Tribunners

Membangun Budaya Positif Melalui Pembuatan Gula "De Kabong" di SMAN 1 Membalong

Pada proses pembuatan gula semut (brown sugar) ada nilai-nilai baik yang dapat menjadi budaya positif yang mengkarakter dan membudaya bagi murid

Editor: suhendri
zoom-inlihat foto Membangun Budaya Positif Melalui Pembuatan Gula
ISTIMEWA
Nanang Narwianta - Guru SMAN 1 Membalong

DUNIA pendidikan bergerak makin dinamis, berbagai perubahan yang sering kita temui harus dipandang dengan perspektif positif. Misalnya jika beberapa tahun kebelakang pendidikan memfokuskan pada pendidikan karakter, semenjak pandemi Covid-19 dan perkembangan teknologi informasi, kini pendidikan berorientasi pada kebutuhan pasar akan sumber daya manusia yang andal dan mumpuni di bidangnya masing-masing. Meskipun begitu, nilai-nilai pendidikan karakter terus bertransformasi dan terus diintegrasikan ke dalam pendidikan di Indonesia, karena karakter merupakan soft skill yang akan menjadi guide line dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan.

Saat ini pendidikan karakter bertransformasi menjadi profil pelajar Pancasila. Ada 6 profil pelajar Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Sebagai pendidik berbagai cara, model, metode dilakukan untuk menginternalisasi keenam profil pelajar Pancasila tersebut bagi para murid, salah satunya adalah melalui penerapan budaya positif.

Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Menurut Diane Gossen dalam buku Restructuring School Discipline, secara umum ada 3 alasan murid melakukan sesuatu:
1. Menghindari ketidaknyamanan/hukuman
2. Mendapatkan imbalan/penghargaan
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini

Barangkali, murid-murid kita disiplin dan melakukan nilai-nilai yang baik hanya karena motivasi 1 dan 2, ini yang menyebabkan kesulitan dalam membangun karakter yang membudaya bagi bangsa kita. Kita sering melihat orang-orang sulit untuk berlaku jujur, tidak menaati peraturan dan lain sebagainya karena motivasi yang mendasari tindakan tersebut hanya sebatas menghindari ketidaknyamanan atau mendapat imbalan.

Berdasarkan teori motivasi di atas, pembentukan budaya positif melalui penanaman nilai-nilai yang baik dan universal sebaiknya dilakukan melalui penerapan motivasi yang ketiga, yaitu murid menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini dengan melakukan dan mengalami hal baik/nilai-nilai yang baik secara langsung, karena hal itu akan mereka yakini dan tertanam dalam diri murid. Hal ini disadari oleh SMAN 1 Membalong yang juga memiliki visi sekolah menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal dan budaya. Nilai-nilai kearifan lokal ini pasti nilai-nilai baik dan universal yang disepakati bersama, dan merupakan budaya positif yang ada di lingkungan masyarakat setempat.

Melihat peluang yang sangat baik ini dan selaras dengan visi dan misi sekolah, salah satu upaya yang dilakukan untuk menanamkan budaya positif dalam bentuk nilai-nilai yang baik dengan mengimplementasikannya pada pelajaran Prakarya Kewirausahaan (PKWU). Pelajaran PKWU di SMAN 1 Membalong disesuaikan dengan kondisi geografis, kultur, dan potensi kearifan lokal yang menjadi ciri khas wilayah Membalong. Ada dua kegiatan pembelajaran yang juga menjadi program unggulan, yaitu pembuatan gula pasir merah, orang-orang biasa menyebut gula semut (brown sugar) dengan branding "De Kabong" dan anyaman Lais. Selain menanamkan nilai-nilai yang baik, pada praktik pembelajaran PKWU, inovasi dan kreativitas juga diarahkan untuk menyesuaikan dengan kemajuan zaman dan kebutuhan pasar.

