2 Wanita Bercadar dan Seorang Pria Berdiri di Tempat Umum, Minta Dipeluk, Ini yang Terjadi

Aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini meninggalkan bekas atau luka bagi bangsa Indonesia.

Editor: Evan Saputra
Istimewa

Ditengah suasana tanah air yang di isi beberapa orang yang tak paham arti kerukunan tangan saya semakin ingin terus dan terus menulis mahalnya arti sebuah kerukunan.

Tepat di Sudut Desa saya, di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Sulawesi Utara. Terdapat dua bangunan yang saling berhimpitan, bukan Toko, apalagi Mal.

Itu hanya dua Rumah ibadah Muslim dan Kristen.

Ya Gereja dan Masjid itu berdiri tegak tanpa tembok pemisah.

Di Desa Kami berbagai suku, Ras dan Agama berbaur menjadi satu.

Saat IdulFitri, pemuda Gereja berjaga depan Masjid saat Salat Ied.

Saat Natal, dengan kopiah para umat Muslim menunggu kami pulang Gereja untuk berjabat tangan mereka pun ikut berjaga saat kami tengah ibadah.

Saat ibadah Minggu bagi Nasrani, Masjid tak menyalakan pengeras suara.

Saat adzan terdengar kami saling mengingatkan agar tak ada yang membuat keributan.

Sangat teduh Desaku dari perselisihan antar umat beragama.

Ketika Tv menyiarkan para pendemo membawa nama Agama, kami disini hanya menyapu dada dan saling mengingatkan antar umat beragama.

Ketika teror bom di mana-mana kami terus saling sapa dan saling menguatkan.

Tak pernah kami membawa Agama manapun ketika ada teror bom. Kami tahu tak ada Agama yang mengajarkan membunuh dan menyakiti sesama.

Kami tahu, mereka (teroris) itu buta, buta hati, buta pikiran dan akal sehat.

Enta Tuhan apa yang mereka puja, yang pasti kami tak ingin mereka sampai memecah bela.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved