Menanti Pahlawan Nasional dari Belitung
Pengakuan H AS Hanandjoeddin Jadi Pahlawan, Kontribusi Nyata dalam Sejarah Nasional
Pengakuan terhadap pahlawan daerah seperti H AS Hanandjoeddin bukan sekadar bentuk penghormatan atas kontribusinya di Bangka Belitung
BANGKAPOS.COM, PANGKALPINANG - Pengakuan terhadap pahlawan daerah seperti H AS Hanandjoeddin bukan sekadar bentuk penghormatan, tetapi juga bukti bahwa Bangka Belitung memiliki kontribusi nyata terhadap sejarah nasional.
Ini bukan soal provinsi ingin dapat panggung, tapi soal kontribusi daerah terhadap bangsa.
Keberadaan pahlawan nasional asal Babel dapat memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat lokal, serta menunjukkan bahwa dari pulau kecil pun lahir tokoh besar yang berjasa bagi Indonesia.
Artinya, Bangka Belitung punya potensi sumber daya manusia yang luar biasa.
Banyak tokoh publik, akademisi, dan politisi besar lahir dari sini.
Kalau ditambah dengan pengakuan terhadap pahlawan daerah, itu akan semakin mempertegas posisi Babel dalam sejarah bangsa.
Kalau kita lihat, event yang berkaitan dengan kepahlawanan itu kan hanya muncul di tanggaltanggal tertentu saja, seperti sekarang ini atau saat 10 November.
Tapi yang memperingati pun biasanya lembaga atau instansi, bukan masyarakat umum.
Biasanya masyarakat hanya tahu dari media, oh ini Hari Pahlawan Nasional, atau saat belajar sejarah di sekolah.
Tapi setelah itu, tidak ada event lanjutan yang membuat masyarakat kembali mengingat siapa mereka dan apa jasanya.
Kalau kita bicara pahlawan daerah, saya kira perlu ada langkah konkret.
Baca juga: Menanti Sang Elang Belitung, Tahun Depan Hanandjoeddin Kembali Diajukan sebagai Pahlawan Nasional
Misalnya sekolah, kampus, dan lembaga pemerintah bisa mensosialisasikan tokohtokoh lokal yang berjasa.
Seperti di Bangka Belitung, ada Depati Amir, Depati Hamzah, Depati Bahrin, dan H AS Hanandjoeddin.
Nama-nama ini perlu diperkenalkan secara lebih menarik ke masyarakat.
Banyak nama pahlawan lokal memang dikenal karena dilekatkan pada fasilitas publik seperti bandara, rumah sakit, atau jalan raya.
Namun, masyarakat tidak banyak mengetahui kisah hidup dan perjuangan tokoh tersebut.
Orang tahu Depati Amir karena ada Rumah Sakit Depati Amir, tapi mereka tidak tahu siapa beliau sebenarnya, apa jasanya, atau bagaimana perjuangannya.
Kita tidak punya literatur populer atau penanda yang menjelaskan itu.
Kalau pahlawan nasional seperti Soekarno, kan kita tahu tempat pengasingannya di Ende atau Bengkulu. Itu menjadi penanda sejarah yang bisa dikunjungi.
Nah, untuk pahlawan daerah juga perlu dibuat hal serupa.
Misalnya rumah lahir, tempat perjuangan, atau makamnya bisa dijadikan lokasi edukasi publik. Kalau ada penanda visual dan tempat yang bisa dikunjungi, masyarakat jadi lebih sadar.
Misalnya, oh ini kampungnya, ini rumahnya, atau ini makamnya. Itu bisa jadi cara sederhana untuk mengenalkan sejarah daerah.
“Sekarang kan zamannya media digital. Sekolah atau kampus bisa membuat konten tentang tokoh-tokoh daerah, entah dalam bentuk video pendek, artikel, atau buku digital. Itu cara paling sederhana untuk mengedukasi masyarakat.
Kalau kita mau masyarakat mengenal pahlawan, ya harus ada proses edukasi yang konsisten. Tidak bisa hanya mengandalkan satu hari peringatan saja.
Harusnya kita tidak hanya berhenti di upacara atau pemasangan baliho.
Tapi juga menjadikan nilai-nilai kepahlawanan sebagai bagian dari identitas masyarakat Bangka Belitung. (x1)

                
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.