Pada proses pembuatan gula semut (brown sugar) ada nilai-nilai baik yang dapat menjadi budaya positif yang mengkarakter dan membudaya bagi murid, karena murid mengalami secara langsung dampak dari nilai-nilai yang baik tersebut yaitu:

* Disiplin dan menghargai waktu
Nilai disiplin terintegrasi pada berbagai aktivitas dalam proses pembuatan gula semut De Kabong, di antaranya adalah pengaturan waktu dan berapa lama waktu pemasakan/pengovenan agar gula yang dihasilkan sempurna dan berkualitas. Selain itu, pengaturan suhu yang tepat pada saat pemasakan memerlukan sikap kedisiplinan. Sementara itu, nilai menghargai waktu atau tepat waktu dapat kita lihat pada saat pengambilan air nira, agar air nira yang didapatkan dengan kualitas terbaik dan masih dapat dimasak dan tidak berubah menjadi masam. Dari proses-proses tersebut murid mengalami langsung dan belajar dari pengalaman nyata akan pentingnya nilai disiplin, tepat waktu, dan menghargai waktu. Bagaimana efek yang ditimbulkan apabila tidak berdisiplin yang akan memengaruhi kualitas gula semut yang dihasilkan, bahkan dapat menyebabkan kegagalan. Secara garis besar nilai kedisiplinan dalam hal ini manajemen waktu dan menghargai waktu menjadi nilai-nilai penting yang dapat diambil oleh murid.

* Kejujuran dan rasa saling percaya
Murid dapat belajar nilai-nilai baik tentang kejujuran pada saat proses pengolahan gula aren (gula kirik) menjadi gula semut (brown sugar) yaitu apabila gula aren (gula kirik) yang diolah tersebut murni, tidak ada bahan campuran lainnya maka pembuatan gula semut akan berhasil. Akan tetapi, jika gula aren yang digunakan ada tambahan bahan lain atau bukan gula aren murni dapat dipastikan proses pembuatan gula semut akan mengalami kegagalan. Karena dalam hal ini bahan baku berupa gula aren ini didapatkan dari rumah tangga, (masyarakat sekitar) secara langsung murid mengalami betapa pentingnya nilai kejujuran dan dampak yang ditimbulkan dari nilai kejujuran. Dengan nilai kejujuran ini akan membangun nilai trust atau rasa saling percaya.

* Teliti/detail
Selanjutnya, nilai-nilai baik yang menjadi budaya positif pembuatan gula semut De Kabong adalah nilai teliti/detail. Dalam hal ini teliti/detail terlihat dari mulai pemilihan bahan baku berupa gula aren dan pemasakan/pengovenan gula yang memerlukan suhu yang pas dan pengaturan waktu yang presisi. Higienitas atau kebersihan juga diperlukan agar produk yang dihasilkan berkualitas terbaik. Ketelitian menjadi salah satu nilai-nilai baik yang membantu murid bekerja secara detail untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Membiasakan bekerja secara teliti/detail memberi dampak pada hasil. Dengan demikian, harapan dari nilai-nilai sikap teliti/detail dapat terinternalisasi pada diri murid.

* Kolaborasi
Nilai-nilai kolaborasi jelas terlihat pada proses pembuatan gula semut De Kabong. Bahan baku berupa gula aren maupun air nira diperoleh dari masyarakat sekitar sekolah, pengolahan gula semut (brown sugar) juga diperlukan kerja sama antarmurid karena produksi ini dikerjakan secara berkelompok. Pada pengurusan ijin IRT juga diperlukan dukungan dan pendampingan dari berbagai pihak, serta pemasaran produk ini juga memerlukan kolaborasi. Begitu banyak proses yang dilalui pada pengolahan gula semut (brown sugar) ini mengajarkan pada murid pengalaman nyata bahwa kolaborasi dan networking merupakan hal penting untuk dapat mencapai tujuan. Saat ini kemampuan kolaborasi dan networking merupakan soft skill yang sangat dicari dan dibutuhkan oleh pasar. Mengasah soft skill ini bagi murid akan berdampak besar bagi masa depan murid.

Keempat nilai-nilai baik dan universal pada proses pembuatan gula semut (brown sugar) De Kabong ini dapat menjadi budaya positif bagi sekolah. Penerapan budaya positif ini dapat dimulai dengan cara yang sederhana dan melalui aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dekat dengan murid. Harapan kita bersama budaya positif akan menjadi karakter yang membudaya pada diri murid sehingga bekal soft skill ini dapat berguna dan bermanfaat bagi murid di masa yang akan datang, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. (*)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved