Berita Viral

Ingat Agam Rinjani Dulu Viral Evakuasi Jasad Bule Brazil Juliana, Kini Dianugerahi Medali Kofi Annan

Sosok Agam Rinjani yang dulu viral mengevakuasi jasad Bule Brasil Juliana de Souza Pereira Marins (27).

Instagram @agam_rinjani
AGAM RINJANI -- Agam Rinjani pengevakuasi Juliana Marins open donas tembus Rp 1,3 miliar. tim SAR sempat kecewa 
Ringkasan Berita:
  • Setelah hampir lima bulan berlalu, kabar terbaru menyebutkan bahwa Agam Rinjani kembali mendapat sorotan positif.
  • Agam Rinjani baru saja dianugerahi Medali Kofi Annan, sebuah penghargaan internasional prestisius.
  • Informasi ini dibagikan oleh aktivis lingkungan Silverius Onte melalui akun Instagram @ontesilverius, yang turut menandai akun Agam.

 

BANGKAPOS.COM -- Ingat sosok Agam Rinjani yang dulu viral mengevakuasi jasad Bule Brasil Juliana de Souza Pereira Marins (27).

Juliana saat itu  terjatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter di Gunung Rinjani.

Kemudian tim SAR berhasil mengevakuasi jasad Juliana dari lokasi terdalam di kawasan Cemara Nunggal setelah pencarian intensif selama lima hari,  Rabu (25/6/2025) pukul 15.50 WITA.

Baca juga: Sosok Jansen Henry Mahasiswa Untag Bongkar Hubungan Dosen DLL dan AKBP B: Korban Pernah Cerita

Kepala BPBD NTB, Ahmadi, mengonfirmasi keberhasilan tersebut dan menyampaikan apresiasi atas kerja keras tim, termasuk peran Agam yang begitu menonjol.

Momen Agam membawa jenazah Juliana ke permukaan terekam dalam video yang kemudian viral di media sosial, baik di Indonesia maupun luar negeri.

Warga Brasil bahkan ramai memberikan ucapan terima kasih dan penghormatan kepada Agam atas dedikasi dan keberaniannya.

Setelah hampir lima bulan berlalu, kabar terbaru menyebutkan bahwa Agam kembali mendapat sorotan positif.

Berdasarkan penelusuran Tribun-Timur.com, Rabu (19/11/2025), Agam baru saja dianugerahi Medali Kofi Annan, sebuah penghargaan internasional prestisius.

Informasi ini dibagikan oleh aktivis lingkungan Silverius Onte melalui akun Instagram @ontesilverius, yang turut menandai akun Agam.

Silverius Onte sendiri merupakan tokoh penting di bidang konservasi, menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan IAR Indonesia serta Penasihat Utama di Kementerian Kehutanan RI.

Ia dikenal sebagai figur senior dalam perjuangan pelestarian lingkungan dan pengakuan hutan adat.

"Hari ini saya jadi saksi, penyerahan medali Kofi Annan kepada @agam_rinjani.

Penyerahan dilakukan di pavilion Indonesia di Belem dalam rangkaian COP 30, oleh Global ESG Institute, Brazil. 

Medali ini adalah medali yang prestisius diberikan karena Agam dianggap memperlihatkan rasa kemanusiaan yang tinggi.

“Ini pelajaran yang luar biasa, ketika kita dipertontonkan orang-orang yang semakin mementingkan diri sendiri, Agam memberikan contoh bahwa masih ada orang yang rela berkorban untuk sesama.” ungkap Paola Comin, Director of International Relationship Global ESG Institute.

Sementara dalam sambutannya Agam mengucapkan terima kasih atas pemberian medali.

 “Ini kehormatan sekaligus tanggungjawab yg besar bagi saya.”

Disamping itu Agam juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Menhut @rajaantoni yang memberikan kesempatan Agam berkunjung ke Brazil dan ikut dalam COP 30.

“Disini saya jadi tau, orang Brazil sama baiknya dengan orang Indonesia, sama-sama murah senyum dan ramah. Mudah-mudahan kita bisa saling belajar satu sama lain untuk kemajuan bersama," demikian caption postingan Silverius Onte dikutip Tribun-Timur.com, Rabu.

Medali Kofi Annan

Penelusuran Tribun-Timur.com, Medali Kofi Annan adalah sebuah penghargaan internasional yang diberikan untuk menghormati kontribusi luar biasa dalam bidang perdamaian, diplomasi, kemanusiaan, dan tata kelola global, sesuai dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Kofi Annan.

Kofi Annan merupakan Sekretaris Jenderal PBB (1997–2006) dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian.

Medali Kofi Annan diberikan kepada individu atau organisasi yang menunjukkan dedikasi tinggi dalam menyelesaikan konflik, memperjuangkan hak asasi manusia, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dunia.

Penghargaan ini dikeluarkan oleh yayasan, institusi internasional, atau organisasi yang menjalankan program berdasarkan warisan pemikiran Kofi Annan.

Medali ini bersifat simbolis dan sangat prestisius.

Bukan sekadar penghargaan fisik, tetapi simbol pengakuan atas kontribusi global yang berpengaruh luas, terutama dalam isu perdamaian, demokrasi, tata kelola pemerintahan, dan solidaritas kemanusiaan.

Sosok dan Kisah Agam Rinjani

Agam Rinjani putra asli Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Agam Rinjani adalah putra asli Makassar, Sulawesi Selatan.

Lahir pada 22 Desember 1988, ia menghabiskan masa kecil di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang lingkungan keras yang membentuk ketangguhannya sejak dini.

Dulu ia dikenal dengan panggilan “Ucok”, namun kemudian mengganti namanya sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum ayahnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Antropologi di FISIP Universitas Hasanuddin, Agam memutuskan menetap di Sembalun, Nusa Tenggara Barat.

Ia tinggal di rumah kayu berukuran 4x3 meter yang berdiri di atas tanah milik seorang senior Mapala Aranyacala. Di sana, Agam bekerja sebagai pemandu pendakian Gunung Rinjani, dikenal ahli dalam mengelola logistik, membaca medan, dan mendampingi wisatawan agar mengeksplor alam secara aman serta bertanggung jawab.

Perjalanan Agam hingga menjadi pemandu profesional tak berjalan mulus. Pada 2016, usai pendakian keduanya di Rinjani, ia berniat pulang ke Makassar. Namun di bandara, ia berubah pikiran.

"Saya sobek tiketku. Anak-anak masuk semua pulang," ujar Agam dalam Podcast Deddy Corbuzier yang tayang Selasa (1/7/2025).

Dengan uang hanya Rp10 ribu, Agam memberanikan diri pergi ke Bali. Namun setibanya di sana, ia kebingungan.

"Uangku 10 ribu rupiah bang," katanya.
"Serius?" sahut Deddy, terkejut.
"Ada orang saya kenal. Eh ada ilmu ko maksudnya mau saya kerja apapun bisa bertahan hidup," lanjut Agam.

Kelaparan, Agam malah membeli rokok.
"Sudah lapar itu ku beli rokok lagi, uang Rp 10 ribu," ujarnya, membuat Deddy dan kru tertawa.
"Emang preman," timpal Deddy.

Agam kemudian menuju Universitas Udayana, berharap bertemu teman-teman jurusan Antropologi. Namun tak ada yang mengenalinya. Ia sempat membeli kopi Rp3 ribu.

"Diusir saya," kata Agam.
"Kenapa?" tanya Deddy.
"Ternyata kampus di sana gak bisa nginap," jawab Agam.
"Oh lu mau nginap?"
"Iya numpang tidur."

Agam pun ke luar kampus dan bertemu seorang penjual lalapan. Sang ibu sempat mengira Agam preman.

"Bilang bu, saya orang baik bu. Ini kartu mahasiswaku. Tapi saya sudah sarjana. Ini KTP ku. Boleh numpang makan saya bu. Saya bantu cuci piring apa," tutur Agam menirukan ucapannya.

Setelah menatapnya beberapa saat, sang ibu akhirnya luluh.
"Jadi rajin saya bantu. Cuci piring apalah. Ladeni tamu," kata Agam.

Ia diberi makan bahkan rokok tanpa perlu membayar.
"Ow baik dia," sahut Deddy.
"Baik. Rajin saya. Tapi ku bilang kalau di sini terus, jadi penjual lalapan saya ini," ucap Agam, membuat ruangan kembali pecah oleh tawa.

Setelah dua malam membantu di warung tersebut, Agam melanjutkan perjalanan.

Agam kembali ke kampus Udayana dan bertemu seorang senior yang pernah datang ke Makassar.

"Dia bilang anak-anak iya gak bisa sini tidur. Ketemu lah senior ini. Pernah dia datang ke Makassar. Saya yang temanin," kata Agam.

Senior itu memberinya tempat tinggal dan meminjamkan motor.
"Duit dari mana?" tanya Deddy.

"Dikasih uang saya. Aku ingat, Rp50 ribu," jawab Agam.

Dengan motor pinjaman, Agam pergi ke Gunung Agung, membawa peta kertas ukuran 1:50.000 yang ia cetak dari Makassar. Saat mendaki, ia memposting foto di Facebook. Seorang pendaki dari Jakarta melihat postingannya dan meminta Agam menjadi pemandu.

Ia dibayar Rp600 ribu uang yang kemudian ia gunakan untuk traktir teman, membeli perlengkapan, dan menyiapkan perjalanan ke Lombok meski hanya tersisa Rp20 ribu.

Agam menumpang truk menuju Lombok dan bahkan diminta membantu menyetir karena sopir kelelahan.

"Itu umur kelas 5 SD. Sudah bawa truk saya," ujarnya.

Setibanya di Lombok, ia kembali menumpang makan, lalu berjalan kaki mencari kampus untuk menginap. Ia sempat numpang tidur di IKIP Mataram sebelum akhirnya diusir karena terjadi tawuran.

(Bangkapos.com/Tribunnews/Tribun Jateng)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved