Cerita Irjen Ferdy Sambo Minta Maaf Sambil Menangis Telah Jerumuskan Bharada E
Irjen Ferdy Sambo menangis dan menyesali perbuatannya lantaran telah merusak masa depan Bharada E.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan ajudannya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E sama-sama jadi tersangka dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Keduanya berbeda peran dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yang juga ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Irjen Ferdy Sambo sendiri mengakui dirinyalah yang paling bertanggung jawan dalam aksi keji tersebut.
Pasca ditetapkan sebagai tersangka, satu per satu fakta baru terkait kasus ini terungkap. Begitu pula kisah seputar Irjen Ferdy Sambo terkait kasus yang menghebohkan publik itu.
Baca juga: Bocoran Terbaru, Irjen Ferdy Sambo Ternyata Bohongi Kapolri saat Melapor Kasus Kematian Brigadir J
Baca juga: Jejak Keterlibatan Om Kuat Dalam Kasus Tewasnya Brigadir J, Ikut Pertemuan 1 Jam Bersama Ferdy Sambo
Baca juga: SOSOK Ini Bocorkan Detik-detik Bharada E Eksekusi Brigadir J Setelah Diperintah Irjen Ferdy Sambo
Di antara kisah tersebut adalah Irjen Ferdy Sambo mengaku bersalah karena melibatkan Bharada E dalam pembunuhan Brigadir J.
Dalam pengakuannya, Irjen Ferdy Sambo juga disebut menangis dan menyesali perbuatannya lantaran telah merusak masa depan Bharada E yang tergolong masih muda dan belum lama menjadi anggota polisi.
Cerita soal Irjen Ferdy Sambo ini diungkapkan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik dalam wawancara dengan KOMPAS TV.
Ahmad Taufan menjelaskan, alasan Bharada E menuruti perintah untuk menembak rekannya yaitu Brigadir J, karena Irjen Ferdy Sambo punya kuasa sebagai atasan.
"Kuasa seorang FS (Ferdy Sambo) dengan Bharada E, itu atasannya, jenderal bintang dua, sementara dia (Bharada E) seorang prajurit rendah, hanya bharada, usia masih muda," kata Ahmad Taufan dikutip dari video KOMPAS TV, Selasa (16/8/2022).
Ahmad Taufan mengaku telah berbicara dengan Irjen Ferdy Sambo dari hati ke hati. Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan tentang nasib Bharada E setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan.
Menurut lulusan FISIP Universitas Sumatra Utara (USU) 1987 ini, masa depan Bharada E yang semestinya tengah menikmati masa muda dan masa meniti kariernya sebagai polisi, hancur karena terlibat tindak pidana pembunuhan.
"Saya bilang, 'Kamu merasa tidak, bahwa kamu sebetulnya sudah melibatkan seseorang yang mestinya dia menikmati masa mudanya, masa-masa dia meniti kariernya?!" ujar dosen Ilmu Politik USU ini menirukan ucapannya pada Irjen Ferdy Sambo.
Setelah menyampaikan demikian, Ahmad Taufan menyebut Ferdy Sambo mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya. Karena itu, ia meminta maaf kepada Bharada E.
"Itu diakui oleh Saudara FS (Ferdy Sambo). Dia bilang, 'Saya menyesal, saya minta maaf'. Saya bilang, 'Kamu harus bertanggung jawab terhadap Richard (Bharada E) ini," ucap Ahmad Taufan.
Ahmad Taufan juga kembali mengulangi ucapannya menyalahkan Ferdy Sambo atas rusaknya masa depan Bharada Eliezer, demi memancing pengakuan jenderal bintang dua itu.
"Kamu luar biasa, bukan hanya membunuh, tapi kemudian kamu juga bersalah sebetulnya. Apa kamu nggak mikir, ini orang dari desa, anak buahmu!" katanya.
Ucapannya, kata Ahmad Taufan, lalu disambut pengakuan oleh Irjen Ferdy Sambo.
"Itu diakuinya, dan dia menangis," imbuh Ahmad Taufan Damanik.
Saat presenter KOMPAS TV Aiman Witjaksono bertanya menegaskan terkait fakta Ferdy Sambo menangis, Komisioner Komnas HAM itu pun menyahut mengiyakan, "Menangis."
Seperti diketahui, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana.
Keempat orang itu antara lain Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Maruf (KM) selaku asisten rumah tangga Irjen Ferdy Sambo.
Irjen Ferdy Sambo diketahui merupakan pihak yang memberikan perintah kepada Bripka RR dan Bharada E untuk membunuh Brigadir J.
Belakangan terungkap, baku tembak yang sebelumnya disebut terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo hanyalah skenario untuk menutupi kematian Brigadir J yang sesungguhnya.
Beda Pengakuan Ferdy Sambo dan Bharada E
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada indikasi Brigadir Yoshua Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J ditembak lebih dari satu senjata.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan terdapat perbedaan besaran lubang bekas tembakan di tubuh Brigadir J.
Namun untuk membuktikan indikasi tersebut, pihaknya akan menunggu hasil autopsi ulang.
"Nanti uji autopsi ulang itu sangat membantu, ada perbedaan besaran lubang di jenazah antara satu sisi dan sisi yang lain."
"Jadi ini nanti kalau seandainya terbukti dalam autopsi ulang, akan membuktikan bahwa dia tidak mungkin ditembak satu senjata, berarti ada dua senjata. Itu titik krusial di autopsi kedua penting untuk menjawab."
"Walaupun kami mengindikasikan bahwa ini tidak mungkin satu senjata," kata Taufan, Kamis (18/8/2022) dalam acara Kompas Siang KompasTV.
Taufan juga mengatakan, pihaknya kini mendalami satu hal krusial yakni perbedaan pernyataan antara Bharada E dan eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
"Yang sedikit krusial disini adalah perbedaan pengakuan."
"Kalau pengakuan FS dia hanya merancang dan memerintahkakan Richard untuk menembak, sementara versi Richard dipanggil kemudian diperintahkan dan ketika di TKP diperintahkan lagi untuk mengeksekusi, menurut dia (Richard) hanya mengeksekusi beberapa tembakan awal tapi eksekusi terakhir dilakukan oleh FS," kata Taufan.
Perbedaan keterangan dari dua tersangka tersebut kini masih terus dikaji.
"Nah ini kan perbedaan yang harus diuji lagi untuk memastikan siapa yang sebetulnya menembak."
"Walaupun kami menduga sangat kuat bahwa tidak mungkin Bharada E itu menembak sendiri," lanjutnya.
Semakin Kuat Dugaan Pelanggaran HAM
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Komnas HAM menjelaskan adanya penemuan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Penemuan adanya pelanggaran HAM terkait obstruction of justice ini didapat dari hasil pemeriksaan pada foto-foto, percakapan, olah TKP dan keterangan dari sejumlah saksi, termasuk Bharada E.
"Tentu saja kami berpijak pada data yang sudah didapat Komnas HAM sebelumnya, baik itu foto, percakapan yang terdapat dari bingkai cyber."
"Temuan yang kuat adalah indikasi atau dugaan terjadinya obstruction of justice itu semakin terang benderang."
"Semakin lama semakin kuat dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia terkait obstruction of justice," kata Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam dikutip dari Kompas Tv, Senin (15/8/2022).
Kendati demikian, Komnas HAM belum bisa memberikan keterangan lebih detail terkait pelanggaran apa yang terjadi dalam kasus tersebut.
Lebih lanjut, Komnas HAM akan menyusun laporan atas temuan yang didapatnya dalam proses pengungkapan kasus pembunuhan ini.
"Rencana ke depan, setelah kami melakukan peninjauan terhadap TKP dan pemeriksaan terhadap Bharada E, beberapa hari kedepan kami akan menyusun laporan-laporan."
"Kemudian mengidentifikasi setiap data, keterangan dan informasi disinkronkan antara satu keterangan yang didapat dari satu orang dengan yang lain supaya kemudian kelihatan mana bolong-bolong."
"(Termasuk) menyusun kerangka hukum seperti apa, (sembari) kita menunggu hasil otopsi kedua."
"Secara resmi kita akan menunggu apapun hasil dari tim otopsi kedua," jelas Anam.
(Kompas TV/Tito Dirhantoro/(Tribunnews.com/Milani Resti/Galuh Widya Wardani)