Kepolisian
Awalnya Digunakan Menpor, Ini Alasan dan Sejarah Penggunaan Loreng 'Darah Mengering' Korps Brimob
dia menganggap seragam itu efektif dipakai di tempat-tempat tertentu berkadar gangguan keamanan dan ketertiban tinggi, seperti hutan dan
Penulis: Iwan Satriawan CC | Editor: Iwan Satriawan
-Tahun 1969-1970
Penggunaan loreng motif garis mengalir khas Menpor mulai meredup karena Menpor dilikuidasi untuk restukturisasi internal Kepolisian.
Pasca likudidasi, Menpor diperlakukan sebagai Brigade Mobil di bawah komando Mabes Polri.
Seragam loreng khas Menpor juga diganti PDL warna hijau rimba khas Brimob.
-Tahun 1974-1976
Menpor bertransformasi menjadi Gegana di tahun 1974.
Pemakaian motif loreng khas Menpor semakin hilang dengan adanya kontroversi tragedi Minggu Palma oleh Batalyon Teratai tahun 1976 di Timor Timur.
-Sebelum Oktober 1983
Ada 10 seragam loreng kesatuan/angkatan yang dipakai ABRI (sekarang TNI-Polri,red) yakni Kostrad (1 jenis), Marinir (2 jenis), Brimob (2 jenis), Kopasgat (2 jenis), Kodam Jaya (1 jenis), Kodam Kalbar (1 jenis), Kodam Irian Jaya (1 jenis), Loreng Kavaleri (2 jenis), Loreng Pomad Para (1 jenis) dan Loreng Kopassandha (1 jenis).
-5 Oktober 1989 Saat HUT ABRI
Menhankam/Pangab yang dijabat Jenderal TNI LB Moerdani menghentikan pemakaian 10 seragam loreng dari berbagai kesatuan. Alasannya, menghemat biaya dan meningkatkan disiplin.
Sebagai ganti 10 seragam loreng kesatuan itu, hanya dipakai 1 motif saja, yakni, loreng DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris.
-Tahun 1996
Satu per satu personel Brimob mulai menjahit kembali PDL dengan mengambil motif Loreng Menpor, untuk kemudian oleh personel Brimob, diberikan nama generik sebagai “Loreng Pelopor”.
-5 Oktober 1998