Nasib Bripda Waldi Pembunuh Dosen EY di Jambi, Dipecat dari Polri dan Terancam Hukuman Mati

Selain membunuh, Bripda Waldi juga membawa kabur sepeda motor, mobil, perhiasan emas, serta handphone korban.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Rusaidah
Instagram/Facebook Diana Sari
PELAKU DITANGKAP - Oknum polisi Polres Tebo berinisial W ditangkap kasus pembunuhan seorang dosen wanita EY di Jambi, Minggu (2/11/2025). (Kanan) Potret EY semasa hidup. 
Ringkasan Berita:
  • Polda Jambi mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Bripda Waldi Aldiyat
  • Anggota Polri itu terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap seorang dosen berinisial EY di Kabupaten Bungo, Jambi
  • Setelah sebelumnya ia dipecat dari Polri, kini Bripda Waldi berhadapan dengan hukuman mati

 

BANGKAPOS.COM -- Bripda Waldi, pembunuh dosen Erni Yuniati alias dosen EY (37), dipecat dari institusi Polri. Selain itu, ia juga kini terancam hukuman mati.

Bripda Waldi terbukti melakukan pembunuhan terhadap dosen EY di Perumahan Al Kautsar, Rimbo Tengah, Kabupaten Bungo, Jambi.

Kapolres Bungo, AKBP Natalena Eko Cahyono mengatakan oknum polisi Polres Tebo itu menghabisi korban dengan cara mencekik hingga menggunakan gagang sapu.

"Pelaku mengaku menghabisi korban menggunakan gagang sapu. Saat korban dalam posisi terbaring, pelaku mencekik leher korban dengan gagang sapu hingga korban kehabisan napas dan meninggal dunia," katanya.

Jasad dosen EY ditemukan pada Sabtu (1/11/2025).

Selain membunuh, Bripda Waldi juga membawa kabur sepeda motor, mobil, perhiasan emas, serta handphone korban.

Motif pembunuhan yakni sakit hati setelah dihina secara verbal oleh korban.

Baca juga: Rekam Jejak Antasari Azhar, Pernah Divonis Hukuman Mati Kasus Dugaan Pembunuhan Nasrudin

Sebelumnya Bripda Waldi dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena terbukti membunuh dosen EY.

Putusan itu dijatuhkan majelis dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) di Mapolda Jambi pada Jumat (7/11/2025) malam.

Proses sidang etik berjalan lebih dari 12 jam dan Bripda Waldi dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Polri.

Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto, menyatakan pemecatan Bripda Waldi sebagai bentuk komitmen Polri menindak anggota yang melanggar.

"Makanya kita kejar cepat," katanya, dikutip dari TribunJambi.com.

Sejumlah saksi dihadirkan mulai anggota Polres Bungo, dokter RS Bhayangkara serta keluarga korban yang memantau lewat Zoom meeting.

Polda Jambi mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Bripda Waldi Aldiyat.

Anggota Polri itu terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap seorang dosen berinisial EY di Kabupaten Bungo, Jambi.

Baca juga: Ammar Zoni Keluar dari Nusakambangan, Sempat Minta Kembali ke Jakarta: Kami Mohon Yang Mulia

Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) yang berlangsung lebih dari 12 jam pada Jumat malam (7/11/2025) memutuskan pemecatan Bripda Waldi dari kepolisian.

Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto, menegaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan Bripda Waldi merupakan perbuatan yang mencoreng martabat institusi.

“Putusan sidang malam ini menyatakan pelaku terbukti melanggar etik berat dan direkomendasikan diberhentikan tidak dengan hormat,” ujar Mulia, melansir dari Tribunnews.

Dalam sidang tersebut, Bripda Waldi hadir secara langsung dan menyatakan menerima keputusan itu tanpa keberatan.

Proses persidangan juga menghadirkan sejumlah saksi penting, mulai dari anggota Polres Bungo, tim medis RS Bhayangkara, hingga keluarga korban yang mengikuti jalannya sidang secara daring.

Kombes Pol Mulia menambahkan, keputusan cepat ini merupakan bentuk komitmen Polri dalam menegakkan disiplin dan integritas internal.

Tidak ada toleransi bagi anggota yang melanggar hukum atau merusak kepercayaan publik.

Bripda Waldi rencananya akan dikembalikan ke Bungo pada Sabtu (8/11/2025) untuk menjalani proses hukum lanjutan.

Adapun upacara resmi pemecatan secara simbolis (PTDH) akan dijadwalkan dalam waktu dekat oleh pihak kepolisian.

Keluarga Tuntut Dihukum Berat

Keluarga besar EY (37), seorang dosen perempuan yang tewas secara tragis, masih berjuang mencari keadilan.

EY diduga menjadi korban pembunuhan sekaligus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Bripda W, anggota Propam Polres Tebo, Polda Jambi.

Adik kandung EY, Anis, mengungkapkan betapa hancurnya keluarga atas kehilangan tersebut.

Ia menegaskan agar pelaku menerima konsekuensi hukum seberat-beratnya atas perbuatan keji itu.

“Kami meminta supaya pelaku yang menghilangkan nyawa kakak saya dengan keji supaya diberikan hukuman yang setimpal, yang seadil-adilnya,” ujar Anis dalam pesan singkat pada Rabu (5/11/2025), melansir dari Kompas.com.

Menurut Anis, keluarga sama sekali tidak menyangka EY yang dikenal penyayang dan rendah hati harus berpulang dalam kondisi tragis.

Rasa kehilangan semakin mendalam karena ibu mereka saat ini juga tengah sakit, namun tetap berusaha ikhlas menerima kenyataan pahit tersebut.

“Kami berharap Polres dengan cepat menyelesaikan perkara ini,” tambah Anis.

Meski keluarga sudah mencoba mengikhlaskan kepergian EY, mereka menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan transparan dan adil.

“Kami hanya memohon keadilan yang seadil-adilnya,” tutup Anis dengan suara bergetar.

Siasat Bripda Waldi

Sebelumnya, jasad dosen EY ditemukan tergeletak atas tempat tidur dalam kondisi tertutup sarung dan masih mengenakan sebagian pakaian di rumahnya daerah Bungo, Jambi pada Sabtu (1/11/2025) pukul 13.00 WIB

Polisi bergerak cepat membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus ini. 

Tim yang bergerak secara pararael ini lalu mengerucut dugaan kepada salah satu oknum anggota Polri yang inisial W (Bripda Waldi).

Kapolres Bungo AKBP Natalena Eko Cahyono mengungkapkan, tim secara intensif menyelidiki dengan menggabungkan seluruh bukti berdasarkan TKP. 

"Dari fasilitas IT yang mana handphone korban beserta pelaku itu ada sinkronisasi tempat pada saat itu.

"Kami kejar untuk mendapatkan apa yang menjadi bukti petunjuk. Kami tekankan sinkron data ketika dia berada di area TKP atau pun korban. 

"Kami temukan beberapa bukti petunjuk yang memperkuat bahwa salah satu oknum anggota Polri inilah yang melaksanakan pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan," ungkap AKBP Natalena dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (3/11/2025). 

Dari hasil penyelidikan terungkap sebelum kejadian pembunuhan, Bripda Waldi dan EY sempat ke luar untuk makan bareng pada malam harinya. 

Lalu pukul  23.30, mereka masuk ke rumah korban. 

"Dengan demikian, masih tidak ada suatu percekcokan ataupun perselisihan," ungkap kapolres. 

Pagi harinya, berdasarkan keterangan saksi dan bukti percakapan di ponsel, terungkap kalau ponsel korban sudah dikuasai Bripda Waldi

"Kita dapatkan komunikasi antara korban dengan teman korban. Menurut pengakuan saksi, ini bukan lagi korban yang menjawab. Jadi, handphone sudah di tangan pelaku," katanya. 

Setelah membunuh EY, korban berusaha menguasai harta benda korban berupa mobil Honda Jazz, sepeda motor Honda PCX, perhiasan, dan gawai.

Informasi sementara mobil Honda Jazz dan motor Honda PCX itu dibawa ke luar oleh Bripda Waldi dengan cara menyamar. 

Waldi mengenak wig atau rambut palsu untuk keluar rumah EY sambil membawa mobil dan motor secara bertahap. 

"Informasinya sementara itu. Namun, untuk mengecek bahwa ini benar atau tidak, maka dari itu kami akan dalami dan akan kita lihat data di lapangan ataupun fakta di lapangan seperti apa," katanya. 

Mobil EY kemudian ditemukan di wilayah Kabupaten Tebo, tidak jauh dari tempat tinggal pelaku, lengkap dengan perhiasan di dalamnya.

Sementara motor PCX milik EY ditemukan terparkir di RSUD H. Hanafie Muaro Bungo.

Apakah itu berarti ada pelaku lain yang membantu Bripda Waldi

Kapolres mengatakan akan mengecek CCTV rumah sakit Hanafi Kabupaten Bungo untuk mengungkap siapa yang membawa motor ketika memasuki parkir rumah sakit Hanafi.

AKBP Natalena memastikan, sampai saat ini motif pelaku membunuh dosen EY karena urusan asmara. 

Meski begitu, pihaknya akan menyelidiki adanya motif lainnya. 

"Jadi, yang pertama jelas motif hubungan pribadi yaitu hubungan asmara yang sudah terbangun lama. Kemudian, salah satunya juga di situ ada masalah ekonomi yang disebutkan oleh pelaku."

"Tapi ini kan pengakuan pelaku yang dia mempunyai urusan uang, mempunyai utang kepada si korban. Untuk motif yang lebih lainnya, kami masih dalami," tukasnya. 

Bripda Waldi dijerat pasal berlapis, mulai pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP, hingga pasal 365 ayat 3 juncto 181 KUHP.

Ancaman hukuman pada Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan berencana, adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Sedangkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, ancamannya pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 365 ayat (3) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian, ancaman hukumannya pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Satu lagi, Pasal 181 KUHP tentang menyembunyikan kematian atau menghilangkan mayat, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. 

(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Surya.co.id)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved