Ledakan di Lebanon
Awal Mula FN Dibully hingga Ledakan SMAN 72 Jakarta, Bawa 7 Bahan Peledak, 3 Tidak Meledak
Diungkap oleh K, FN awalnya dikenal sebagai sosok yang ceria dan pandai bergaul. K yang mengenal FN sejak duduk di bangku taman kanak-kanak...
Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Rusaidah
Tapi setelah masuk SMA, sikap FN berubah jadi pendiam dan tertutup.
Di momen tersebut diduga FN mulai mendapatkan perundungan.
"Kalau dengar dari orang rumahnya sih (pelaku) tertutup. Cuma dia waktu SMP masih sering bawa teman-temannya banyak ke rumah, belajar kelompok. Begitu pindah masuk SMA tertutup," pungkas Ketua RT Danny Rumondor.
Terkait dengan kondisi terduga pelaku, FN kabarnya sudah dalam keadaan sadar.
Sebelumnya FN sempat dilarikan ke rumah sakit akibat mengalami luka-luka di kepala usai ledakan terjadi.
"Luka pasti, (FN terluka) di bagian kepala dan ada luka goresan," kata Kombes Bhudi Hermanto.
Jadi terduga pelaku, kini FN berstatus sebagai anak berhadapan dengan hukum.
Bawa 7 Bahan Peledak, 3 Tidak Meledak
Terduga pelaku disebut membawa tujuh peledak dalam peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025).
Demikian yang dikatakan Juru Bicara Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana.
Hal itu diketahui saat aparat gabungan menemukannya ketika olah tempat kejadian perkara (TKP) pascakejadian.
"Iya benar ada tujuh peledak," ucap Mayndra, Minggu (9/11/2025).
Empat dari tujuh peledak itu, kata dia, antaranya meledak di dua lokasi.
"Tiga tidak meledak," tutur dia, secara singkat.
Untuk peledak yang tidak meledak, telah disita pihak kepolisian guna penyelidikan.
Tak dijelaskan lebih lanjut oleh Mayndra jenis peledak tersebut.
Latar Belakang FN
Setelah mendapati sosok terduga pelaku, polisi sempat menggeledah rumahnya.
Kini, diketahui latar belakang keluarga terduga pelaku yang ternyata hidup sederhana di kawasan perumahan elit.
Menurut keterangan Ketua RT setempat, Danny Rumondor, FN bersama orang tuanya tinggal di rumah kawasan Jalan Mahoni 1, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Ketua RT itu mengungkap FN dan tinggal di sebuah tempat usaha kuliner atau rumah makan.
Danny mengungkap bahwa orang tua FN merupakan salah satu pekerja di rumah makan berlantai 2 tersebut.
"Ini tempat usaha kuliner sekaligus tempat tinggal. Tempat tinggal dari pekerja," ujar Ketua RT setempat, Danny Rumondor.
Dia (FN) merupakan anak dari pekerja di situ," sambungnya.
Kemudian Danny juga mengungkap sosok FN dan orang tuanya yang dikenal sebagai warga yang tertutup.
Menurutnya, baik FN dan orang tuanya sangat jarang bersosialisasi dengan warga sekitar.
"Sama warga sini juga benar-benar nggak ada sosialisasi. Tetangga sebelah rumah pun jarang lihat, sangat jarang, kecuali dia pergi sekolah ya, dibonceng bapaknya."
"Dia tidak ada pernah join di sini bermain sama-sama anak di sini, nggak pernah," kata Danny saat ditemui di lokasi, dikutip dari TribunJakarta.com.
FN dan orang tunya tinggal di rumah tersebut sudah baru beberapa tahun terakhir.
Kata Danny, FN sudah tinggal di rumah itu sejak masih sekolah di bangku SD.
"Kurang tahu persis berapa lama, tapi yang saya dengar lima sampai tujuh tahun, dari masih kecil sih," kata dia.
Danny mengungkap terduga pelaku sempat bersekolah di kawasan Sukapura, Jakarta Utara, saat duduk di bangku SMP.
Saat itu, FN masih sering bergaul dan bermain bersama teman-temannya di sekitar komplek.
Namun, setelah pindah ke jenjang SMA dan mengikuti ayahnya tinggal di Kelapa Gading, perilakunya berubah menjadi lebih tertutup.
Bahkan dengan pemilik rumah pun, FN tidak pernah menyapa dan terkesan tidak memiliki tata krama.
"Katanya sejak SMA dia lebih banyak di kamar, jarang keluar rumah, bahkan sama orang rumah juga jarang ngobrol," ujar Danny.
"Kalau di rumah itu tidak menegur pemilik rumah, majikan dari bapaknya ini, nggak pernah. Saya dengar sendiri dari pemilik rumah ini katanya, 'kalau di rumah lewat ada saya, lewat-lewat aja gitu. Nggak ada permisi, nggak ada apa gitu'. Memang agak kurang manner-nya lah gitu," sambungnya.
Rumahnya Digeledah
Dikutip dari TribunJakarta.com, pasca ledakan di SMAN 72 Jakarta, petugas gabungan dari Polda Metro Jaya, Densus 88, dan Puslabfor Mabes Polri tengah melakukan upaya penyelidikan dan pengambilan barang bukti dari rumah FN.
Dari dalam rumah, polisi membawa beberapa barang yang dimasukkan ke dalam kantong berwarna cokelat.
Tampak ada beberapa orang di depan rumah yang sedang dimintai keterangan oleh polisi.
Dari beberapa kantong yang dibawa polisi, salah satunya bertuliskan paket berisi serbuk.
Pakar Ungkit Bullying
Sementara itu, pakar psikologi forensik yang juga konsultan di Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel mengatakan peledakan di SMAN 72 diasumsikan berhubungan dengan bullying berdasarkan narasi yang sudah beredar luas.
"Dari kerja-kerja saya di sejumlah organisasi perlindungan anak, saya harus katakan bahwa peristiwa di SMAN 72 adalah satu bukti tambahan tentang bagaimana kita lagi-lagi terlambat menangani perundungan," kata Reza melalui pesan tertulisnya, Sabtu (8/11/2025).
Keterlambatan itu, kata Reza membuat korban, setelah menderita sekian lama, akhirnya bertarung sendirian dan dalam waktu sekejap bergeser statusnya menjadi pelaku kekerasan, pelaku brutalitas, dan julukan-julukan berat sejenis lainnya.
"Korban bullying acap mengalami viktimisasi berulang. Viktimisasi pertama saat dia dirundung teman-temannya. Viktimisasi kedua terjadi saat korban mencari pertolongan. Oleh pihak-pihak yang semestinya memberikan bantuan, korban justru diabaikan, masalahnya dianggap sepele dan biasa, dipaksa bertahan dan cukup berdoa, dst," papar Reza dikutip dari WartaKotalive.com.
Andai mereka melapor ke polisi, misalnya, kata Reza, polisi pun boleh jadi memaksa korban untuk memaafkan pelaku dan secara simplistis menyebutnya sebagai restorative justice.
"Sehingga, terjadilah viktimisasi ketiga," ujar Reza.
Menurut Reza, puncak kesengsaraan korban adalah kekerasan terhadap diri sendiri atau kekerasan terhadap pihak lain.
"Belum sempat kita memberikan pertolongan kepada dia selaku korban, justru hukuman berat yang tampaknya sebentar lagi akan kita timpakan kepada dia sebagai pelaku. Getir, menyedihkan," kata Reza.
Reza menjelaskan sembilan puluhan persen anak yang menjadi pelaku bullying ternyata juga berstatus sebagai korban bullying.
"Data ini membuat persoalan tidak bisa dipandang hitam putih belaka. Idealnya, perilaku perundungan tidak lagi ditinjau sebatas sebagai dinamika jamak dalam proses perkembangan anak," katanya.
Perilaku perundungan, menurut Reza, sudah semestinya disikapi sebagai agresi berkepanjangan dari anak-anak yang mengekspresikan dirinya dengan cara berbahaya, sehingga harus dicegat secepat dan seserius mungkin.
"Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal. Tambahan lagi, karena siswa dimaksud masih berusia anak-anak, maka kita harus membuka UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata Reza.
SPPA itu, menurutnya mengingatkan bahwa anak yang melakukan pidana tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan.
"Negara, termasuk masyarakat, membersamainya menuju masa depan," tambahnya.
Bagaimana UU SPPA mewanti-wanti sedemikian rupa, kata Reza, menginsafkan kita bahwa pada dasarnya pertanggungjawaban pidana (penjara dll) memang dikenakan kepada yang bersangkutan.
"Tapi proses hukum harus meninjau secara multidimensi dan multifaktor. Karena itulah, di persidangan kasus korban bullying menjadi pelaku, saya selalu mendorong hakim agar menerapkan Bioecological Model (BM) dan Interactive Model (IM)," papar Reza.
BM, menurutnya meninjau lima lingkungan yang menaungi kehidupan anak.
Sementara IM melihat anak dan lingkungannya berpengaruh satu sama lain.
"Memang butuh kerja keras lintas pemangku kepentingan untuk merealisasikannya. Itu bertentangan dengan azas persidangan hukum yakni cepat, sederhana, berbiaya ringan," kata Reza.
"Karena itulah, simpulan saya, putusan hakim tetap saja memakai format penyikapan yang sama dengan persidangan terhadap pelaku dewasa. Yakni, sulit bagi korban bullying mendapat peringanan sanksi. Dia tetap sendirian menjalani konsekuensi hukum atas 'aksi kejahatan'-nya," kata Reza.
(Bangkapos.com/TribunnewsBogor.com/TribunJabar.id/TribunJakarta.com)
| Profesi & Profil Najmuddin Hadiahi Anak 9 Tahun Lamborghini Revuelto Rp25 M dan Undang Boy William |
|
|---|
| Sosok Ita Juwita Istri Najmuddin CEO TRK Holding, Dapat Ferrari Kini Hadiahi Anak Lamborghini Rp25 M |
|
|---|
| KH Yusuf Hasyim Kiai Militer dari NU yang Berjasa Besar bagi NKRI |
|
|---|
| Fakta dan Motif Penculikan Bilqis: Dijual Rp3 Juta Lewat Medsos Lalu ke Suku Anak Dalam Rp80 Juta |
|
|---|
| Sosok Penculik Bilqis, Akan Jual ke Suku Anak Dalam Seharga Rp80 Juta, Ngaku untuk Diadopsi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251110-Awal-Mula-FN-Dibully-hingga-Ledakan-SMAN-72-Jakarta.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.