan, hasil kerja PANJA Harmonisasi RUU pada Rapat Pleno Badan Legislasi.

Serta menjadi salah seorang pimpinan PANJA Rancangan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang melahirkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Sosok Dede Yusuf

Dede Yusuf Macan Effendi lahir di Jakarta, pada 14 September 1966.

Dede Yusuf adalah seorang aktor, sutradara, dan politikus Indonesia.

Sebelum dikenal sebagai politisi, Dede Yusuf sudah malang melintang di dunia hiburan tanah air. 

Kariernya di dunia artis dimulai di dunia film laga, Dede Yusuf memang memiliki latar belakang menggeluti dunia bela diri. 

Kala itu Dede Yusuf ingin menjadi bintang laga seperti Bruce Lee atau Chuck Norris.

Di awal kariernya, Dede Yusuf kerap menjadi pemeran figuran dalam sejumlah film.

Selain itu, Dede Yusuf juga kerap menerima tawaran sebagai model majalah ibu kota.

Pada tahun 1986, Dede Yusuf mengawali debutnya sebagai pemeran pembantu di film Catatan Si Boy.

Setelah itu, Dede Yusuf mulai membintangi berbagai film dan serial televisi.

Serial televisi yang melambungkan namanya adalah Jendela Rumah Kita yang tayang di TVRI.

Dalam serial tersebut, Dede Yusuf memainkan peran sebagai Jojo.

Meski menggeluti dunia hiburan, Dede Yusuf ternyata tak melupakan pendidikannya.

Dikutip dari laman dpr.go.id, ia merupakan lulusan sarjana Teknik Industri di Universitas Muhammadiyah Jakarta 2005-2010. 

Lalu ia melanjutkan S-2 nya Ilmu Pemerintahan di Univeritas Padjajaran 2011-2014. 

Kemudian pada tahun 2021 ia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil konsentrasi bidang Administrasi Publik di Univeritas Padjajaran. 

Saat ini Dede Yusuf menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI. 

Dikutip dari Tribunnews Wiki, Ia berhasil duduk sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009 dari Partai Amanat Nasional atau PAN.

Namun periode jabatan tersebut tidak ia emban hingga selesai.

Pada Pilkada Jawa Barat 2008, Dede Yusuf maju sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat.

Kala itu Dede Yusuf  mendampingi Ahmad Heryawan.

Keduanya berhasil terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2008-2013.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf kembali terpilih untuk menjadi anggota DPR RI 2014-2019.

Bedanya, kali ini ia maju dari Partai Demokrat mewakili Daerah Pemilihan Jawa Barat II. 

Pada Pemilu 2019, Dede Yusuf kembali maju melalui Daerah Pemilihan Jawa Barat II.

Untuk ketiga kalinya, Dede Yusuf terpilih menjadi anggota DPR RI

(Kompas/Tribunnews)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved