Menguak Sejarah Sumur Tua Peninggalan Sang Ulama Besar Syeikh Abdurahman Siddiq
Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah atau disingkat ‘Jas Merah’, hal ini adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh oleh mantan Presiden RI
Penulis: iklan bangkapos |
BANGKAPOS.COM - Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah atau disingkat ‘Jas Merah’, hal ini adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh oleh mantan Presiden RI yang pertama, Ir Soekarno.

Begitu pula sejumlah situs sejarah yang ada di pulau Bangka pun tentunya dapat dijaga atau dilestarikan sehingga bukti sejarah tersebut dapat dikenang kembali sepanjang masa oleh masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) khususnya di pulau Bangka.
Di Kabupaten Bangka tepatnya di Desa Puding Besar, Kecamatan Puding Besar terdapat sebuah bangunan masjid bersejarah kini berdiri kokoh dan megah. Menurut keterangan masyarakat di desa setempat jika bangunan masjid ini diberikan nama Nurul Huda telah dibangun zaman kolonial pemerintahan Belanda.
Tak cuma itu, tak kalah menarik untuk diketahui oleh masyarakat Bangka yakni di samping masjid Nurul Huda ini pun terdapat pula sumur bersejarah.
Pasalnya sumur dengan kedalaman sekitar 7 meter ini awal mulanya dibangun oleh seorang ulama besar yakni Syeikh Abdurahman Siddiq Al Banjar.
Kondisi sumur ini menurut seorang pemuka agama yakni H Bahar bin H Sahaq menyebutkan jika diamater sumur bersejarah itu sekitar 2 meter.
“Kurang lebih diameternya (lingkaran -- red) sekitar 2 meter dengan kedalaman sekitar 7 meter,” ungkap Bahar ditemui di lokasi masjid Nurul Huda Puding Besar, Jumat (5/3/2021) siang saat didampingi Kades Puding Besar, M Zailani di sela-sela menyambut kunjungan ketua DPD Masyarakat Cinta Masjid (MCM) Provinsi Babel, Hendra Apolo bersama para pengurus lainnya.
Ia mengulas kembali cerita dari sang ayah (H Sahaq) jika air sumur itu dipercaya masyarakat desa setempat dapat menyembuhkan penyakit. Bahkan dulu pernah di desa setempat terjadi wabah penyakit.
“Cerita dulu di kampung ini (Puding Besar -- red) sempat terjadi wabah penyakit. Banyak masyarakat kampung ini kena penyakit. Namun saat itu dengan minum air sumur ini jadi sembuh penyakitnya,” terang Bahar mencoba mengulas cerita masyarakat terdahulu.
Tambahnya, sumur itu pun dulu waktu awal dibangun oleh Sheikh Abdurahman Siddiq tak lain untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat termasuk keperluan untuk wudhu ketika melaksanakan sholat di masjid Nurul Huda.
“Namun sayangnya keberadaan sumur tersebut kini sudah tak dapat lagi dilihat lantaran saat ini sumur kondisinya sudah tertimbun tanah,” kata keturunan Syeikh Abdurahman Siddiq ini.
Dijelaskan Bahar, jika kondisi sumur tua ini diperkirakan berusia ratusan tahun yang dibangun samping masjid Nurul Huda Puding Besar dulunya memang sengaja dibangun oleh Syeikh Abdurahman Siddiq satu lahan dengan masjid tersebut.
Namun seiring berjalan waktu, lahan tempat sumur itu telah dikuasai oleh seorang warga setempat hingga dibangunlah sebuah rumah di atas lahan sumur tersebut. Akibatnya sumur bersejarah ini pun akhirnya seolah-olah ‘raib’ atau tertimbun tanah.
Oleh karenanya Bahar sendiri sangat berharap sumur bersejarah ini dapat dipugar kembali sehingga keberadaan sumur peninggalan sang ulama besar Syeikh Abdurahman Siddiq itu tak lekang tergerus peradaban kemajuan zaman.
“Kami sangat berharap sekali sumur bersejarah peninggalan sang ulama besar Syeikh Abdurahman Siddiq itu dapat dipugar kembali sehingga masyarakat kita tak melupakan sejarah,” harapnya.